“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Arsitektur Keamanan Internasional Pasca Perang Dingin



Bahan Kuliah Hubungan Internasional
F. Fukuyama adalah seorang intelektual Amerika keturunan Jepang, dalam artikelnya yang terkenal The End of History, berpendapat bahwa dunia pasca Perang Dingin akan jauh lebih damai: tanpa perang. Mengpa? Karena menurut Fukuyama penyebab perang antar negara selama ini adalah persaingan ideologi. Maka berakhirnya Perang Dingin, yang berarti juga mengakhiri perang ideologi besar dunia, dengan sendirinya akan mengakhiri perang antar negara, khususnya antar negara-negara demokratis. (Lihat pandangan kaum Liberal Internationalism di atas).
                Perjuangan dan tindakan yang bersedia mengorbankan jiwa orang lain demi kepentingan yang abstrak seperti untuk mendapatkan status, pengakuan dan perjuangan ideologi, yang sebelumnya menjadi sumber semangat, imajinasi dan idealisme kebanyakan negara di dunia segera akan lenyap dan digantikan oleh pertimbangan kepentingan ekonomi, masalah lingkungan dan berbagai hal positif lainnya.Dengan kata lain, menurut Fukuyama, berakhirnya Perang Dingin, akan membuat masyarakat dunia (negara-negara) akan lebih pragmatis. Kerjasama antar negara-negara bangsa di dunia akan semakin meningkat sehingga kemakmuran, kesejahteraan dan kestabilan sosial, ekonomi dan politik segera akan terwujud.
Kritik Pandangan Fukuyama
Berakhirnya Perang Dingin tidak berarti berakhirnya rivalitas politik, ideologi, diplomasi, ekonomi, teknologi atau bahkan kekuatan militer antar negara bangsa di dunia. Seperti contoh negara China yang terus meningkatkan anggaran belanja militernya. Dan juga negara-negara lain di dunia seperti India, Korea Selatan, Jepang.dll. Benar bahwa ada kecenderungan perang antar negara negara demokratis semakin menyusut, tetapi bukan berarti kemungkinan perang semacam itu sudah hilang sama sekali. Seperti contoh terus meningkatnya anggaran belanja militer negara-negara di dunia. Negara-negara demokratis (yang utuh) di dunia masih sangat kecil jumlahnya dibandingkan negara-negara non-demokratis (lebih kurang 65:135).

Walaupun ada kecenderungan jumlah negara-negara demokratis terus semakin bertambah, namun proses pertambahan tersebut sering berjalan tidak mulus: maju- mundur (one step backward pattern).Tidak ada bukti yang kuat bahwa perdamaian berhubungan langsung dengan sifat demokrasi. Jangan-jangan hal tersebut bersifat hanya kebetulan (coincidence). Bahwa revival dari suatu ideologi mungkin terjadi. Suatu ideologi bisa saja meredup atau menghilang dari permukaan untuk satu atau beberapa generasi tetapi tetap dapat muncul kembali pada waktu berikutnya. Penerimaan demokrasi liberal secara universal, jika benar, tidak dengan sendirinya menghilangkan bibit-bibit konflik dalam masyarakat liberal itu sendiri.Kemenangan dan kekalahan suatu ideologi tidak berarti menutup kemungkinan munculnya ideologi baru yang dapat menjadi kompetitor yang sudah ada. (Misal Islam?)
ReaIitas Dunia Sekarang
Realitas duni apasca perang dingin adalah, dimana negara-negara yang ada meskpun sudah hidup dalam iklim internasional yang sistemnya cendrung terbuka dan demokratis. Dimana jalinan dalam kerjasama ekonomi, politik, dan budaya sudah menjadi sebuah fenomena umum tetap selalu dibayang-bayanig oleh kecurigaan dan rasa tidak aman dengan adanya ancaman-ancaman yang datang. Ancaman yan gadtang setelah perang dingin tidak hanya datang dari apa yang kita sebut sebagai negara. Dalam era globalisasi ini, ancaman dapat datang dari banyak aktor non state. Baik itu kelompok maupun aktor individu. Seperti contoh aksi-aksi terorisme, pembajakan kapal kargo, dan juga aksi-aksi penembakan warga sipil.
Fakta yang kemudian muncul adalah, menskipun negara-negara hidup dalam keadaan yang relatif damai tanpa adanya peperangan. Disisi lain negara-negara tersebut juga terus berusaha memperkuat persenjataannya. Hal ini dapat kita lihat dari semakin meningkatnya anggaran belanja militer beberapa negara yang ada. Meningkatnya anggaran belanja militer juga dapat disebabkan dengan adanya peningkatan dalam sektor ekonomi negara dan stabilitas politik.
Trend keamanan yang terjadi setelah perang dingin adalah dengan adanya pertahanan dan kerjasama kawasan regional. Karena sekali lagi yan gingin kami akatakan adalah, dalam dunia yang kontemporer seperti saat ini arti keamanan menjadi sangat komplek dan keamanan tidak hanya kita artikan sebagai serangan yang berbentuk kekerasan dan sifatnya merusak. Lebih dari itu semua, keamanan dapat berupa upaya-upaya pencegahan meyebarnya perdagangan gelap seperti senjata, obat terlarang, ganja, dan manusia. Dan untuk menagani kesemuanya tersebut sebuah negara tidak dapat melakukannya sendiri dan membutuhkan kerjasama dengan negarap-negar ayang berada disekitar negara tersebut.
Belanja Militer Dunia
Besarnya jumlah belanja militer dunia sekarang ini (2011) berkisar antara: US$2.157.172.000.000, atau setara dengan: Rp. 19.414.548.000.000.000 ,-(dengan asumsi US $ 1 = Rp. 9.000,-. Dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan sebesar lebih kurang 45%. (Sumber: Global Security.org, 2011). Sekarang ini paling sedikit terdapat sekitar 22.600 kepala nuklir (nuclear warheads) dengan total daya hancur mencapai 5000 megatons yang dimiliki oleh 5 negara nuklir utama. Amerika dan Rusia saja memiliki lebih kurang 21.600 kepala nuklir diantaranya.(Sumber: SIPRI 2011)
Faktor Penyebab Peningkatan Belanja Militer
Kombisanasi dari beberapa faktor berikut:
-          Tujuan Politik Luar Negeri (Kepentingan Geopolitik dan Geostrategik)
-          Ancaman yang nyata atau dipersepsikan
-          Konflik Bersenjata atau kebijakan yang berkaitan dengan operasi-operasi penjaga perdamaian
-          Tersedianya kemampuan ekonomi (Contoh China).
-          Korupsi
Faktor Penyebab Peningkatan Belanja Militer
Kombisanasi dari beberapa faktor berikut:
-          Tujuan Politik Luar Negeri (Kepentingan Geopolitik dan Geostrategik)
-          Ancaman yang nyata atau dipersepsikan
-          Konflik Bersenjata atau kebijakan yang berkaitan dengan operasi-operasi penjaga perdamaian
-          Tersedianya kemampuan ekonomi (Contoh China).
-          Korupsi

Apa Makna Data-Data tersebut?
Data tada tersebut dapat dimaknadi dengan, bahwa pandangan optimisme kaum endism atau liberal internationalism seperti dikemukakan oleh Fukuyama tampaknya perlu dipertanyakan. Dan juga pemikiran realisme politik masih tetap dominan dalam politik internasional. Selain itu, kekuatan militer tetap menjadi tumpuan bagi upaya negara-negara di dunia untuk mempertahanankan eksistensi, keamanan dan kepentingan nasionalnya masing-masing.
Bahwa karakter politik internasional tetap anarkis,tidak ada kekuatan supranasional yang mempunyai kemampuan untuk mengatur atau menegakan aturan demi ketertiban dan keamanan dunia. Bahwa sifat-sifat negara bangsa di dunia tetap tidak berubah: struggle for power, self-help, mengejar kepentingan nasional masing-masing dan cenderung untuk menggunakan kekerasan atau kekuatan militer. Hal ini dapat disimpulkan, meskipun negara0negara saat ini hidup dalam iklim internasional yang demokratis namun bahwa rasa saling curiga atau distrust antar sesama negara di dunia tetap tinggi. Adagium: “Tidak ada teman atau musuh yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi” tetap dipegang erat. “Jika ingin damai bersiaplah untuk perang” (seperti disampaikan Carl Von Clausewitz) tetap diyakini kebenarannya .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar