“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Metode Riset Dalam “Framing Riset”



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Menentukan seberapa kuat riset yang kita lakukan dan mengetahui posisi kita dalam riset. Hal ini penting untuk diperhatikan kerana merupakan pondasi dasar dalam sebuah penelitian. Penelitian yang dilakukan bukan hanya sekedar mencari data semata, lebih dari itu, penelitian yang dilakukan adalah untuk mencari ilmu pengetahuan baru dalam penelitian tersebut. Karena sejatinya penelitian adalah aktifitas memproduksi sebuah ilmu pengetahuan baru. Dalam sebuah penelitian kita akan dihadapkan pada, pengetahuan apa yang kita cari dan apa yang akan kita peroleh. Untuk membuat sebuah penelitian yang baik, kita dapat memulainya dengan membuat sebuah reason (alasan) mengenai penelitian yang akan kita lakukan. Setelah kita menentukan alasan, barulah kita menentukan cara mana yang lebih sesuai untuk melakukan penelitian tersebut dalam hal ini dapat dikatakan memilih sebuah metode. Adapun pilihan sebuah metode lebih ditentukan oleh objek dan juga krakteristik dari penelitian yang kita lakukan. Adapun alurnya dapat kit alihat dibawah ini:
Alasan – Metode – Collecting Data – Seleksi Data
Seorang peneliti, tidak akan bisa melakukan penelitian jika tidak memiliki frame untuk melihat data-data yang ada. Adapun kebutuhan yang kita butuhkan dalam setiap fase membangun pondasi penelitian adalah sebagai berikut:
·         Apa yang kita kaji? (Berbicara tentang nature dari dunia sosial)
·         Obyektif:  Penelitian dan obyek yang akan diteliti harus ada jarak.
·         Subyektif: Pengalaman peneliti juga masuk dalam penelitiannya.
Adapun implikasi dari pemisahan model ini adalah, adanya perbedaan dari hasil penelitian. Seperti contoh, penelitian yang obyektif akan memiliki hasil yang sifatnya lebih universal dibandingkan denga penelitian yang subyektif dimana hasil penelitiannya lebih pada partikular dan tidak ada hasil yang dapat digeneralisasi. Setelah memahami itu semua, sekarang kita akan beranjak pada fase “bagaimana kita memahaminya?” (how to study). Pertama kita akan membahas jenis ataupun bentuk penelitian yang sifatnya obyektif. Dalam penelitian jenis ini, peneliti hanya dituntut untuk dapat mengambarkan apa saja yang ada di dalam obyek yang sedang diteliti. Dan juga peneliti harus dapat menjelaskan dan menyingkap bagaimana hukum-hukum yang ada dan berlaku dalam penelitian tersebut. Kedua adalah penelitian yang subyektif, diaman dalam penelitian ini , para penilit berbasiskan pada cara “memahami” (understanding). Dan penelitian jenis ini berbasiskan pada keterlibatan peneliti dalam penelitian. Seperti yang akan kita ambil contoh dalam penelitian yang sifatya obyektif (sesuatu yang berada diluar positivistik) adalah, saat kita bicara tentang kemiskinan. Kemiskinan merupakan “sesuatu” yang berada jauh diluar dari diri peneliti. Yang mana untuk mengatakan arti “miskin” itu sendiri tergantung dari kesepakan kita bersama memaknai arti kata msikin tadi. Karena dalam hal ini, miskin merupakan sesuatu yang dapat diukur (intersubjektif). Yaitu dapat diukur dari bagaimana kita memaknai dari orang-orang mengatakan apa itu kemiskinan. Dan orang-orang akan melakukan kesepakan untuk memaknai suatu kejadian.

                Adapun sebagai contoh dalam penelitian yang sifatnya subyektif, adalah  bagaimana seorang peneliti dapat memahami bagaimana seseorang dapat menjadi fundamentalis. Diamna seorang peneliti harus dapat terjun dan berkecimpung langsung dalam kegiatan-kegiatan dari obyek yang diteliti. Karena akan sangat sulit jika kita memahaminya melalui pendekatan yang obyektif. Maka dari situlah mengapa pendekatan yang subyektif lebih menekankan bagaimana seorang peneliti dapat memahami obyek yang sedang menjadi bahan penelitiannya. Meskipun demikian, baik keduanya antara obyektif dan subyektif tidak terdapat istilah saling mendominasi antara keduanya. Dimana pendekatan keduanya memiliki tempat dan posisi yan gsama dalam sebuah penelitian. Dimasa lalu penelitian sosial terpengaruh dengan ilmu alam. Yang mana dalam penelitian ilmu alam (ilmu pasti) memiliki tingkat akurasi yan gsangat tinggi. Hal ini karena perbedaan dari obyek yang diteliti antara ilmu alam dengan ilmu sosial. Dimana dalam ilmu alam, obyek yang diteliti merupakan obyek yang cendrung memiliki tingkat dinamis yang amat rendah dan dapat dibuktikan dengan akurasi angka yang tepat. Seperti contoh, saat kita merebus air baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Maka air tersebut akan mendidih jika suhunya telah mencapai 100 derajat celcius. Berbeda dnegan ilmu sosial, yang mana obyek yang diteliti adalah manusia yang memiliki dinamika yang sangat komplek. Jika dalam ilmu alam 1+1=2 maka dalam ilmu sosial 1+1 bisa saja menjadi 5, 7,9 atau lebih tinggi lagi. Hal tersebutlah yang juga menjadi alasan, mengapa penelitian dalam ilmu sosial dapat lebih menarik.
                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar