Oleh: Haryo Prasodjo
(haryoprasodjo@ymail.com/ IG:
@kanjengharyo)
Karl Marx merupakan seorang
keturunan Yahudi dimana ayahnya adalah seorang pengacara. Pada usia enam tahun,
Marx dibaptis masuk agama Kristen Protestan. Marx mengenyam pendidikan
perguruan tinggi di Universitas Bonn dan pjndah ke Universitas Berlin. Pada
awalnya, Marx lebih berminat dalam ilmu hukum, meskipun dalam perkembangannya
Marx lebih memilih filsafat. Marx lebih dikenal sebagai seorang ahli ekonomi
yang membuat analisa-analisa objektivitas antara sejarah dan ekonomi. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari karya awal Marx yang lebih kental dengan ilmu
ekonomi. Namun pada tulisan Das Kapital, Marx lebih tampil sebagai seorang
filsuf yang humanis. Mulai saat itulah pemikiran Karl Marx dibedakan menjadi
dua yaitu Marx muda dan Marx tua, dimana karya-karya Marx muda merupakan motif
yang menjiwai karya-karya Marx tua.
Perpisahan dengan Idealisme Hegel
Karl Marx pernah bergabung dalam
sebuah kelompok Hegelian Sayap Kiri di Berlin. Ada beberapa warisan Hegelian
yang terdapat dalam filsafat Marx. Pertama, Marx menggunakan metode dialektika
Hegel untuk menjelaskan sejarah dan proses-proses kemasyarakatan. Kedua, Marx
menganut asumsi-asumsi filsafat sejarah Hegel. Dimana melalui sejarah, umat
manusia berusaha untuk mewujdukan dirinya kearah sebuah tujuan tertentu.
Ketida, Marx seperti halnya Hegel, juga berusaha merefleksikan kenyataan
negative yaitu alienasi. Marx juga sejalan dengan filsuf sebelumnya yaitu
Feurbach yang ingin mentransformasikan idelaisme menjadi materialism.
Materilaisme sendiri dalam pandangan Marx merupakan bukan dipahami sebagai
ajaran metafisis tentang materi sebagai kenyataan akhir. Marx lebih mengartikan
materi bukan hanya sekedar pikiran, melainkan kerja sosiallah yang menjadi
dasar manusia. Marx sendiri banyak mengkritik materialism yang ada pada abad
pertengahan dan abad pencerahan yang hanya menafsirkan dunia secara mekanik.
Sebagaimana materialism saat itu hanya dipahami sebagai kenyataan akhir dari
objek indrawi. Alasannya adalah, materialism yang ada hingga masa feuerbach
merupakan materialism yang bersifat kontemplatif dan tidak mendorong kegiatan
revolusioner. Semua ajaran filosofis tersebut hanya merupakan sebuah tafsiran
atas kenyataan yang tidak menghasilkan perubahan apa-apa, hingga disebut
kontemplasi. Hingga muncul sebuah pernyataan Marx yang mengatakan,’para filsuf
tidak lebih dari pada sekedar menafsirkan dunia dengan berbagai cara, padahal
yang terpenting adalah mengubahnya’. Dalam rumusan positifnya, Marx memandang
filsafat seharusnya dapat mendorong praksis perubahan sosial, dan hal itu hanya
dapat terjadi jikalau filsafat menggunakan metode dialektis. Selain itu, Marx
juga mengkritik dialektika Hegel yaitu pada tahapan sintesis.