“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Teori Policy Influencer System / Kebijakan Mempengaruhi Sistem



Oleh: Waidatun Hasanah - Mahasiswa HI UMM
Hubungan antara aktor-aktor dalam negeri ini dengan para pengambil keputusan disebut “policy influence system” atau biasa disebut dengan sistem pengaruh kebijakan. Policy influence system negara manapun merupakan serangkaian hubungan timbal balik yang sangat kompleks, antara pengambil kebijakan dengan policy influencers-nya. Policy influencers sering dianggap vital, karena merupakan sumber dukungan bagi para pembuat kebijakan dalam mengeksekusi kebijakan
Dalam bukunya yang berjudul Introduction to International Politic / Pengantar Politik Internasional, Coplin menganalisis struktur sistem pengaruh kebijakan menjadi empat kategori yang mirip dengan keempat tipe yang dikemukan oleh Gabriel Almond yaitu elite politik yang meliputi para pejabat terpilih seratai partai, elit administratif, elite kepentingan serta elite komunikasi, sedangkan menurut Coplin:

1.      Birokrat (bereaucratic influencer). Istilah ini digunakan untuk menunjuk kepada berbagai individu dan serta oganisasi didalam lembaga eksekutif pemerintahan yang membantu para pengambil keputusan dalam menyususn, serta melaksanakan kebijakan.
2.      Partisan[1] (partisan influencer). Influencers ini bretujuan menerjemahkan tuntutan-tuntutan masyarakat menjadi tuntutan-tuntuntan politis, yaitu tuntutan-tuntutan kepada para pengambil keputusan yang menyangkut kebijakan-kebijakan pemerintah.
3.      Kelompok kepentingan (interest influencer), Terdiri dari sekelompok orang yang bergabung bersama melaalui serangkaian kepentingan yang sama. Kelompok ini sangat dibutuhkan untuk menyerahkan sumber-sumber untuk mendapatkan dukungan dari pengambil keputusan. Dalam hal ini sumber yang dimaksud adalah dukungan finansial.
4.       Media massa (mass influencer), terbentuknya iklim opini atau opini publik, yang di gunakan oleh pembuat kebijakan melalui media massa.[2]
Dalam penelitian ini , peneliti lebih menekankan pada golongan yang ketiga, yaitu kepentingan yang mempengaruhi. Hal karena  terdiri atas sekelompok orang yang tergabung bersama dengan membawa kepentingan yang sama, yang belum cukup luas untuk bisa menjadi dasar bagi aktivitas kelompoknya, namun sangat dibutuhkan untuk menyerahkan sumber-sumber untuk mendapatkan dukungan dari policy influencer atau pengambil keputusan yang lain. Kebanyakan kepentingan ini bersifat ekonomis karena orang-orang sering dimotivasi unutk melakukan tindakan kolektif melalui persamaan kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang bersifat nonekonomis juga bisa digunakan sebagai dasar bagi tindakan mereka, terutama apabila ada ikatan-ikatan etnis atau geografis di antara mereka.[3]


[1] Karena kita membedakan influencers dari pengambil keutusan, maka kedalam kategori influencer partisipan tadi tidak termasuk para pejabat terpilih seperti yang dikemukakan Almond, kecuali apabula pada saat yang sam mereka memainkan peran didalam partainya. William D. Coplin, Introduction to International Politics: A Theorical Overview, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis (Terjemahan: M. Marbun), CV. Sinar Baru, Bandung,edisi kedua 2003, hal 82
[2] Ibid, hal 81
[3] Ibid, hal 85

1 komentar: