Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Bagi
kaum realis yang mendeskripsikan bahwa dunia internasional merupakan sebuah
keadaan yang anarki, maka keamanan suatu negara dianggap sebagai sesuatu hal
yang amat penting dan vital. Hal ini juga tidak terlepas dari pandangan kaum realis yang
menggaap power sebagai basis utama untuk mempertahankan kekuasaan dan
kedaulatan sebuah negara. Bagi kaum realis, aktor tertinggi dalam keamanan
adalah negara dan lebih cenderung mengartikan keamanan pada hal yang sifatnya
tradisional yaitu perang dan damai. Kemanan dan perdamian diartikan sebagai
situasi antara perang yang satu dengan perang berikutnya yang sifatnya lebih
kepada negative peace . Sedangkan
bagi kaum liberalis, keamanan sama pentingnya, namun tidak harus melalui
akumulasi power. Kemanan dapat dicapai dengan adanya kerjasama baik melalui
ekonomi, politik, maupun budaya. Setidaknya kemanann dapat dicapai dengan
adanya komunikasi yang baik antar negara. Kaum liberal lebih percaya bahwa
kemanan internasional dapat dibentuk dengan adanya kerjasama antar negara, baik
dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik dan budaya. Hal ini
dikarenakan, dengan adanya kerjasama akan tercipta salin gpengertian diantara
negara-negara tersebut. Persamaan persepsi baik dari realis maupun liberal
adalah, tidak mengelakkan bahwa dalam membentuk sebuah keamanan ada yang
dinamakan kerjasama. Perbedaannya adalah, realis lebih kepada hal yang sifatnya
rasionalitas. Dimana negara dapat atau diperbolehkan melakukan kerjasama meskipun terdapat perbedaan-perbedaan yang ada, tidaklah lain
untuk mencapai tujuan dari negara itu sendiri. Kerjasama dalam hal yang seperti
ini dapat kita katakan sebagai akumulasi dari power tersebut.
2.
Buatlah
suatu analisis mengenai isu-isu keamanan regional yang berkembang dewasa ini.
Ambil salah satu kawasan sebagai contoh kasus! Mengapa hal tersebut terjadi?
Apa dampaknya bagi keamanan internasional? Berikan bukti dan contoh
kongkretnya!
Seiring dengan
runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya perang dingin, yang menyisakan Amerika
Serikat sebagai kekuatan bipolar dalam dunia internasional maka konsep tentang
keamanan pun mengalami pergeseran dari yang tradisional dengan aktor negara
menjadi sebuah kondisi keamanan kontemporer yang lebih komplek dan
memiliki banyak aktor selain negara.
Globalisasi dan kemajuan pada tekhnologi informasi telah membuat batas negara
menjadi semakin tidak tampak dan membuat seolah-olah kita hidup pada tempat
yang sama. Hal yang demikian kemudian memuncuklan bentuk ancaman-ancaman baru
yang mana sebuah negara saja tidak akan mampu menghadapinya. Seperti contoh
kejahatan ataupun ancaman yang datang dari akrtor non state adalah pembajakan
kapal oleh perompak, perdaganan manusia, imigran gelap, perdagangan senjata dan
obat terlarang. Adapun ancaman yang datang dari state adaalah seperti
ketegangan yang kerap terjadi disemanung Korea akibat Korea Utara yang melakukan
uji coba peluru kendali dan selalu menjadi ancaman bagi Korea Selatan dan
Jepang. Untuk membendung ancaman dan menangkal ancaman tersebut maka kerap
sekali beberapa negara yang berada di suatu kawasan yang sama membentuk sebuah
kerjasma regional. Seperti contoh keamanan regional Asia Tenggara yang
tergabung dalam ASEAN. Keamanan semacam ini terbentuk, karena adanya dorongan
kepentingan dari masing-masing negara baik dari internal maupun eksternal, yang
melihat perlunya sebuah bentuk kerjasama kawasan. Selain faktor tersebut,
faktor seperti amity dan enmity sebuah negara turut menjadi pertinmbangan
dibentuknya kerjasama regional. Hal ini tidak lepas dari adanya bentuk ancaman
keamanan yang lebih komplek. Yang mana aktor dari ancaman tersebut bukan lagi
dilakukan oleh negara melainkan dapat berupa individu maupun kelompok ataupun
isu-isu yang terkait dengan lingkungan seperti kebakaran hutan ilegal loging
dll. Adapun dampak bagi keamanan internasional adalah, kekuatan dunia tidak
lagi didominasi oleh satu atau dua ngerara saja seperti saat perang dingin
terjadi. Hal ini dikarenakan, bentuk kerjasama regional, merupakan sebuah
bentuk distribution of power dari negara-negara. Seperti contoh kerjasma
keamanan Asia Tenggara (Indonesia-Malaysia). Dari segi keamanan baik Indonesia
dan Malaysia memiliki sejarah yang buruk dalam hubungan bernegara, dimana
Indonesia pernah melakukan gerakan ganyang Malaysia di masa Soekarno. Selain
itu, konflik perbatasan juga kerap kali terjadi antara kedua negara tersebut
(sisi enmity). Disisi lain, kedua negara membutuhkan kerjasama baik dalam
ekonomi, politik, maupun budaya. Karena kedekatan geografisnya dan juga
banyaknya warga negara Indonesia yang tinggal untuk bekerja dan bersekolah di
Malaysia. Ataupun untuk menghadapi ancaman seperti terorisme dan juga
perdaganan obat terlarang (sisi amity).