“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Keagamaan

Islam yang Berkelanjutan dan Berubah
K.H. Ahmad Dahlan mempunyai pendapat, Islam yang masuk di Indonesia sangat berbeda bahkan dianggap bertentangan dengan Islam yang dipahaminya .Agama islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah melalui para Nabi utusann-Nya. Jadi semua agama yang dibawa oleh Nabi Utusan Allah itulah disebut Agama Islam. Adapun agama Islam yang berlaku sekarang ini adalah agama yang dibawa oleh utusan terakhir yang menyempurnakan agama Islam yang dibawa oleh Nabi dan Utusan Allah yang dahulu. Nabi Muhammad merupakan Nabi yang terakhir. Wujud agama Islam seluruhnya adalah berupa wahyu syari’at Allah.
Dua Macam Wahyu Syariat Allah
  1. Berupa firman-firman Allah yang terhimpun di dalam Kitab.
  2. Tidak berupa firman-firman Allah, tetapi penjelasan-penjelasan lebih lanjut dari firman-firmna itu.
Wahyu yang berupa firman Allah diturunkan kepada Nabi Musa, terhimpun dalam Kitab Taurat, Kemudian Kemudian untuk menjelaskan lebih lanjut isi kitab Taurat ini, Nabi Musa mendapat wahyu yang berguna untuk menjelaskan. Yang diberikan Nabi Daud dinamakan Kitab Zabur. Yang diberikan kepada Nabi Isa dinamakan kitab Injil. Wahyu syari’at yang diberikan kepada Nabi dan Rasul terakhir Muhammad, terhimpun dalam kitab al-Qur’an. Sedang penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah yang bersumber dari wahyu yang bukan berupa firman, disebut as-sunnah.
Tahapan Perkembangan Ajaran Islam
  • Periode Pertama : Ajaran Agama Islam pada Zaman Rasulullah
Ajaran pada zaman Rasulullah merupakan perkembangan Islam yang murni dan utuh, karena langsung dalam bimbingan wahyu. Hal itu terjadi pada masa Rasulullah yang bermula pada tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai tahun 63 kematian Nabi (atau kalau menggunakan tahun hijriyah, sampai tahun 10 hijriah). Dalam periode pertama, agama dan ummat Islam berkembang dan maju dengan pesat. Mulai awal, akhirnya Jazirah Arabia, boleh dikata di bawah pengaruh Agama Islam..
  • Periode Kedua: Zaman Khulafaur Rasyidin
Yang dimaksud periode Khulafaur Rasyidin adalah pada kurun waktu kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman, dan Ali.Ajaran Islam pada periode ini tetap bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah. Pengamalannya seutuhnya berdasakan pada kedua sumber tersebut. Para shahabat mampu menggunakan akal pikiran dengan sebaik-baiknya, selalu berdasarkan hati nurani yang bersih.
Pada zaman ini agama dan umat Islam bisa berkembang dengan pesat, menyempurnakan pengaruh jazirah Arabia seluruhnya. Bahkan sampai dapat menguasai Persia. Hal itu dimungkinkan karena hidup umat Islam bersumber pada kedua tersebut, diamalkan secara utuh. Mereka mampu memahami al-Qur’an dan as-Sunnah dengan menggunakan akal pikiran yang cerdas, beas dan dengan menggunakan hati nurani yang bersih.
Zaman Khulafaur Rasyidin sering juga disebut sebagai periode sahabat-sahabat senior (sahabat besar), karena waktu itu mereka sudah berada di masa dewasa dan selalu bergaul dengan Rasulullah. Perbuatan mereka bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan menggunakan ar-ra’yu (rasio) yang cerdas dan bersih (lazim disebut ijtihad yang dilakukan secara ketat). Periode kedua ini mulai tahun 10 Hijriyah sampai tahun 41 Hijriyah.
  • Periode Ketiga: Zaman Sahabat-Sahabat Yunior dan Permualaan Tabiin.
(Mulai tahun 41 Hijriah sampai permulaan abad kedua Hijriah)
Pada waktu itu ajaran agama Islam tetap bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, difahami dan dilaksanakan seutuhnya. Pada waktu itu, baik sahabat Yunior atau para Tabiin dapat memahami al-Qur’an dan as-Sunnah dengan menggunakan kemampuan akal pikirannya dengan sebaik-baiknya dan dengan hati nurani yang bersih.Ternyata pada periode ketiga ini pun umat dan agama Islam tetap mendapat kemajuan yang pesat sekali. Sehingga sampai ke negeri-negeri Jazirah Arabia, di samping dapat menguasai Romawi Timur.
Dalam periode pertama, kedua, dan ketiga, ajaran Islam bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, dipahami dengan menggunakan akal pikiran yang cerdas dan bebas daan dengan hati nurani yang bersih kemudian diamalkan seutuhnya.
Agama dan umat Islam dalam ketiga periode itu mendapatkan kemajuan pesat sekali. Hal ini mengandung pengertian bahwa selama umat Islam berpegang teguh kepada agama Islam secara murni dan setutuhnyaa akan mendapatkan kemajuan yang sangat menakjubkan.
Bukti sejarah menunjukkan, bahwa selama umat Islam berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah dan mampu menggunakan akal pikiran yang cerdas dan bebas berdasarkan hati nurani yang bersih, serta mampu mengamalkan Islam sepenuhnya, maka umat Islam mampu meraih kemajuan yang berarti. Di masa ini, ijtihad yang dilakukan umat Islam pun lebih meluas.
  • Periode Keempat : Penekanan Pada Fiqh
Agama Islam pada periode ini sudah mulai tidak dipahami dan tidak diamalkan seutuhnya. Pada waktu ini Islam sudah meluas sekali. Umat islam terutama yang baru masuk Islam ingin memahami agama Islam dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dari segi yang praktis-praktis saja.
Tidak aneh bila masa ini yang berkembang adalah ajaran agama Islam yang berhubungan dengan hukum (fiqh). Yang berkembang hanya berkenaan dengan hukum, peraturan dan perundang-undangan meskipun masih bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah, namun tidak seutuhnya. Hanya berkembang sebagian.
Ilmu Fiqh pada periode keempat dapat dikatakan merupakan ajaran agama Islam yang menonjol. Periode ini terjadi pada permulaan abad keempat Hijriah. Ilmu fiqh yang sudah berdiri sendiri dan menonjol di dalam kalangan umat Islam, masih tetap bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pada masa ini lahirlah imam-imam besar dalam dunia Islam. Antara lain yang mempunyai nama terkenal:
  • IMAM HANAFI
Yang mana namanya dikaitkan dengan madzab hanafi. Nama yang sebenarnya adalah Abu Hanifah. Ia lahir pada tahun 80 Hijriah dan wafat pada tahun 150 H di Kufah.
  • IMAM MALIK bin ANAS bin MALIK
Dikaitkan dengan madzab Maliki pada tahun 93 Hijriah dan wafat di Madinah pada tahun 179 Hijriah.
  • IMAM SYAFI’I
Yang dikaitkan dengan madzab syafii. Nama lengkap imam ini adalah Muhammad bin Idris as-Yafii. Lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 204 H di Mesir.
  • IMAM HAMBALI
dikaitkan dengan madzab Hambali. Dia wafat di Bagdad pada tahun 241 H sedang lahirnya pada tahun 164 H.
Pada masa ini terutama pada masa imam empat dalam memahami agama Islam tetap bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mampu mempergunakan akal pikiran yang cerdas, bebas dan dengan mempergunakan hati nurani yang bersih. Tetapi fatwa-fatwa yang mere berikan lebih menitikberatkan pada bidang hukum syari’ah yang disebut Ilmu Fiqh.
Ijtihad pada masa ini memang masih berjalan dan berkembang lebih luas, akan tetapi sudah tidak utuh lagi. Hanya akhirnya, pada umumnya umat islam memahami Islam di bidang hukumnya, tidak dari aspek-aspek lainnya. Maka pada akhir ini umat Iislam sudah mengalami kemunduran.
Kenyataan sejarah tersebut merupakan bukti bahwa apabila umat Islam sudah tidak dapat lagi memahami Islam yang murni dan mau menggunakan akal pikiran secara cerdas dan bebas, tidak bisa memahami Islam serta mengamalkan Islam seutuhnya, maka akan berarti sudah tidak ada jaminan bahwa Islam akan dapat berkembang maju dan pesat.
  • Periode Kelima: Zaman Lahirnya Fanatisme pada Iamam-Imama Besar
Periode ini muncul di saat umat Islam pada umumnya sudah bersikap fanatis terhadap ajaran para imam. Tidak berani lagi mengkaji Islam langsung dari sumbernya yang asli. Walaupun pendirinya bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi para pengikutnya sudah tidak mempunyai keberanian melandaskan sikap perbuatannya langsung kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka sudah sangat fanatik terhadap para imam.
Ketika itu para imam yang namanya dikaitkan dengan madzab sudah mempunyai murid yang sangat banyak. Para murid inilah yang kemudian mendirikan madzab-madzab. Para imam itu sendiri tidak mendirikan. Mereka masih mengajarkan dengan ijtihad. Tetapi para pengikutnya yang fanatik pada para imam tidak mampu dan tidak mempunyai keberanian untuk memahami Islam langsung kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi lahirnya madzab itu terjadi pada periode kelima.
Pada periode ini mereka masih menggunakan kemampuan ijtihadnya, meski sudah sangat terbatas dan tidak bisa bebas lagi. Bahkan hanya mempertahankan madzab-madzabnya sendiri. Ijtihadnya hanya sekedar untuk mempertahankan madzab, karena sudah terlanjur fanatik. Karenanya perkembangan agama Islam pada waktu itu sudah timpang. Tidak utuh lagi. Hanya menitik beratkan kepada soal fiqih. Itu pun sudah terkotak-kotak karena fanatik pada madzab tersebut.
Perkembangan ajaran Islam pada periode ini mempunyai pengaruh besar. Hingga menyebabkan keadaan umat Islam kian melemah. Begitulah yang terjadi pada pertengahan abad keempat sampai akhir runtuhnya kerajaan Abbasyiyah.
  • Periode Keenam : Zaman Merajalelanya Taqlid Buta Terhadap Madzab
Pada masa ini tidak hanya lagi fanatik, tetapi sudah menimbulkan sikap taqlid buta. Kalu dulu fanatik tapi masih dapat menggunakan akal fikirannya untuk memahami pendapat imam dengan mencari alasan-alasan pada dalil al-Qur’an dan as-Sunnah, sekarang tidak berani melampaui imamnya. Meski masih mampu menggunakan rasionya tetapi fanatik lebih mencekam lagi sehingga akhirnya bersikap taqlid. Kalimat yang banyak muncul antara lain seperti , “Ini pendapat imam saya, harus saya pertahankan.
Hal ini terjadi pada masa keruntuhan Kerajaan Abbasyiyah sampai pada abad ke 19 M. Pada periode keenam ini umat Islam sudah menjadi umat yang taqlid buta terhadap imam. Dikatakan pada waktu itu pintu ijtihad sudah tertutup sama sekali. Dan tidak ada lagi kerajaan Islam yang merdeka, semua dijajah oleh bangsa-bangsa di luar Islam.
  • Periode Ketujuh: Gerakan-Gerakan kembali Kepada al-Qur’an dan as-Sunnah
Gerakan ini dimulai oleh Ibnu Taymiah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, jamaluddin al-Afghany, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain-lain. Dari sejarah perkembangan itu, K.H, Ahmad Dahlan mempunyai kesimpulan bahwa selama agama Islam masih murni dan masih utuh dilaksanakan, umat islam akan dapat bangkit kembali. Karenanya K.H. Ahmad Dahlan ikut dalam gerakan kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah untuk dapat memurnMata rantai Pembaharuan Islam
Pada permulaan abad ke-20 umat Islam Indonesia menyaksikan munculnya gerakan pembaharuan pemahaman dan pemikiran Islam yang pada esensinya dapat dipandang sebagai salah satu mata rantai dari serangkaian gerakan pembaharuan Islam yang telah dimulai sejak dari Ibnu Taimiyah di Siria, diteruskan Muhammad ibn Abdul Wahab di Saudi Arabia dan kemudian jamaluddin al-Afghany bersama muridnya Muhammad Abduh di Mesir. Munculnya gerakan pembaharuan pemahaman agama itu merupakan sebuah fenomena yang menandai proses Islamisasi yang terus berlangsung.
ikan dan dapat kembali kepada agama Islam yang sebenar-benarnya.
Dimaksud Proses Islamisasi yang terus menerus adalah suatu proses di mana sejumlah besar orang Islam memandang keadaan agama yang ada, termasuk diri mereka sendiri, sebagai belum memuaskan. Karenanya sebagai langkah perbaikan diusahakan untuk memahami kembali Islam, dan selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai standar Islam yang benar.
Misi Pembaharuan Islam Muhammadiyah
Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah dalam bidang agama adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama . Pembaharuan pemahaman, sasarannya ada dua segi yaitu:
  1. Pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keaslian dan kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah.
  2. Pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai masalah seperti; metode, sistem, teknis, strategi, taktik perjuangan dan nilai-nilai yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu. Tajdi dalam pengertian ini sesungguhnya merupakan watak ajaran Islam itu sendiri.
Pembaharuan Pemikiran Agama
Pembaharuan bidang keagamaan ialah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu, lingkungan situasi dan kondisi, mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas tampak dan tertutup oleh kebiasaan dan pemikiran tambahan lainnya.
Dalam pelaksanaan agama baik yang menyangkut aqidah (keimanan) ataupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan diturunkan kepada Nabi Muhammad .Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja dengan tegaknya aqidah Islam murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam, sedangkan dalam ibadah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
Dengan gerakan Islam kembali kepada sumbernya, al-Qur’an dan al-Hadits, Muhammadiyah berusaha menghilangkan segala macam ibadah tambahan dalam beragama. Hal ini sangat terasakan sekali karena keadaan Islam di Indonesia lebih nampak serapan dari berbagai unsur kebudayaan yang ada.
Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan keyakinan umat Islam Indonesia, adalah dengan mengenalkan penellaahan kembali dan perubahan jika diperlukan, menuju penafsiran yang benar terhadap al-Qur’an dan Hadits. Usaha pemurnian tersebut antara lain dapat disebut :
  1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam shalat, sebagai kebalikan dari kebiasaan sebelumnya, yang menghadap tempat arah barat.
  2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir bulan puasa (hisap), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama.
  3. Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti dari shalat serupa dalam jumlah jamaah yang lebih kecil, yang diselenggarakan di masjid.
  4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan qurban pada hari raya tersebut di atas, oleh panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai atau petugas agama (penghulu, naib, modin, dsb).
  5. Penyampaian khutbah dalam bahasa Indonesia/daerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah dalam bahasa Arab.
  6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat politeistik.
  7. Penyederhanaan makam (kuburan) yang semula dihiasi secara berlebihan.
  8. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang yang dianggap suci (wali).
  9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh para kyai/ulama tertentu, dan pengaruh skstrem pemujaan terhadap mereka.
  10. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan wanita dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar