“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Konflik Menurut Weber


Proposisi Konflik Weber
1.       Golongan subordinate akan lebih cenderung terlibat dalam konflik dengan golongan superordinate ketika mereka menarik diri dari legitimasi kewenangan politik yang ada (withdraw legitimacy from political authority).
2.       Golongan subordinate akan cenderung menarik diri dari legitimasi kewenangan politik yang ada, jika:
  1. Korelasi antara keanggotaan golongan subordinate di dalam klas, status group, dan hirarki politik adalah tinggi.
  2. Ada diskontinuitas atau tingkat ketidakadilan dalam distribusi sumber-sumber di dalam hirarki social adalah tinggi.
  3. Angka moblitas social vertical dalam hirarki social yang terkait dengan kekuasaan, prestise, dan kemakmuran adalah rendah.
3.       Konflik antara golongan superordinate dan subordinate akan cenderung tercipta ketika pemimpin kharismatik (charismatic leaders) mampu memobilisasi kebencian atau kemarahan golongan subordinate.

4.       Ketika pemimpin kharismatik sukses di dalam berkonflik, maka akan ada tekanan kepada kewenangan rutin (routinize authority) melalui sistem aturan dan administrative baru (new system of rules and administration).

5.       Ketika sistem aturan dan kewenangan admistratif ditekan atau diganggu, maka akan cenderung kondisi II-A, II-B, dan II-C dapat ditemukan, dimana selanjutnya golongan subordinate yang baru akan menarik diri dari legitimasi kewenangan politik, serta berusaha berkonflik dengan golongan superordinate baru, khususnya ketika bentuk-bentuk dominasi pilitik tradisional dan askriptif baru selalu ditekan oleh para elit.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar