“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Memahami Konflik Berkepanjangan



Review Literatur Analaysing Conflict  dari : http://www.beyondintractability.org/library/essay-browse-tree.
Oleh Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com) 

Mata Kuliah Fondation in Peace and Conflict Studies

Konflik berkepanjangan merupakan sebuah konsep yang sangat kontroversi, yang mana memiliki arti suatu hal berbeda untuk sesuatu yang berbeda pula. Beberapa orang berpendapat bahwa sebuah konflik yang berkepanjangan tidak mungkin dapat diselesaikan oleh orang-orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Beberapa orang berpendapat bahwa terdapat sebuah konflik diluar sana yang sifatnya merusak, berlarut-larut, dalam dan mengakar, tanpa adanya resolusi, sifatnya sangat keras, berhenti dan stagnan. Yang mana konflik tersebut berbasis akan  identitas, kebutuhan, kompleks, sulit, dan ganas. Konflik yang sifatnya berkepanjangan dan berlarut-larut selalu berada pada kawasan abu-abu dan merupakan sebuah konflik yang memang terbentuk untuk menghindari sebuah resolusi, meskipun segala bentuk cara terbaik dalam resolusi telah dicoba  untuk diterapkan. Seperti contoh: aborsi, hak-hak homo seksual, hubungan antar ras di Amerika Srikat, hubungan Palestina-Israel, Srilanka, dan kasus Khasmir. Konflik-konflik semacam ini sangat jauh berbeda dari konflik seperti buruh dan perusahaan, konflik keluarga, konflik di tempat kerja, maupun konflik-konflik internasional yang dapat diatasi dengan jalan negosiasi. Untuk menangani konflik-konflik yang sifatnya berkepanjangan seperti ini, lebih dibutuhkan sebuah pendekatan yang berbeda dengan pendekatan  multi facted serta pendekatan yang lebih lama dan berkelanjutan.
Karakteristik Konflik Berkepanjangan
Pertama kita harus mengatakan bahwa konflik yang berkepanjangan bukanlah merupakan sebuah konsep yang dikotomi. Dengan kata lain, kita tidak memiliki dua hal yang mana salah satunya berkepanjangan dan menempatkan konflik tersebut dalam satu tempat dengan konflik yang lain. Sebaliknya, konflik berkepanjangan  ada dalam sebuah kontinium yang sangat panjang dimana konflik akan tampak sangat keras disalah satu bagian, dan terlihat sangat sederhana, serta sangat mudah di bagian lainnya, dan banyak konflik berada di suatu tempat di antara kedua ekstrem tersebut. Bentuk konflik berkepanjangan merupakan bagian dari sebuah negara yang dinamis. Konflik menjadi salah satu cara yang sesuai untuk bagaimana cara menangani konflik lainnya. Konflik akan meningkat pada skala yang lebih tinggi dan melibatkan sebuah pola yang berulang dan cendrung bergerak cepat pada pola kekerasan.
Konflik dengan penanganan yang terampil guna membatasi eskalasi dan kekerasan cendrung bergerak pada konflik yang lebih dapat distabilkan. Ada beberapa karakteristik yang justru membuat sebuah konflik akan sulit untuk ditangani. Beberapa orang cendrung mengatakan bahwa konflik tersebut “cendrung” teselesaikan. Seperti contoh adalah sebuah konflik yang tereduksi, beresiko tinggi, dan isu-isu yang tidak memiliki “Zona of Possible Agreement” (ZOPA) sering menjadi sebuah konflik yang panjang. Dimana para aktor yang terlibat konflik tidak lagi melihat “ Way Out”  (istilah Bill Zartaman. Intractability merupakan sebuah persepsi, bukan sebuah karakteristik yang dapat dirasakan oleh orang atau kelompok yang berbeda. Persepsi seperti ini akan sangat penting karena akan mempengaruhi tindakan. Jika konflik yang dianggap berkepanjangan  maka pihak yang terlibat dalam perselisihan cendrung akan berada dalam tindakan putus asa seperti bom bunuh diri. Apa yang mereka lakukan justru cendrung meningkatkan keberpanjangan dalam konflik tersebut.

Namun jika konflik dianggap berjalan keluar dari apa yang dinamakan konflik berkepanjangan, maka kredebilitas akan lebih diberikan kepada para pencipta perdamaian. Orang-orang yang berada dikedua sisi konflik akan berada ditengah untuk mencoba menengahi dengan beberapa bentuk perjanjian yang dibuat. Kuncinya adalah : memahami bahwa konflik ada untuk diselesakan dan jelas dapat dilakukan. Namun cara untuk mendefnisikan jalan keluar belum tentu dapat dilakukan dengan cara yang sifatnya subtantif namun setdaknya dapat dilakukan secara prosedural. Manusia harus sadar akan adanya hal-hal positif yang dapat mereka lakukan bahkan saat dalam situasi konflik yang sangat panjang. Ada sebuah langkah postif yang dapat dilambil unuk mengubah suatu konflik yang sifatnya destruktif menjadi sebuah konflik yang sfatnya konstruktif bahkan jika sebuah resolusi tidak kunjung ditemukan. Tindakan afirmatif cendrung meredakan ketegangan dan kemarahan yang ada dalam sebuah konflik namun tidak menyelesaikan konflik tersebut secara mendasar. Paling tidak terdapat tiga hal yang menyebabkan terjadinya konflik berkepanjangan:
o   Adanya perbedaan persepsi mengenai moral.
o   Tingginya distribusi isu mengenai konflik.
o   Adanya dominasi dari pecking order.
Penyebab konflik karena adanya perbedaan persepsi mengenai moral yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dn jahat yang mana berakar pada perbedaan agama, budaya, dan cara pandang mengenai dunia. Tingginya distribusi isu mengenai konflik selalu berkaitan dengan “siapa mendapat apa?” Dalam hal ini konflik akan dianggap sangat berharga dan tidak mungkin jika dilakukan dengan tidak adanya konflik. Konflik muncul akibat pendistribusian yang kruang merata/ tidak adil dan konflik dalam hal ini cendrung mengarah pada konflik yang panjang dan destruktif. Konflik dominasi atas pecking holder yaitu sebuah konflik atas kekuasaan dan status dimana konflik ini berada dalam sebuah hirarki sosial dan politik. Dimana orang atau kelompok dengan status lebih tinggi cendrung memenangkan konflik distribusi ini. Mereka cendrung melibatkan penilaian yang subyektif dari indvidu atau kelompok dalam melihat kebaikan, value, serta nilai sosial.
Kehadiran salah satu dari konflik tersebut tidak secara otomatis membuat sebuah konflik menjadi berkepanjangan. Namun lebih kepada akan membuat sebuah konflik berada pada sebuah kontinium. Konflik identitas melibatkan konflik akan status sosial dan hak istimewa dan distribusi submer daya yang langka, bersama dengan komponen moral, masing-masing kelompok akan percaya pada komponen moral masing-masing. Kombinasi dari ketiga konflik ini akan membuat sebuah konflik yang amat sulit untuk diselesaikan. Peter Coleman membuat perbedaan antara isu-isu, konteks, dan dinamika konflik. Isu: isu-isu konflik terselesaikan dengan cara yang bervariasi. Namun ada banyak masalah yang saling berkaitan dengan sumber daya, nilai-nilai, kekuasaan, dan kebutuhan dasar manusia. Coleman juga menyoroti tentang waktu. Konflik yang keras biasanya memiliki masa lalu yang luas, bergejolak, dan masa depan yang suram. Kebencian, ketakutan, dan sejarah kelam masa lalu yang kelam sulit untuk dilepaskan dan membuat mereka bergerak dalam sebuah hubungan baru yang sulit dengan mantan musuh mereka.
Konteks: banyak monflik yang dapat diselesaikan terutama pada tingkat konflik antar kelompok dan internasional, yang mana konflik tersebut tertanam dalam konteks perbedaan dan ketidaksetaraan. Sebuah konflik yang berakar dari sebuah sejarah kolonialisme, etnosentrisme, rasisme, seksisme, atau pelanggaran hak asasi manusia yang menyebabkan ketidakseimbangan besar kekuasaan yang disebut oleh Edward Azar “Viktimisasi Struktural” atau apa yang disebut oleh Johan Galtung sebagai kekerasan struktural. Dimana kedua istilah tersebut menunjukkan bahwa kelompok dengan daya rendahlah yang pada akhirnya dirugikan dalam strktur sosial masyarakat.
Dinamika: Konflik yang terselesaikan cendrung akan mengabadikan dirinya. Guy Burgess telah sering menyatakan bahwa musuh tidak selalu berada pada sisi lain dari konflik tersebut, melainkan berada pada proses eskalasi yang mengambil alih konflik di luar kendali pihak yang sedang bersengketa, dan mendorong mereka untuk bertindak dengan cara-cara yang semakin ekstrem. Meskipun eskalasi dalam sebuah konflik dapat terkendali, namun seringkali apa yang terjadi pada konflik sebelumnya justru  mengubahnya menjadi sebuah konflik yang lebih keras. Seperti sebuah jalan satu arah, yang mana tanpa adanya jalan lain yang dapat ditemukan, eskalasi mudah untuk jatuh ke dalam sebuah situasi yang sulit untuk menemukan jalan keluar dari kebutuhan manusia yang ditekankan oleh banyak ilmuan lainnya, yang di antaranya John Burton dan Herbert Kelman, yang percaya bahwa konflik yang mengakar lebih disebabkan oleh tidak adanya kebutuhan dasar keamanan, identitas, rasa hormat, keselamatan, dan kontrol. Kebutuhan akan teori kebutuhan manusia berpendapat,  bahwa sebuah konflik adalah non-negotiable. Dengan demikian, jika mereka tidak hadir, konflik yang dihasilkan akan tetap berlangsung sampai struktur masyarakat berubah untuk menyediakan kebutuhan seperti untuk semua.
Identitas merupakan kebutuhan manusia yang dipilih oleh banyak penulis (terutama Jay Rothman dan John Paul Lederach sebagai pendorong utama konflik dapat terselesaikan. Ketika identitas terancam, orang merespon sangat negatif dan mengambil tindakan baik defensif ataupun sebuah tindakan untuk melindungi apa yang mereka lihat sebagai esensi dari diri mereka sendiri. Konflik identitas khususnya tidak konflik berbasi pada hal yang berkaitan dengan kepentingan yang dinegosiasikan, jadi jika mereka didekati dengan negosiasi berbasis individu.
Kompleksitas: Kompleksitas semata-mata masalah ini juga berkontribusi terhadap konflik yang berkepanjangan. Ada begitu banyak isu dan pihak-pihak yang sering tidak logis yang memungkinkan mereka untuk melakukan semua yang diperlukan untuk mendamaikan kepentingan yang saling bersaing, bahkan ketika rekonsiliasi tersebut secara teoritis mungkin. Bahkan ketika semua orang tahu "jalan keluar," kompleksitas dapat membuat sebuah hal yang tampaknya mustahil untuk sampai ke sana.
Faktor Sosial-Psikologis: konflik yang terselesaikan biasanya akan memiliki konflik dalam kelompok maupun antar kelompok. Morton Deutsch berpendapat bahwa konflik internal sebenarnya melanggengkan konflik eksternal, sebagai seorang pemimpin sebuah kelompok seseorang harus dapat mengabadikan konflik eksternal untuk mempertahankan identitas mereka sebagai pemimpin serta untuk mendorong kohesivitas kelompok. Ketakutan akan kehilangan identitas juga membuat para pemimpin yang terlibat dalam sebuah konflik terkadang melakukan lebih banyak hal yang berbahaya daripada hal-hal baik. Jika mereka melihat ada jalan keluar yang tidak mengakui bahwa semua pengorbanan yang telah merak lakukan adalah sebuah hal yang salah atau sia-sia, mereka akan terus menyerukan agar lebih banyak lagi untuk melakukan pengorbanan, daripada mengakui bahwa mereka telah membuat sebuah kesalahan.
Konsekuensi Dari Konflik Berkepanjangan
Konsekuensi dari konflik berkepanjangan merupakan hal-hal yang sifatnya negatif, karena konflik yang panjang cenderung dilakukan dengan cara-cara yang keras dan merusak. Kekerasan yang sangat umum di antar kelompok dan konflik internasional menyebabkan terganggunya kehidupan dan kerusakan properti yang luas. Hal ini menciptakan pengeluaran dalam hal biaya ekonomi besar-besaran, yang juga turut dilengkapi dengan biaya untuk pertahanan. Disisi lain,  biaya sosial dan trauma psikologis yang harus dikeluarkan juga besar, hal ini terkait dengan: ketakutan, kebencian, kemarahan, rasa bersalah yang sangat sulit untuk sementara menangani konflik yang sedang berlangsung, dan sama-sama sulit untuk memperbaiki segala hal setelah konflik tersebut selesai. Konflik keras dapat sangat paradoks, karena mereka menyebabkan pihak yang berselisih untuk menghancurkan diri mereka sendiri serta hal-hal yang mereka nilai terdapat upaya dalam menghancurkan yang lain. Bahkan tujuan menghancurkan antara satu dengan yang lainnya dipandang sebagai sebuah tingkatan tertinggi dalam konflik. Hal yang demikian amatlah sangat destruktif bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik.
Beyond Intractability
Pertama, meskipun konflik yang sangat  panjang mungkin tidak akan pernah berakhir, mereka tidak akan putus asa untuk melakukan resolusi jangka pendek. Para pihak, dengan atau tanpa bantuan perantara, bisa bergerak di luar konflik yang panjang untuk membuat interaksi yang sifatnya merusak menjadi lebih konstruktif. Bahkan ketika konflik tidak dapat diselesaikan, semua pihak bisa belajar untuk hidup bersama meskipun dengan  ketidakpercayaan yang ada, permusuhan terbuka, dan kekerasan. Disisi lain mereka dapat belajar untuk bekerja dengan orang-orang yang berbeda, bahkan jika perbedaan itu tidak juga hilang, mereka akan datang untuk memahami alasan atas perbedaan yang terdapat diantara mereka. Kedua, terkadang konflik yang berbentuk konflik panjang merupakan sebuah konflik yang tidak berujung. Ketiga, jika kita mengabaikan konflik yang panjang, sangat sering kita hanya akan membuat konflik tersebut bertambah buruk.

Nature of Intractability
Menunjuk pada sebuah konflik tertentu sebagai sesuatu yang panjang atau bahkan tidak bisa diperdebatkan karena berbagai alasan. Setiap konflik berubah dari waktu ke waktu. Akibatnya, karakterisasi konflik yang dapat  terselesaikan tergantung pada perspektif waktu yang digunakan, serta kualitas dari konflik yang dianggap ciri dari konflik yang panjang. Isu-isu yang merujuk pada sebuah konflik tertentu sebagai konflik yang panjang menunjukkan sifat yang dinamis dan kompleks dari panjangnya konflik tersebut, yang juga memiliki beberapa dimensi dan variasi dari waktu ke waktu dan di antara berbagai kelompok musuh. Namun demikian, konsep konflik berkepanjangan menggabungkan unsur-unsur inti tertentu. Pada dasarnya, konflik berkepanjangan bertahan untuk waktu yang lama.
Sifat Konflik dan Intractability
Karena konflik berkepanjangan merupakan kualitas konflik sosial tertentu, salah satunya yang juga harus menjelaskan tentang definisi konflik sosial dan cara-cara utama di mana letak perbedaan mereka. Mengadopsi arti yang luas mengenai konflik sosial di sini: yaitu sebuah hubungan di mana setidaknya satu pihak memiliki tujuan yang tidak kompatibel dengan yang lain. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai cara, mengubah dari waktu ke waktu. Jadi didefinisikan, banyak konflik dilakukan sesuai dengan aturan lawan dan dianggap sebagai sesuatu yang sah. Hal ini berlaku di sebagian besar konflik dalam negeri, dilancarkan dalam konteks lembaga-lembaga politik dan hukum. Selain itu, konflik tersebut secara luas dipandang sebagai melayani kepentingan musuh dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
Mendefinisikan Konflik Berkepanjangan
Konflik berkepanjangan , seperti konsep konflik sosial itu sendiri , yang mengandung berbagai pengertian . Bagi sebagian pengamat, konflik berkepanjangan merupakan sebuah konsep analitik , tetapi partisan dan perantara dapat menggunakan istilah untuk menggambarkan konflik . Dalam esai ini , konsep dilakukan  secara analitis dan dan dibagi ke dalam tiga dimensi stres :
o   konflik berkepanjangan yang berlarut-larut , konflik yang bertahan untuk waktu yang lama ;
o   Mereka beranggapan bahwa  musuh atau kepentingan pengamat dianggap merusak , dan
o   Partisan dan perantara berusaha , tetapi gagal , untuk mengakhiri atau mengubah mereka .
Setiap konflik memiliki batas waktu yang bervariasi. Pengukuran waktu tersebut tergantung pada identifikasi para pihak pada setiap sisi yang ada dari konflik yang terjadi. Tidak semua konflik dalam jangka waktu yang lama disebut sebagai konflik berkepanjangan. Para pengamat cendrung menganggap konflik berkepanjangan sebagai saat dimana sebuah konflik terjadi secara terus menerus dan berpotensi menjadi ancaman datangnya kekerasan yang luas dan prilaku merusak. Upaya untuk mengakhiri sebuah konflik yang panjang dan merusak tentu terus diupayakan. Dapat dilakukan oleh para pendukung dari satu atau lebih para pihak yang terlibat atau dengan bantuan para pihak dari luar. Dalam dimensi ini biasanya usaha, sumber daya yang digunakan, serta frekuensi upaya perdamaian yang dilakukan. Konflik diwujudkan dalam bentuk perselisihan politik dan ekonomi dapat bertahan selama beberapa generasi dan dapat meledak menjadi konflik yang sangat destruktif yang dapat berakhir dengan kehancuran selah satu pihak. Ada dimensi yang sifatnya independen dimana tingginya level pada suatu dimensi akan membuat level yan gtinggi pula pada dimensi lainnya. Keadaan yang demikian cendrung melahirkan sebuah konflik yang destruktf dan berkepanjangan yang membuat upaya perdamaian menjadi gagal.
Karakter suatu konflik berubah menjadi lebih atau kurang dapat dilihat sebagai variasi dari komponen inti setiap konflik. Terdapat empat komponen inti konflik sosial:
o   Identitas atau konsepsi para musuh tentang diri mereka snediri dan dari musuh-musuh mereka.
o   Keluhan yang ada pada diri mereka antara satu dnegan yan glainnya.
o   Tujuan yang mereka bentuk untuk merubah dan mempengaruhi diantara mereka.
o   Sarana ang mereka gunakan untuk mencapai tujuan.
Beberapa konsep mengenai diri sendiri dan orang lain, mengenai alasan tertentu, berbagai tujuan tertentu, dan metode konflik tertentu memiliki potensi untuk menjadikan sebuah  konflik menjadi dan terus berkepanjangan. Cara di mana anggota dari masing-masing pihak dalam konflik melihat diri kolektif mereka dibentuk oleh konsepsi mereka tentang kolektivitas lain dan dengan bagaimana orang-orang lain melihatnya. Secara umum, anggota dari satu atau lebih pihak sering melihat diri mereka sebagai superior kepada anggota pihak lain, yang pada akhirnya meningkatkan konflik menjadi tidak terselesaikan. Dalam hal yang lebih ekstrim, pada satu sisi kelompok tersebut melihat kelompok lain sebagai target sub-human atau jahat, dan sebagai target  kehancuran.  Anggota dari satu atau lebih pihak dalam setiap konflik memiliki keluhan, yang beberapa di antaranya berkontribusi pada konflik berkepanjangan. Ini adalah kasus ketika anggota dari satu sisi merasa terlalu dirugikan oleh penindasan dan ketidakadilan yang diberlakukan oleh pihak lain, atau merasa bahwa keberadaan mereka sedang bahaya dan terancam. Perasaan seperti tersebut cenderung ditemukan dalam konflik yang berkepanjangan.
Karakteristik Dari Konflik Berkepanjangan

Konflik internasional tidak dapat dilihat sebagai sebuah fenomena kesatuan. Mereka memiliki banyak fitur yang berbeda. Ada beberapa konflik yang memang dilancarkan secara konstruktif, di mana pihak yang terlibat dapat menjembatani perbedaan mereka melalui negosiasi atau cara-cara damai lainnya. Namun disisi lain terdapat pula konflik lain yang mengikuti jalur destruktif . Konflik tersebut dapat terjadi antara individu , kelompok , atau negara. Dimana dalam konflik tersebut hanya  seiap pihak cendrung menolak setiap upaya manajemen perdamaian , dan terus dan terus menuju tingkat intensitas permusuhan yang lebih tinggi dan cenderung pada kekerasan. Ada banyak konflik terselesaikan dalam hubungan internasional. Beberapa konflik tersebut berlangsung di dalam sebuah negara ( dan sering tumpah ke lingkungan eksternal ) , dan beberapa konflik juga berlangsung dengan melibatkan antara negara-negara. Tidak ada keraguan bahwa mereka adalah satu di antara konflik yang paling berbahaya di dunia saat ini . Mereka mengancam tidak hanya lingkungan mereka , tapi juga mengancam seluruh daerah dan sebagian besar dunia. Konflik-konflik ini telah mendominasi arena internasional dan telah melahirkan banyak kekerasan dan terorisme yang kita saksikan hari ini .
Penyelesaian Konflik Berkepanjangan
Pertama dan yang terpenting adalah kita harus mengakui bahwa tidak ada pra penasbihan tentang diskursus atau dinamika konflik. Tidak selamanya sebuah konflik itu berkepanjangan dan sejalan dengan kooperatif. Beberapa konflik meletus dan dapat diselesaikan secara damai dalam waktu yang singkat, dan adapun konflik lain, yang hanya menentang setiap upaya penghentian konflik tersebut. Secara umum , kita dapat mengatakan bahwa konflik atas isu-isu yang mengakar ( misalnya identitas dan kebutuhan manusia ) cenderung menghasilkan lebih banyak perselisihan dan kekerasan dan menjadi sebuak konflik yang sifatnya berlarut-larut . Konflik berkepanjangan juga lebih mungkin menjadi sebuah konflik yang berbentuk kekerasan dan destruktif , dan tentu saja lebih sulit untuk menangani atau mengelola konflik tersebut nantinya. Perasaan yang mendalam dari rasa takut serta permusuhan yang ditambah dengan perilaku destruktif membuat konflik-konflik ini kian sangat sulit untuk ditangani dan diselesaikan.
Konflik berkepanjangan  memiliki fitur yang sama dengan konflik-konflik lain. Dengan demikian, kita harus dapat menerima kemungkinan bahwa konflik yang berkepanjangan dapat dikelola dan diselesaikan. Dengan demikian sebuah konflik dapat terselesaikan, pertama dan terutama  adalah tahapan  proses ( bukan hanya sebuah kekerasan tunggal ) hubungan kompetitif yang panjang selama periode waktu tertentu serta melibatkan persepsi yang saling bermusuhan dan sesekali dengan menggunakan aksi militer. Istilah itu sendiri bertindak sebagai pengintegrasian konsep yang berarti juga sebuah proses di mana negara menjadi terikat dalam sebuah jaringan dengan interaksi yang sfatnya negatif dan berorientasi saling bermusuhan. Pola seperti ini terus diulang, yang tentu saja terus memburuk, dan terus diulang dengan begitu sering dengan pihak yang terlibat didalamnya sehingga  tidak dapat mengekang, atau mengelola eskalasi hubungan mereka. Mengingat karakteristik konflik berkepanjangan diantaranya adalah kurangnya kontak antara pihak-pihak terkait, permusuhan dan kekerasan berulang-ulang , tampaknya masuk akal untuk menunjukkan bahwa salah satu jalan keluar dari dilema ini adalah dengan menerima beberapa bentuk  mediasi dari pihak ketiga . Pihak ketiga dapat memainkan peran yang sangat berguna dalam konteks penyelesaian konflik.
Karakteristik Konflik Berkepanjangan
Konflik berkepanjangan jelas berbeda dari konflik lainnya . Karakteristik utama dari konflik ini dapat diringkas sebagai berikut :
o   Dalam hal pelaku , konflik berkepanjangan melibatkan negara atau aktor-aktor lain dengan rasa panjang akan sejarah yang sulit, dan keinginan yang kuat untuk memperbaiki atau membalas hal tersebut .
o   Dalam hal durasi, konflik berkepanjangan berlangsung selama jangka waktu yang panjang.
o   Dalam hal masalah, konflik berkepanjangan melibatkan isu-isu yang berwujud  identitas , kedaulatan , atau nilai-nilai dan keyakinan .
o   Dalam hal hubungan konflik berkepanjangan melibatkan persepsi yang terpolarisasi permusuhan dan permusuhan, dan perilaku kekerasan dan merusak .
o   Dalam hal geopolitik , konflik berkepanjangan biasanya berlangsung di mana negara-negara penyangga ada di antara blok kekuatan besar atau peradaban .
o   Dalam hal pengelolaan , konflik berkepanjangan menolak berbagai upaya manajemen konflik dan memiliki riwayat mengenai upaya perdamaian yang gagal.
Dimana hal-hal diatas adalah norma-norma yang diterima dari interaksi, upaya yang terus menerus pada resolusi harus datang dari luar,  yaitu dari berbagai pihak ketiga yang sesuai. Bagaimanapun cara kita melihat mereka , konflik berkepanjangan menimbulkan bahaya besar bagi sistem internasional. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa banyak kekerasan dalam hubungan internasional dapat dipertanggungjawabkan oleh perilaku beberapa negara kunci dalam konflik berkepanjangan. Oleh karena itu , mencari cara untuk mengelola atau mentransformasikan konflik menjadi sesuatu yang lebih konstruktif sangatlah penting.
Critical Comment
Konflik berkepanjangan sering kali muncul tidak hanya akibat adanya wilayah abu-abu dalam sebuah konflik. Namun jauh dari pada itu, terdapat hal-hal yang sifatnyalebih kepada hal-hal ideologis seperti faktor sejarah masa lalu, seperti contoh terdapat kelompok dalam masyarakat muslim yang beraliran keras dan ingin mengembalikan kejayaan Islam dimasa lalu. Konflik berkepanjangan sering kali muncul akibat adanya ketidak mampuan sistem internasional untuk menegakkan hukum internasional secara independen. Sering kali penegakan hukum dilakukan karena adanya kepentingan suatu negara terhadap negara lainnya. Sehingga seringkali konflik perbatasan menjadi sebuah isu hangat yang terus diperbincangkan dan tidak pernah kunjung usai, seperti contoh kasus Khasmir antara India dan Pakistan. Ataupun perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Terkadang konflik tersebut memang sengaja dibiarkan untuk terus ada yang sewaktu-waktu justru digunakan sebagai sumber legtimasi dari penguasa. Pada tulisan diatas, sumber dari konflik berkepanjangan hanya ditekankan pada aspek kelompok dan golongan. Karena pada dasarnya, setiap kelompok pasti memiliki pemimpin yang juga memiliki kepentingan. Dan salah satunya adalah kepentingan untuk berkuasa.
Tulisan diatas belum dapat mengena pada aktor yang berbasis individu yang memanfaatkan kelompoknya untuk mendapatkan apa yang menjadi kepentingannya. Sehingga konflik yang pada dasarnya berbasis konflik kepentingan menjadi sebuah konflik kelompok yang berkepanjangan. Dan biasanya, konflik tersebut dibalut dengan alih-alih ideologi, politik, serta ekonomi. Dalam penyelesaian konflik juga lebih ditekankan adanya pihak ketiga, yang mana hal tersebut juga sulit terealisasikan jikalau tidak ada keinginan untuk berdamai dari para pihak yang bertikai.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar