“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Belajar Dari Negeri Gandhi


KATA PENGANTAR

Saya terkejut ketika kolega muda yang sangat intelektual, Sdr. Gonda Yumitro, S.IP.,M.A meminta saya untuk menulis kata pengantar untuk bukunya, Sebuah kumpulan tulisan tentang pengalaman, pemikiran, dan gagasannya tentang pendidikan , khususnya pendidikan di India. Saya menyanggupi karena sebuah tanggung jawab akademik untuk turut memberi support dan motivasi serta dorongan pribadi yang sedang bersemangat dalam gerakan postkolonial yang salah satu negara penggagasnya adalah India.

Saya juga mengagumi India sebagai negara dengan sejarah kebudayaan yang sangat tua dan sudah tentunya memiliki latar yang sama dengan Indonesia, ikatan historis dan ikatan kultural. Setelah membaca tulisan Sdr Gonda Yumitro, S.IP.,M.A, kiranya memang pantas untuk dibaca karena sedikit banyak menjadi inspirasi dan wawasan tentang pendidikan di luar negeri yang berbeda dengan Mindset negara bekas jajahan yang cenderung oksidentalisme yang melihat kebudayaan Timur berdasarkan pemikiran “Barat-isme”, yaitu Eropa Sentris/Barat Sentris. Tulisan yang sekiranya mampu memberi wawasan lain/the others tentang orientasi pendidikan lanjut dan spesifikasi keahlian dan keilmuan tertentu.

Mendengar kata pendidikan di India, pertama-tama saya teringat Rabindranath Tagore. Sastrawan, pendidik, dan tokoh yang mendapatkan nobel sastra. Di kota Shantiniketan ia mendirikan sebuah sekolah percobaan, sekolah di ruang terbuka, dengan pohon rindang, taman yang indah dan perpustakaan sebagai tempat belajar yang menyenangkan dan tempat saling asah, asih, dan asuh. Model pendidikan ini diberi nama sebagaimana nama kotanya yaitu Model Pendidikan Shantiniketan.


Tokoh dunia, Mahatma Gandhi, Jawarahal Nehru, Indira Gandhi adalah tokoh dengan inspirasi dan perjuangan Shantiniketan, bahkan Ki Hadjar Dewantoro di Indonesia pun mengadopsinya untuk Taman Siswa sebagai model pendidikan yang khas dan humanis sebagai bentuk perjuangan kemerdekaan bangsa dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pendidikan yang Humanis sebagai kata kuncinya.

Sebagai seorang yang mempelajari dan mendapatkan pendidikan Cultural Studies, saya bersemangat membaca tulisan-tulisan Sdr. Gonda Yumitro, SIP.,MA. ini. Saya memandang ini sebagai sebuah ranah pemikiran wacana poskolonial. Selama ini orientalisme menunjukkan bagaimana pandangan Barat yang keliru tentang dunia timur dalam konteks dominasi dan ketertundukan kepada kekuatan Barat. Seharusnya harus ada koreksi bahwa kebudayaan termasuk di dalamnya dunia pendidikan pada suatu bangsa berada dalam kedudukan yang sama, bukan dalam hubungan-hubungan subordinasi.

Kumpulan tulisan ini sekiranya memberikan inspirasi dalam pemikiran bahwa pendidikan dan gerakan poskolonial, pertumbuhan nasionalisme, politik dan kebijakan pendidikan serta kemampuan bangkit dalam membentuk identitas baru, arti baru atas arti sosial dan politis dari gejala kebudayaan suatu bangsa. Bisa jadi pemikiran penulis dalam buku ini akan memberikan pertimbangan yang positif dan objektif mengenai kegiatan-kegiatan penulis selama menempuh studi di India dalam upaya memberdayakan dirinya dalam kancah akademik dan pemikiran tentang kemajuan sebuah sistem pendidikan.

Buku dengan judul Belajar dari Negeri Gandhi karangan Sdr. Gonda Yumitro,SIP, MA. ini mengingatkan saya pada pemikiran-pemikiran Gandhi yang menekankan pada kesederhanaan. Pendidikan Mahatma Gandhi sebagai ajaran moral tampaknya menginspirasi sistem kehidupan soaial budaya di India dan dunia pendidikannya. Meskipun tidak banyak disinggung dalam buku ini, namun buku ini sudah menggambarkan semangat ahimsa, bagi seorang dosen muda sebagaimana penulis buku ini.

Ahimsa tidak sebatas hanya pada keyakinan atau sikap saja, tetapi lebih merupakan suatu keseluruhan hidup yang ahimsa, yang meliputi pikiran, tindakan, dan ucapan. Setiap orang harus berlaku secara ahimsa kepada siapa pun. Ahimsa ditujukan kepada mereka yang mempunyai keteguhan jiwa, bukan kepada mereka yang lemah dan suka kompromi.

Hanya mereka yang mampu mengalahkan ketakutanlah yang sungguh-sungguh dapat memiliki ahimsa, sehingga benar-benar ia menjadi orang yang seluruh hidupnya hanya mau berpegang pada kebenaran atau Satyagraha. Menjadi Satyagrahi atau orang yang cinta akan kebenaran seseorang diwajibkan untuk melakukan tindakan disiplin diri dan sikap pengabdian, karena penekanannya pada pencapaian ketinggian moral. Untuk itu perlu melatih dan terus menerus dalam disiplin, kesadaran diri dan kebersihan lahir dan batin (Brahmacharya).

Membaca buku ini sama artinya mendengarkan kisah-kisah menarik tentang sebuah perjuangan kemajuan, Mengenai manusia India dan tentang semangat. Sebagaimana pemikiran Gandhi bahwa pada hakikatnya manusia terdiri dari jasmani, rohani, kasadaran, rasio, kehendak, emosi dan rasa keindahan. Sedikit banyak meskipun implisit kita bisa baca meskipun banyak aplikasinya.

Saya mengucapkan selamat kepada penulis, semoga menginspirasi pembaca dan memotivasi penulisan-buku-buku selanjutnya. Selamat juga kepada keluarga yang berhasil memotivasi dengan kesabaran dan harapan yang tinggi. Semoga kita bisa memetik hikmah dari perjalanan mencari ilmu penulis, khususnya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa kita. Sukses.

Tlassinurat,
3 Desember 2012
Dr. Arif Budi Wurianto, MSi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar