Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Seiring
dengan berakhirnya perang dingin, kapitalisme dan demokroasi liberal semakin
kokoh menjadi pemenang atas sistem ekonomi dan politik dunia. Kapitalisme
dianggap menjadi satu-satnya sistem ekonomi yang dapat berjalan dan demokrasi
liberal menjadi salah satu agen kemajuan. Neoliberalisme dalam bentuk ekonomi
politik telah menjadi pemenang diabad ke-21 ini dan menjadi alur pembangunan
khsusunya di daerah negara dunia ketiga. Globalisasi yang merupakan inti dari
ajaran neoliberalisme telah memunculkan sebuah model baru bagi mekanisme
kebijakan negara dalam hubungannya dengan pasar yang dipercaya bagi sebagian
banyak orang akan menjanjikan kemudahan, kesejahteraan, dan keadilan. Yang
meskipun pada akhirnya kita saksikkan dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut
justru menunjukkan hasil sebaliknya. Dimana globalisasi yang dominan justru
menjadikan ketimpangan sosial dan kemiskinan dimana-mana.
Para
kaum yang menganut ajaran neoliberal selama ini meyakini bahwa neoliberal akan
menciptakan kemakmuran bagi ummat manusia. Kebebasan pasar memiliki keuntungan
yang jauh lebih besar dari pada kerugian yang ditimbulkan olehnya. Pasar
merupakan jalan terbaik dalam mendistribusikan sebuah barnag komoditas karena
merupakan alur langsung pertemuan antara konsumen dan produsen. Dalam kebijakan
neoliberal sendiri sangat diisyaratkan untuk meminimalisisr peran negara dalam
kegiatan perekonomian. Karena ditakutkan, terlalu seringnya negara ikut campur
dalam kegiatan ekonomi dapat mendistrosi pasar itu sendiri. Maka liberalisasi,
prvatisasi, dan deregulasi menjadi hal mutlak yang harus dilakukan agar pasar
dapat berjalan dan bekerja secara optimal.
Kelompok
negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tetap mempertahankan
subsidi di bidang pertaniannya. Sebaliknya, kelompok negara berkembang justru
mengambil posisi berseberangan. Kebijakan proteksi negara-negara maju dalam
bidang pertanian tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip liberalisasi
perdaganan itu sendri teteapi sekaligus turut merugikan negara-negara
berkembang. Produk-produk pertanian dari negara berkembang akan dapat
dipastikan sulit menembus pasar di negara-negara maju. Keadaan sebaliknya akan
dirasakan oleh pasar pertanian di negara maju yang akan dengan mudahnya
menerjang pasar di negara-negara berkembang. Posisi negara berkembang akan kian
terjepit dengan hadirnya barng-barang dari negara maju.