“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Demokrasi Singapura masa kepemimpinan Lee Kuan Yew

 Oleh : Wahidatun Hasanah (Mahasiswa HI UMM)
Latar Belakang
Demokrasi nampaknya telah mencatat kemenagan historis atas bentuk-bentuk pemerintahan yang lain, Dewasa ini hampir semua setetiap orang mengaku sebagai seorang yang demokrat, setiap negara akan mengangngap negara telah menjadi negara yang mengususng demokrasi dan setiap rezim poliik diseluruh dunia mengklaim sebagai rezim demokrasi. Dlam suatu masa dimana cara-cara tradisional dalam memmecahkan pertentangan niali diperlakukan dengan sangat hati-hati-khususnya pertentangan nilai yang muncul, misalnya, pada ajaran ajaran duniawi yang lain,atau tataperingakt dan hierraki yang bersifat alamiah,atau pada klaim-klaim menegnai kepentingan kaum proletar, pilihan0pilihan politik tampak seakan-akan hanya bisa mulai diorganisasikan, diartikulasikan dan dinegosiasikan dalam demokrasi. Demokrasi dinaggap mampu memberikan pancaran legitimasi pada kehidupan modern:hukum, undang-undang dan politik kelihatannya absah ketika semua bersifat demokratis, tetapi dalam kennyataannya tidaklah selalu demikian.
Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan berasal dari para filsuf  Yunani, akan tetapi pemakaiian konsep pada zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat barat pada akhir abad ke 18. Pada pertengahan abad ke -20 yang kemudian semakin menjadi perdebatan[1]. Masalah masalah serius muncul ketika demokrasi didefinisikan berdasarkan sumber wewenang atau tujuan. Dalam sistem pemerintahan yang lain orang menjadi pemimpin karena asal-usul kelahiran, kemujuran, kekayan, kekerasan, ataupun pngetahuan yang dimiliki. Rumusan modern terpenting dari konsep demokrasi ini dikemukan oleh Joseph Schumpeter pada tahun 1942. Dalam Capitalism, socialism, and Democracy, Prosedur utama demokrasi adlah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang mereka pimpin, sehingga ada kehendak rakyat “the will of people” yang menjadi sumber dan kebaikan bersama “the common good” yang menjadi tujuannya.
Singapura didirikan sebagai koloni perdagangan Inggris di tahun 1819. Bergabung dengan Malaysia Federasi pada tahun 1963, tetapi dipisahkan dan menjadi independen di 1965. Meskipun pemerintahan  bersifat otoriter  dibawah keepmimpinan perdana menteri, Lee Kuan Yew, Singapura telah menjadi salah satu negara didunia yang paling makmur dan kuat  dalam menjalin hubungan perdaganga internasional yang PDB per kapitanya setara dengan negara-negara terkemuka Eropa Barat.
Masalah masyarakat multietnis, pengangguran, perumahan standar rendah, rendah tingkat pendidikan, pemisahan dari pedalaman pertanian, serikat buruh dipolitisasi, infiltrasi komunis, dan penarikan dari pangkalan angkatan laut Inggris yang muncul dapat diatasi. Untuk mengatasi korupsi yang merajalela, kekerasan dan perbedaan pendapat, muncullah 'Partai Aksi  rakyat (PAP) yang dijalankan di bawah kepemimpinan  Lee Kuan Yew yang tidak terbantahkan. Sejak melepaskan simbol sebagai perdana menteri pada tahun 1990, Lee Kuan Yew tetap anggota kabinet  bentukan baru yaitu "Menteri Senior" dan "Mentor Menteri" dan dianggap oleh pengamat  sampai saat ini masih menjadi  dorongan utama dari tindakan-tindakan represif yang masih berlaku samapi hari ini[2].
Sementara langkah-langkah yang ditempuh saat ini dapat diartikan sebagai instrumen untuk mempertahankan kekuasaan, mereka melihat ti pemeliharaan perdamaian, kemakmuran ekonomi, dan keamanan. Di masa lalu, pandangan ini bertumpu pada keyakinan bahwa ada nilai khas yaitu khas "Nilai-nilai Asia" yang menempatkan kesejahteraan masyarakat diatas individu, sehingga individu tunduk pada kepemimpinan. strategi ini menghasilkan tingkat tinggi kepatuhan yang tinggi dari masyarakat sipil pada pemerinthan,walaupun di mata oposisi juga menghasilkan iklim ketakutan, yang pada gilirannya menghambat kreativitas Singapura untuk melakukan pengembangan lebih lanjut.
Negara kota Singapura dijalankan mirip dengan sebuah perusahaan dengan pemerintah di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Lee Kuan Yew
Tanggal 5 Agustus 1955, Singapura menjadi sebuah negara yang merdeka. Sebelumnya Singapura bergabung dengan Malaysia menjadi sebuah negara federal (negara bagian Malaysia tahun 1953-1955). Karena konflik politik, akhirnya Singapura keluar dari federasi Malaysia. Hal ini terjadi pada tahun 1955. Ketika itu orang-orang Melayu mempunyai program Malay for Malayu, membuat Singapura yang 75% penduduknya etnis Tionghua tersinggung dan ingin membentuk negara sendiri.[3]
Kondisi sosial masyarakat Singapura yang terdiri dari bermacam-macam etnik seperti etnis Tionghua (75,2%), Melayu (13,6%), India (8,8%), dan Eurasia serta etnis lain (2,4%) dan bermacam-macam agama Budha (42,5%), tanpa agama (14,8%), Kristen (14,6%), Islam (13,9%), Taoisme (8,5%), Hindu (4%), dan lain-lain (1,6%) mau tidak mau merupakan tantangan bagi integrasi bangsa Singapura sendiri, namun lagi-lagi Singapura berhasil menangani tantangan dari dalam negeri ini; walaupun terdiri dari bermacam-macam etnik dan agama yang berbeda-beda, rakyat Singapura telah membuktikan bahwa keberagaman itu tidak menghalangi mereka untuk berinteraksi secara damai.[4]
Sistem pemerintahan Singapura adalah sistem demokrasi parlementer dengan model westminder. Presiden adalah kepala negara. Sedangkan kepala pemerintahan adalah perdana menteri (prime minister). Parlemen dibagi menjadi dua kamar: Kongres atau Majelis Tinggi dan Majelis Rendah (House of Low) yang semula mempunyai 81 anggota.
Pemilihan anggota parlemen dilaksanakan 4 tahun sekali. Anggota parlemen memilih PM. Sedangkan PM sebagai kepala pemerintahan membentuk kabinet berdasarkan rangking dan mendapat persetujuan dari pemerintah. Sampai tahun 1991, secara seremonial pemilihan presiden dilakukan setelah pengisian anggota parlemen. Di dalam konstitusi Singapura, diamanatkan untuk melakukan pemilihan langsung terhadap posisi presiden. Jadi kekuasaan seorang presiden semakin kuat (The Encyclopedia Britannica. Log, Cit, hal. 769-788).
Dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat bangsa yang demokratis, peran rakyat di arena politik nasional, melalui pembentukan sebuah pemerintahan, ditempuh melalui general election. Dalam pemilu tersebut, rakyat memilih wakil-wakilnya untuk memerintah.

PEMBAHASAN
Model Demokrasi yang pas dalam menggambarkan negara Singapura adalah demokrasi developmental state yang di temukan oleh Charmers Johnson, developmental state kurang lebih diartikan sebagi negara yang mana hubungan internal dan eksternal politiknya menampilkan pemusatan kekuasaan yang memadai yang mencangku kewenangan. Otonomi, kompetensi dan kapasitas yang terpusat pada bentuk, tujuan dan peningkatan pencapaian tujtuan pembangaunan secara eksplisit, baik melalui pendirian dan pengembangan ekonomi atau elalui pengorganisasian secara langsung, atau pula melalui kedua-duanya.
Dalam sebuah buku yang berjudul menjelajah demokrasi karya Dr. Suyatno,Msi, disebutkan beberapq karakterostik dari developmental state,yaitu: pertama semua negara developmental state dipimpin oleh elite dominan, Hal itu terlihat jelas pada negara singapura yang Panggung politik nya tetap didominasi oleh People Action Party/Partai Aksi Rakyat (PAP),yang didirikan oleh mantan PM Lee Kuan Yew. Selain itu sangat nampak jelas perkembangan pertumbuhan ekonomi  dan pembangunan di singapura. Kedua, adanya wilyah otonom yang relatif denagn institusi negar yang mereka pimpin. Ketiga yaitu adanya determinasi pembangunan para elite maupun otonomi relatif negara sama-sama membantu membentuk kekuasaan penuh, kompetensi yang tinggi dan mengisolasi birokrasi kewenangan secara langsung serta mengelola pembangunan ekonomi dan pembangunan social secara lebih luas. Keempat,didalam developmental state, masyarakat sipil mempunyai peranan yang lemah, karena dibawah kekuasaan negara. Dalam hal ini kelompok atau etnis yang dominan lah yang mempunyai peranan lebih kuat, seperti etnis cina yang memiliki populasi atau presentasi lebih banyak dibandingkan etnis lainnya Kelima, kekuasaan, kewenagan dan otonomi negara ditingkatkan dan dikonsolidasikan pada sejarah pembangunan modrennya sebelum investasi asing masuk dan menjadi pengaruh.
Singapura, dalam konteks ini menjadi sebuah negara yang tetap berposisi secra kuat tetapi tidak lagi bersifat otoriterisme, melainkan memiliki kapasitas yang kuat dalam menegakkan rule of law, mengejar kepentingan kesejahteraan sosial yang berkelnajutandan juga menggalakkan pemerintahan yang bersih, tapi negara tetap memiliki kekuasaan dan kew3enangan, selain itu negara juga mengembangka kualitas  politik dengan ditandai oleh adanya partai politik yang bebas mengorganisisr dirinya sendiri. Democratic developmental state
Negara singapura yang mempunyai jumlah penduduk statis (4 juta jiwa) ini ternayata Panggung politik nya tetap didominasi oleh People Action Party/Partai Aksi Rakyat (PAP), partai yang didirikan oleh mantan PM Lee Kuan Yew. PAP merupakan the ruling party. Kubu oposisi baru bisa memperoleh kursi di parlemen pada pemilu 1981. Ketika itu Partai Pekerja mampu memasukkan kadernya lewat pemilu susulan.
Dalam setiap pemilu, negara ini menggunakan sistem distrik dalam setiap pesta demokrasi. Pemikiran politik Lee Kuan Yew mampu menciptakan strong governance, yakni bagaimana membuat sistem politik memberikan ruang terhadap reformasi politik -memperkuat lembaga presiden, dan memberi jaminan kursi kepada oposisi. Dengan strategi ini, pada satu pihak diharapkan dapat menjamin kestabilan sistem, dan pada sisi lain diharapkan mampu membatasi pengaruh oposisi. Akan tetapi tindakan ini bukan bermakna melakukan liberalisasi politik.
Jadi, kubu oposisi tidak berkembang, memang sudah dirancang oleh arsitek politik Singapura. Ada dua alasan mengapa kubu oposisi tidak mampu mempunyai pengaruh yang signifikan dalam kehidupan politik. Pertama, pihak oposisi tidak mempunyai tokoh yang handal dan setara dengan Lee Kuan Yew, Gooh Tjoh Tong, BG Lee. Kedua, kubu oposisi tidak mudah memberikan wacana alternatif, sebab ruang lingkupnya sudah dibatasi. Jadi, dalam situasi politik seperti sekarang ini, PAP membuat suatu tim yang solid.
Sehingga setiap suksesi kepimpinan nasional di Singapura tidak terjadi gejolak politik yang berarti.
Etnis tionghoa
Bahkan dari pernyatan Lee kUan Yew  di sebuah forum pada 15 September lalu. Saat itu, Lee menyatakan, "Malaysia dan Indonesia punya masalah dengan etnis Tionghoa karena mereka sukses dan bekerja keras. Karena itu, etnis Tionghoa lalu dipinggirkan. Makanya etnis Tionghoa di Singapura harus membela mereka."[5] Meruapakn refleksi bahwa etnis tionghoa seakan menjadi tubuh negara Singapura
Menurut  hasil penelitian FUJITSU Research di tokya (Naisbitt, 1997:19-20)terhadap daftar eprusahaan-perusahaan di enam negara kunci Asia, tercatat, perusahaan –perusahaan tersebut dikuasai oleh etnis Tionghoa. Seperti di Thailand sebanyak 81%, Singapura sebanyak 81% dan diindonesia sebnayak 73%.[6] Kondisi tersebut membuktikan bagaimana besarnya penagruh perilaku ekonomi etnis Tionghoa dalam perekonomian di Singapura.  Prinsip-prinsip perilaku ekonomi etnis tionghoa memnag bagus dan prinsip itu bergantung pada pemahaman mereka terhadap kebijakan dan situasi kondisi politik tentang keberadaanya ditengah masyarakat Sinagpura, Perilakuekonomi ini akhirnya mengarah pada usaha yang sifatnya aman dan netral yang termotivasi oleh harapan untuk hidup aman, makmur dan loyal terhadap adat, maupun kepatuhan rerhadap keluarga, termasuk hubungan kerjasama etnisitas sesama etnis tionghoa, hal inilah yang mendorong perekonomian Singapura melambung begitu pesat. Contoh lain,
Pada 1963, Malaysia menderita akibat ketimpangan kekayaan antara golongan keturunan Tionghoa yang umumnya pedagang, yang menguasai sebagian besar ekonomi Malaysia, dengan golongan miskin, penduduk Melayu. Selain itu, orang Tionghoa juga menguasai sebagian besar kekayaan negara.
Kerusuhan rasial di Singapura pada 1964 juga merupakan salah satu penyebab keluarnya negara itu dari Malaysia (dulunya Singapura merupakan bagian dari Malaysia), dan ketegangan rasial terus berlangsung. Kebanyakan orang Melayu tidak puas dengan negara yang baru saja merdeka itu yang berkeinginan untuk menenangkan etnis Tionghoa dengan pengeluaran mereka. Pada pemilihan umum 10 Mei 1969, koalisi Aliansi yang memerintah diketuai oleh United Malays National Organization (UMNO) menderita kekalahan besar. Partai terbesar golongan Tionghoa Democratic Action Party dan Gerakan mendapat suara dalam pemilihan. Hal itu semakin memperkuat peran etnis Tionghoa.[7]
Bukti lain dari besarnya peran etnis tionghoa adalah dengan melihat partai yang dominan atau mayoritas, yaitu People Action Party (PAP), partai ini dibentuk pada tahun 1954 dan telah berkuasa disingapura sejak memenagkan pemilihan majelis negara pada tahun 1959 ini ternyata diodminasi oleh etnis tionghoa bahkan pemimpin dari parati ini yang tidak lain juga pernah menjabat sebagai perdana menteri Singapura yaitu Lee Kuan Yew  ini juga berasal dari etnis Tionghoa.
Pada saat itu partai memiliki sayap dua golongan yaitu, kaum moderat dan pro-Komunis. Pada tahun 1957 faksi pro-Komunis menguasai organisasi partai melalui Komite Eksekutif Pusat (CEC) pemilu. Mereka memenangkan enam dari 12 kursi di CEC. kaum moderat menolak untuk mengambil kantor dan kontrol kemudian kembali saat lima pro-Komunis ditangkap anggota CEC.Perjuangan intraparty meninggalkan warisan politik yang telah
menentukan struktur partai dan membentuk perkembangan negara satu partai di Singapura.  Penegmbangan paternalistik dan otoriter pemerintah inilah yang dipakai oleh PAP. Kemenangannya dibuktikan Denagn perkembangan ekonomi dan politik pada sebuh negara baru sehingga mereka terus mengembangkan ideologi kepemimpinannya untuk menggembleng dukungan dari penduduk kepada pemerintah dalam pembuatan kebiajakn domestik. Doktrin dari kepemimpinan ini adalah kepercayaan bahwa kelangsungan hidup suatu negara baru tergantung pada kemaunan dan ekmampuan individu dala mengadopsi prinsip-prinsip sosial yang juga tertuang dalam ajaran Konghuchu, ajaran agama etnis Tionghoa, mencapai sebuah kemkmuran dan keadilan yang mencerminkan gagasan pengorbana pribadi untuk kepentingan nasional.
Jadi aspek utama ideologi ini adalah penerimaan bahwa hanya PAPlah yang bisa menjamian kelangsungan hidup singapura dengan menetukan kepentingan nasionalnya. PAP menegmbangkan gaya pragmatis intervensionis yang menekan administrasi publik terpusat. Dibawah kepemimpinan  yang kuat oleh Lee Kuan Yew, sinagpura mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melaui industrialisasi berorientasi ekspor, dan berhasil menarik banyak investor asing. Keberhasilan ekonomi membawa peningkatan standart hidup masyarakat Singapura, dan ini adalah cerminan jajak pendapat dominasi politik Untuk PAP yang didominai oleh etnis tionghoa
Dan samapi kini  PAP menjadi sebuah Partai yang dominan. Walaupun ada partai-partai minor Ada banyak partai oposisi yang terdaftar di
Singapura, tapi banyak dari ini tidak aktif lagi. Para Barisan socialis adalah kekuatan yang kuat di tahun-tahun awal kemerdekaan tetapi tidak lagi aktif. Utama oposisi pihak sebagai tahun 2005 adalah Partai Pekerja (WP), Partai Solidaritas Nasional (NSP), Singapura Organisasi Nasional Melayu (PKMS), Singapura Partai Demokrat (SDP), dan Singapore Rakyat Partai (SPP). Dari jumlah tersebut, hanya Singapore Demokrat Partai, Partai Buruh, dan Singapore Rakyat Partai telah memenangkan kursi di Parlemen adn PAP lah yang masih tetap menjadi Sorotan mata internasional.



Pendekatan
Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok dalam studi politik diperkenalkanoleh arthur Bentley dalam The process of goverment yang terbit pertama kalai pada tahun 1908 dan dikembangkan antara lain oleh david trauman dalam The govermental Process. Analisis kelompok ini merupakan reaksi terhadap dua kecenderungan dalam studi politik, yaitu pendekatan institusional dan legalistik tradisional dalam studi politik, dan kecenderungan analisis politik yang menekankan segi normatif. Teoritisi kelompok ini mengusulkan pemusatan perhatian pada perilaku kelompok dan unsur-unsur empiruk dalam kehidupan politik[8].
            Menurut Banley, bahan dasar dari studi politik tidak bisa ditemukan dalam undang-undang, konvensi konstitusional, essei dan juga hal-hal yang bersifat ter,,,,,,,,,,tetapi harus ditemukan dalam kenyataan empirik. Pendapat ini hampir setengah abad di abaikan orang, sampai kemudian trauman memanfaatkan dan mengembangkannya, dan diikuti oleh teoritisi behavioralis seperti Samuel Eldersveld, Gabriel almond, Mancur Olson, Joseph La Palombara, Myron Weiner, dan Fred W. riggs[9]
            Studi politik ini memusatkan perhatian pada kumpulan individu yang mempunyai norma yang sama kemudian berinteraksi demi mengejar kepentingan bersama. Perhatian diarahkan pada kelompok karena kelompok dianggap lebih bisa mempengaruhi individu dan juga pengaruh kelompok terhadap proses politik lebih besar, sehingga karakteristik kelompok sangat berpengaruh terhadap perilaku individu dan individu denagn sendirinya akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
            Pandanagn bahwa orang-orang seharusnya menikmati hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dalam kerangka kerja politik yang membentuk kehidupan dan kesempatan kesmepatan mereka bararti bahwa mereka seharusnya mebikmati struktur tindakan politik bersama agar mereka bisa mengejar proyek-proyek mereka baik itu individual maupun kolektif sebagai agen-agen yang bebas dan sederajat. Struktur tindakan politik bersama, pada prinsispnya addalah dasar hubungan antara masyarakat denagn institusi yang dapat dipanadanag sebagai tindakan yang adil dan tidak berat sebelah berkaitan denagn tujuan, harapan dan aspirasi mereka.

Demokrasi Substantif.
Teorisasi demokrasi melahirkan dua pendekatan dalam mnegkaji konsep demokrasi yaitu pendekatan klasik ataau normatif dan pendekatan empirik atau minimalis. Pendekatan ini  terilhami aleh banyaknya tradisi pemikiran, sehingga pendekstan ini memaknai dan mengukur demokrasi secara maksimal dengan memasukan unsur-unsur yang bersifat non politik seperti sosial, budaya, dan ekonomi.
            Kebebasan yang dijadikan esensi demokrasi dimaknai tidak hanya sebagai kebebasan dalm politik, seperti bebas berbicara, memilih, berkumpul dan berorganisasi, tetapi juga menyangkut kebebasan sosial-ekonomi dimana rakyat terbebas dari ketidak adilan, kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, ketrebelakangan dan juga pengangguran. Karena ketimpangan sosial-ekonomi meruakan kendala bagi persamaan politik demokrasi, hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Rousseau, John Stuatr Mill dan juga Karl Marx.  Penyelesaian soal kelaparan, kemiskinan, kebodohan dan keterbeakangan merupakan syarat eger supaya Rule of Law dapat berjalan dengan baik, untuk itulah pemerintah mempunyai tugas untuk mengadakan pembangunan ekonomi. Hal ini pulalah yang coba diterpakan oleh negara singapura, yang selalu meningkatkan pertumbuhan infrastrukrur dan ekonomi dengan menarik investor asing pada negaranya, sehingga Singapura menjadi salah satu negara terkaya di Asia Selatan, hal itu tentu saja tidak lepas dari peran masyarakat yang mendukung transformasi negaranya, sehingga warga negaranya terbebas dari rasa takut, kemiskinan, ketidak adilan, penindasan juga kelaparan. Kumpulan hak-hak dan kewajiban yang juga dibangun oleh negara Singapura kepada masyarakatnya, memungkinkan prinsip ekonomi menjadi efektif yaiu dengan membatasi dan menghasilkan struktur tindakan poltik bersama yang nantinya akan mementukan kondisi kehidupan mereka.




DAFTAR PUSTAKA

1.      The Political Struggle Of the Twenty-first Century, J.W. Smith Institute for Economic Democracy Press,2008
2.      Capitalism, Democracy, and Welfare, TORBEN IVERSEN , 2005, Cambridge, Cambridge University Press
3.      Bernand  Crick, 2002 ,Democracy a very short introduction, oxford, new york
4.      The concepts and theories of modern democracy 3rd edition Anthony H. Birch, 2007, Routledge,  london
5.      democracy is a good thing (Essays on Politics,Society, and Culture in Contemporary China), Yu Keping,2009,brookings institution press, Washington, D.C.
6.      Why Democracy,Paul Fairfield, STATE UNIVERSITY OF NEW YORK PRESS, Albany,2008
7.      What is Social Democracy,Ingvar Carlsson and Anne-Marie Lindgren,Published by Arbetarrörelsens Tankesmedja and the publishing house Idé och Tendens,Stockholm
Sweden, 2007
8.      Dino Falaschetti, Democratic Governance and Economic Performance (How Accountability Can Go Too Far in Politics, Law, and Business),College of Law,Florida State University
Tallahassee.2009



[1] Huntington, samuel P,1997, gelombang Demokratisasi Ketiga,Grafiti,Jakarta
[2]
[3] Eddy Maszudi, pengamat masalah ekonomi-politik internasional dan Ketua Centre Strategic for Development and International Relations (CSDIR)
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_13_Mei diakses tanggal 23 desember 2011

[8] Mas’oed, mohtar, Studi Hubungan Inteernasional,Universitas Gajah mada
[9] Ibid,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar