Di Indonesia
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Selain narkoba,
istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif. Semua istilah ini, baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok
zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar
kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk
membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu[1].
Pada mulanya zat
Narkotika ditemukan orang yang penggunaannya ditujukan untuk kepentingan umat
manusia, khususnya di bidang pengobatan. Dengan berkembangan pesat industri
obat-obatan dewasa ini, maka kategori jenis zat-zat Narkotika semakin meluas
pula seperti halnya yang tertera dalam lampiran Undang-Undang Narkotika No. 22
Tahun 1997. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, maka
obat-obat semacam narkotika berkembang pula cara pengolahannya. Namun
belakangan diketahui pula zat-zat narkotka tersebut memiliki daya kecanduan
yang bisa menimbulkan si pemakai bergantung hidupnya terus-menerus pada
obat-obat narkotika itu. Dengan demikian, maka untuk jangka waktu yang mungkin
agak panjang si pemakai memerlukan pengobatan, pengawasan, dan pengendalian
guna bisa disembuhkan[2].
Penggunaan
obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya
Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai
candu tersebut adalah orang-orang Cina. Pemerintah Belanda memberikan izin pada
tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan secara legal
dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu
menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya
melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di
Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan
melarang pemakaian candu.