“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Meningkatknya Nilai Perdagangan India-ASEAN



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail)
India kini telah tumbuh menjadi negara dengan laju perekonomian tercepat keempat setalah china, jepang, dan Korea Selatan. Hal ini menandakan, kondisi perekonomian India telah jauh berbeda dengan India era tahun 1990-an. Selain itu, secara geografispun letak ASEAN dekat dengan India yang memungkinkan pula untuk menekan harga barang produksinya melalui jasa pengiriman. Dengan kata lain, baik India maupun negara-negara anggota ASEAN memiliki kesempatan yang sama untuk dapat berkontribusi dalam kerjasama perdagangan bebas tersebut. Selain itu antara India dan ASEAN berkomitmen dalam pentingnya peran dan kontribusi sektor bisnis dalam meningkatkan perdagangan dan investasi untuk pembangunan dalam negeri antara kedua belah pihak. Singkatnya sektor-sektor bisnis di kedua belah pihak baik India maupun  Asia Tenggara memanfaatkan pertumbuhan reformasi dan liberalisasi ekonomi yang kuat di India.
Perekonomian India dan Asia Tenggara umumnya dianggap sebagai ekonomi komplementer, dengan keunggulan India dalam perangkat lunak serta layanan jasa dan industrinya dengan kekuatan Asia Tenggara dalam bidang manufaktur. Komplementaritas ini mendasari dorongan kuat pemerintah untuk dapat lebih dekat dalam melakukan kerjasama bilateral dalam bidang ekonomi, yang mana di contohkan dalam pembangunan kelembagaan dan kerangka ekonomi pada tingkat bilateral, subregional, dan regional. Saat ini Asia Tenggara juga melihat India  sebagai negara yang juga memiliki niali ekonomi karena banyak faktor, dan yang terpenting adalah India muncul sebagai salah satu negara Asia dengan ekonomi yang sedang bangkit dengan populasi yang besar dengan pertumbuhan kelas menengah dan pasar konsumen yang besar. Asia Tenggara menganggap India memiliki potensi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sangat besar. Beberapa negara ASEAN telah mengadopsi “look west policy” guna mencocokkan dengan look east policy milik India. ASEAN dan India memiliki banyak kepentingan bersama dalam berbagai macam bidang seperti tekhnologi informasi dan telekomunikasi, kesehatan masyarakat, kedokteran, perdagangan, investasi, dan pertanian. 

Keunggulan Komparatif India dan ASEAN



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail)
Liberalisasi yang dilakukan India adalah dengan cara membuka peluang investasi langsung bagi asing, pembukaan izin industri dan usaha, serta penghapusan lisensi Raj secara bertahap[1]. India membutuhkan wilayah pemasaran bagi produk industrialisasinya. Dalam beberapa hal, terdapat hasil produksi  negara-negara ASEAN yang tidak dimiliki oleh India, kerjasama ekonomi antara India dan ASEAN tidak lain adalah sebuah jalan untuk saling melengkapi sebagaimana dalam teori liberalisasi mengenai keunggulan komperatif. Para kaum liberal memusatkan perhatiannya pada ekonomi dan perdagangan, karena mereka yakin perdagangan memiliki dampak positif karena dapat mendorong “multiplier effect” pada ekonomi dan memperluas lapangan kerja.[2]
Kerjasama yang dibangun antara India-ASEAN merupakan sebuah bentuk kerjasmaa gabungan untuk saling melengkapi kebutuhan pasar masing-masing negara. Dengan melakukan efisiensi, seperti penghapusan tarif masuk, serta permudahan perizinan investasi. Dengan adanya permudahan izin mendirikan usaha dan investasi akan memungkinkan untuk sebuah perusahaan melakukan ekspansi produksinya ke negara lain dengan tujuan menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang di negara tersebut. Selain itu impor berarti akan memperbanyak pilihan barang yang bisa dibeli oleh konsumen, dan sering kali dengan harga yang lebih murah dan mutu produk yang lebih baik dari pada produk lokal. Karena perdagangan memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut, maka perdagangan juga membantu meningkatkan integrasi ekonomi internasional yang pada akhirnya dapat membantu mendorong perdamaian dunia melalui kerjasama ekonomi dan menciptakan masyarakat ekonomi kawasan.[3]

Liberalisasi Sebagai Pendorong Lahirnya AIFTA



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail)
India sadar bahwa kebijakan sistem ekonomi tertutup sejak 1951 hingga 1990 hanya menahan pertumbuhan dan terus menghambat kemajuan India dari negara-negara lainnya. Liberalisasi melalui reformasi ekonomi yang dilakukan India menjadikan ekonomi India terintegrasi dengan ekonomi global dan termasuk ekonomi negara-negara regional ASEAN. Terintegrasinya eknomi India menjadi jalan tersendiri bagi terbukanya jalur perekonomian Asia Selatan melihat posisi India sebagai negara yang paling memiliki pengaruh dikawasan tersebut. Selain itu ada realisasi kebutuhan india untuk merubah model pertumbuhan inward looking yang telah dianutnya sejak awal kemerdekaan[1]. India berusaha menjalin kembali hubungan ekonomi dengan ASEAN karena India merasa bahwa ASEAN merupakan sebuah wilayah yang strategis bagi negara berkembang seperti India untuk dapat mengembangkan laju pertumbuhan ekonomi dan perdagangan strategisnya[2]. Untuk mempercepat laju integrasi ekonomi dengan Asia Timur, India harus dapat mengatasi hambatan yang berkenaan dengan kelembagaan guna meningkatkan iklim investasi yang ada di dalam negeri. Dimana India menargetkan hal tersebut melalui reformasi dan liberalisasi ekonominya. Perubahan semacam ini akan membuka pasar yang lebih luas untuk kompetisi. Yaitu dengan merubah prilaku ekonomi yang berbasiskan pemerintah menjadi sebuah sistem berbasiskan pasar.  Melalui jalur liberalisasi India berusaha untuk meningkatkan orientasi ekonominya keluar dan meningkatkan kerjasama dalam hubungan ekonomi dengan negara lain.


[1] Anand, Mohit. Dalam “India-ASEAN Relations Analaysing Regional Implications”. IPCS Special Reports May 2009, Hal: 3. Diakses melalui www.ipcs.org/pdf_file/issue/SR72-Final.pdf . Pada tanggal 19 Juli 2013.
[2] Marg, Tansen. Dalam “Executive Summary, federation of Indian chambers of commerce and industry federation house. New Delhi 2001”. Diakses melalui http://www.ficci.com/spdocument/20186/India-ASEAN-Report-Exec-Summry.pdf. Pada tanggal 24 Juli 2013.

Liberalisai masa Pemerintahan Atal Behari Vajpayee (1998-2004)

Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail)
Periode pertama pemerintahan Perdana Menteri Atal Behari Vajpayee adalah ditahun 1996, setelah partai BJP menang dalam pemelihan umum. Namun masa pemerintahan Atal Behari Vajpayee di tahun ini amatlah singkat, dikarenakan BJP gagal untuk dapat mendapatkan dukungan dari berbagai pihak sehingga masa pemerintahannya di tahun 1996 hanya selama 16 hari yang setelah itu pada 1 juni 1996 kursi Perdana Menteri  India digantikan oleh H. D. Deve Gowda[10]. Atal Behari Vajpayee kembali menduduki kursi pemerintahan untuk kedua kalinya di pada tanggal 19 Maret 1998.
Pada tahun awal masa pemerintahannya Atal Behari Vajpayee berhasil melakukan uji coba nuklir. Perdana Menteri Atal Behari Vajpayee banyak memperkenalkan reformasi ekonomi dan membangun infrastruktur-infrastruktur penting dalam negeri ,mendorong sektor swasta dan investasi asing, serta mendorong penelitian dan pengembangan dan swastanisasi beberapa perusahaan milik pemerintah[11]. Pada tanggal 13 Oktober 1999 Atal Bihari Vajpayee kembali mengambil sumpah sebagai Perdana Menteri India untuk ketiga kalinya[12]. Pemerintahan pada masanya dihadapi oleh tantangan yang datang dari masyarakat berupa keamanan, integrasi wilayah, serta adanya pemerintahan yang stabil dan kuat. Hal tersebut tidaklah terwujus tanpa adanya ekonomi yang kuat, maka PM Atal Bihari Vajpayee memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat India.
Pada bulan Maret di tahun 2000, Bill Clinton yang saat itu menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, melakukan kunjungan kenegaraan ke India. kunjungan kenegaraan Bill Clinton merupakan kunjungan Presiden Amerika Srikat pertama ke India dalam 22 tahun terakhir. Kunjungan Presiden Clinton ke India dielu-elukan sebagai tonggak penting dalam hubungan antara kedua negara[13]. Dalam kunjungannya Presiden AS bersama Perdana Menteri India membahas isu-isu strategis, tentang  pencapaian utama signifikansi kerjasama dalam perdagangan dan hubungan ekonomi AS- India. Selain itu, dalam kunjungan tersebut juga ditandatangani sebuah dokumen bersejarah mengenai visi hubungan antara kedua Negara di masa depan.

Liberalisasi Masa Narasimha Rao (1991-1996)



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail)
Program liberalisasi ekonominya ditahun 1991 yaitu dipicu oleh ketidak seimbangan pembayaran krisis ekonomi yang terjadi. Liberalisasi yang dilakukan India telah merubah segala aspek pergerakan ekonominya. Perekonomian India telah mengalami kebijakan yang signifikan ditahun 1990. Model baru reformasi ekonomi yang umumnya dikenal sebagai (LPG) Liberalisasi, privatisasi, dan globalisasi, yang mana tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk membuat perekonoian negara terbesar ke tujuh di dunia ini dapat terus berkembang dan melesat jauh kedepan[1]. Reformasi ekonomi  India di tahun 1990-an telah menyapu kontrol perizinan yang telah lama membelengu  industri dalam  dan perdagangan luar negeri India. Reformasi ekonomi India yang baru  memungkinkan pasar untuk menentukan nilai tukarnya sendiri, selain itu bea tarif  masuk turun secara drastis dan kembali dibukanya investasi bagi pihak asing. Semua sistem pasar saham dimodernisasi , suku bunga dibebaskan, sistem perbankan diperkuat dan dimulainya privatisasi beberapa perusahaan publik[2].
Liberalisasi yang dilakukan India mengacu pada berkurangnya peraturan pemerintah dan telah membongkar kontrol yang amat kompleks terhadap pengusaha swasta. Privatisasi dalam reformasi ekonomi India juga mengacu pada partisipasi swasta dalam bisnis dan jasa serta perpindahan kepemilikan dari sektor publik (pemerintah) kepada sektor swasta[3]. Dengan adanya iklim liberal pengusaha swasta menjadi lebih responsive terhadap sinyal harga pasar yang datang dari dalam maupun luar dengan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Disisi lain liberalisasi ekonomi dapat meningkatkan ketersediaan dana melalui mobilisasi tabungan yang lebih tinggi, arus msuk modal asing (FDI dan portofolio) melakukan penurunan permintaan sektor publik, mengendalikan dengan ketat penciptaan kredit dalam negeri untuk menjaga stabilitas makro ekonomi. Tidak hanya itu, dari sektor keuangan juga menjadi lebih hati-hati dalam melakukan kredit terhadap perusahaan milik individu.

Krisis Ekonomi India 1990 Awal Liberalisasi 1991



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Pada awal era tahun 1990-an pola pembangunan India sangat berfokus pada pembangunan terpusat, pengaturan serta pengendalian perusahaan swasta, kepemilikna negara atas begitu banyak unit produksi, proteksionisme perdagangan yang kuat dan batasan ketat terhadap penanaman modal asing di India. Pada awal 1990-an pula kemajuan dalam erable consid dibuat agar lebih melongarkan peraturan pemerintah khususnya dalam hal perdagangan luar negeri. Banyak pembatasan terhadap perusahaan swasta dicabut dan dibukanya peluang bagi perusahaan swasta baru. Namun disisi lain India tetaplah menjadi negara besar yang paling diatur secara ketat di dunia. Banyak perusahaan swasta yang memperoleh manfaat dari proteksionisme, serikat buruh, dan birokrasi yang menentang liberlaisme. Disisi lain adanya kekhawatiran bahwa liberalisasi hanya akan memperkuat kesenjangan kelas dan ekonomi secara regional. Namun ketika harga minyak naik tajam pada bulan Agustus 1990 negara India mengalai krisis neraca pembayaran. Dalam rangka menerima pinjaman baru, pemerintah India tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti langkah-langkah lebih lanjut dari liberalisasi ekonomi. Pada tahun 1990 negara mengalami ketimpangan neraca pembayaran akibat perang teluk dan kejatuhan Uni Soviet. Dimana tindakan Irak dengan menyerang Kuwait telah menyebakan krisis minyak dan menghambat pertumbuhan ekonomi bahan bakar. Dampak langsung ekonomi dari konflik teluk Persia tersebut juga ditambah dengan buruknya perkembangan social dan politik dalam negeri India yang belum stabil. Cadangan devisa menurun drastis hanya menjadi  cukup untuk dua minggu. India berada dalam bahaya serius dan membutuhkan  pinjaman hutang eksternal[1].

Liberalisasi Masa Rajeev Gandhi (1984-1990)



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Di tahun 1980 India sedikit demi sedikit mengadopsi sistem ekonomi apa yang sering disebut sebagai “Asian Model[1].  Yaitu sebuah model pertumbuhan ekonomi klasik di Asia yang berorientasi ekspor. Dengan menerapkan model ini negara dapat  menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, juga meningkatkan ketergantungan negara pada akses ke pasar ekonomi global guna menyerap ekspor-impor.[2] Liberalisasi penting dilakukan kerena memberikan akses dan peluang bagi India untuk dapat keluar dari teritorialnya dan berkompetisi dengan negara-negara lainnya. Tidak hanya itu liberalisasi memungkinkan India untuk terus memperbaharui tekhnologi yang ada, dengan adanya kebebasan investasi dan pasar setiap aktor dituntut untuk dapat kreatif dan inovatif yang pada akhirnya harus memaksa mereka memperbaharui tekhnologi yang ada.
Kemajuan ekonomi berjalan lambat namun stabil, investasi meningkat pada awal tahun 1970 sekitar 19 % dari PDB menjadi hampir 25 % pada awal tahun 1980[3]. Ditahun 1980 an perdana mentri India Rajiv Gandhi memulai sejumlah langkah restrukturasi ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat pada tahun 1980. Sejak tahun 1985 pemerintah India mulai melaksanakan program ekonomi neo liberal dengan membuka beberapa izin industrialisasi[4]. Dan pada tahun yang sama beberapa regulasi perizinan dan pengawasan dihapuskan[5]. Sejak tahun 1985, impor telah meningkat sebesar 19 persen dan ekspor sebesar 71 persen[6]. Pada tahun 1985 dan 1986 India mendapat kesempatan untuk melakukan kerjasama yang lebih luas dalam bidang kerjasama ekonomi, sosial-budaya serta juga ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan Uni Soviet. Pada tahun 1988 India dan Soviet pun menandatangani sebuah pakta perjanjian peniningkatan dan perluasan perdagangan bilateral serta penyediaan investasi dalam bentuk teknis bagi industri telekomunikasi dan proyek transportasi India[7].

Liberalisasi Masa Indira Gandhi (1965-1981)



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Meskipun secara sekilas ekonomi India tampak tertutup kerjasama internasional yang sifatnya bilateral juga dilakukan India. Seperti contoh yang mana pada tahun 1965 Uni Soviet adalah negara kedua penyumbang terbesar bagi pembangunan nasional di India. Kerjasama tersebut memberikan kontribusi terhadap munculnya India sebagai negara yang signifikan dalam industrialisasi yaitu dengan melalui pembangunan pabrik untuk memproduksi baja, peralatan mesin, mesin-mesin alat berat, serta alat pengekstrak minyak bumi[1]. Selain itu berbagai program jangka panjang juga dilakukan melalui kerjasama antar pemerintah India dan Uni Soviet, adapaun program tersebut seperti pelatihan ekhnisi India oleh Soviet, Soviet sebagai pemasok bahan baku bagi industri India, serta India menjadi pasar produk jadi Uni Soviet. Pada akhir tahun 1970-an Uni Soviet adalah mitra dagang terbesar India[2].
Sejak akhir tahun 1960 India memiliki sistem ekonomi yang sangat tertutup. India mengalami kemacetan dalam pertumbuhan ekonomi dikarenakan India tidak melakukan ekspor-impor.  Pada masa pemerintahannya Indira Gandhi tidak merubah prinsip-prinsip penting dari kebijakan luar negeri India. Di awal tahun 1970 penduduk India melebihi angka 500 juta jiwa, krisis pangan terjadi. Dengan disponsori oleh alat pertanian modern dan varietas benih unggul maka pemerintah India memulai program yang dinamakan revolusi hijau. Pada tahun 1971 ketika Indira Gandhi kembali berkuasa Indira kembali melakukan nasionalisasi bank-bank yang ada serta memberlakukan kebijakan dan industrialisasi sosialis. Selain itu beberapa faktor yang juga ikut menjadikan keadaan ekonomi India memburuk pada era tahun 1965-1981 adalah besarnya biaya perang yang dikeluarkan oleh pemerintah India dalam perang melawan Pakistan, besarnya biaya dalam menganggulangi masalah pengungsi akibat perang, terjadinya kegagalan panen dari tahun 1972-1973, melonjaknya harga minyak dunia pada tahun 1973-1974, serta terjadinya penurunan output industri perusahaan dalam negeri.

Ekonomi masa Jawaharlal Nehru (1951-1965)



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Seperti yang kita ketahui dalam rentang waktu 1951-1991 India telah membuat kebijakan yang justru membuatnya terjebak dalam perencanaan ekonomi terpusat dengan kontrol pemerintah yang luas dalam kegiatan ekonominya. PM Jawaharlal Nehru memperkenalkan rencana pembangunan lima tahun. Nehru berkeyakinan, yang diperlukan bagi  negara yang baru berdiri adalah pertumbuhan ekonomi yang kuat disertai dengan langkah-langkah  dalam meningkatkan pendapatan dan konsumsi masyarakat yang miskin. Dalam proses ini pemerintah sangatlah mengambil peranan penting. Sejak tahun 1951 serangkaian rencana perlahan telah dipersiapkan untuk membimbing pembangunan dalam negeri. Dan pada tahun 1952 untuk pertama kalinya melalui sebuah kebijakan dalam bentuk rencana pembangunan lima tahunan pemerintah India merumuskan fokus pembangunan pada kebutuhan ekonomi India[1]. Meskipun demikian pembangunan di India yang berlangsung di era tahun 1950-an masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan Asia. Strategi India yang seperti ini didasari atas “inward looking” dengan model pembangunan melalui  “subtitusi impor”. Hal tersebut dapat telihat dari desain rencana pembangunan lima tahun kedua (1956-1961) yang mana lebih banyak dipengaruhi dengan model pembangunan di Uni Soviet[2].

Sejarah Ekonomi India Pra Liberalisasi Ekonomi



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Sejak lima puluh lima tahun dari kemerdekaannya sampai saat ini, India berjuang untuk melawan kelaparan dan kemiskinan. Penjajahan masa kolonial yang panjang memaksa India untuk berjalan memenuhi komoditas mentah untuk manufaktur di Inggris. Setelah India mencapai kemerdekaannya, untuk memperbaiki situasi dalam negeri pasca kemerdekaan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah India adalah dengan melakukan kebijakan berbasis pasar yang dipimpin langsung oleh negara. Yang pada akhirnya  mengarah kepada intervensionisme dengan tingkat perlindungan yang tinggi bagi industri dalam negeri[1]. Banyak pemimpin-pemimpin negara di dunia seperti Nehru yang pada masa awal kemerdekaannya dipengaruhi oleh ide-ide sosialis yang meganjurkan intervensi pasar oleh pemerintah guna memandu laju perekonomian termasuk masalah kepemilikan akan industri-industri inti negara. 

Posisi Negara dan Pasar Dalam Liberalisasi dan Pasar Bebas



 Oleh: Haryo Prasodjo 
Ditulis untuk memenuhi tugas isu-isu global kontemporer

Seiring dengan perkembangannya, hubungan  antara pasar dan negara terus mengalami dinamika yang luar biasa dan terus bergerak menjadi fokus bahasan dari pasar bebas itu sendiri. Dalam pasar bebas khususnya yang menganut sistem neoliberal, segala bentuk mekanisme barang dan harga semuanya ditentukan oleh pasar. Posisi negara tidak lebih hanyalah sebagai institusi dari penyelenggara pasar itu sendiri. Pasar bebas lahir sebagai bentuk gerakan perlawanan yang dilakukan oleh negara terhadap kebebasan individu. Ideologi utama dari neoliberalisme adalah pasar akan dapat berkembang jauh lebih besar jika negara dapat meminimalisisr perannya dalam aktivitas perdagangan dan hanya sesekali hadir jikalau memang pasar membutuhkannya. Hal ini dikarenakan, campur tangan negara yang kuat terhadap pasar baik dalam bentuk regulasi dan kebijakan hanya akan dianggap sebagai pengahmbat perkembangan pasar. Maka dari itu, negara harus meminimalisir peranannya dimana negara hanya diperbolehkan untuk mengamati bagaimana mekanisme pasar berjalan dan bertindak ketika dibutuhkan.
Sebagaimana dalam neoliberal, negara harus dapat menjamin berbagai macam sarana dan prasarana penunjang keberlangsugan pasar seperti, stabilitas keuangan, keamanan domestik, serta penegakkan hukum. Bila dibutuhkan, negara juga dapat menggunakan kekuatannya agar pasar dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. Lebih jauh lagi, bila tidak terdapat pasar  dalam area tersebut yang membutuhkan utilitas seperti tanah, air, listrik, pendidikan, jasa kesehatan, ataupun jaminan sosial. Maka negara h harus menciptakan pasar, bila perlu dengan menggunakan kebijakan negara itu sendiri. Namun di luar dari pada tugas-tugas lainnya yang berkenaan dengan pasar seperti mekanisme harga dan lain sebagainya, negara  diharapkan untuk tidak perlu iktu campur. Karenanya, dalam neoliberal secara bertahap dan sedikit demi sedikit rezim-rezim politik akan dikurangi  pengaruhnya, sejauh negara dapat memuaskan hasrat dan keinginan para pelaku ekonomi dan pasar, serta menjadi sebuah paradigma baru dalam dunia teori ekonomi dan pembuat kebijakan.[1] Maka dari itu, para penganut paham neoliberal membuat gebrakan agar negara mengurangi campur tangannya secara signifikan dalam aktifitas ekonomi masyarakatnya. Para neolib juga percaya bahwa kekuatan pasar lebih memiliki kekuatan untuk menyelesaikan dari pada paket kebijakan yang dibuat oleh regulasi dan intervensi pasar oleh negara. Peran negara dalam neoliberal juga mendukung penuh pasar bebas, ekspansi modal, dan globalisasi.