“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Pemikiran Politik Karl Marx 1818-1883


Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com/ IG: @kanjengharyo)

       Karl Marx merupakan seorang keturunan Yahudi dimana ayahnya adalah seorang pengacara. Pada usia enam tahun, Marx dibaptis masuk agama Kristen Protestan. Marx mengenyam pendidikan perguruan tinggi di Universitas Bonn dan pjndah ke Universitas Berlin. Pada awalnya, Marx lebih berminat dalam ilmu hukum, meskipun dalam perkembangannya Marx lebih memilih filsafat. Marx lebih dikenal sebagai seorang ahli ekonomi yang membuat analisa-analisa objektivitas antara sejarah dan ekonomi. Kondisi tersebut dapat dilihat dari karya awal Marx yang lebih kental dengan ilmu ekonomi. Namun pada tulisan Das Kapital, Marx lebih tampil sebagai seorang filsuf yang humanis. Mulai saat itulah pemikiran Karl Marx dibedakan menjadi dua yaitu Marx muda dan Marx tua, dimana karya-karya Marx muda merupakan motif yang menjiwai karya-karya Marx tua. 

Perpisahan dengan Idealisme Hegel

      Karl Marx pernah bergabung dalam sebuah kelompok Hegelian Sayap Kiri di Berlin. Ada beberapa warisan Hegelian yang terdapat dalam filsafat Marx. Pertama, Marx menggunakan metode dialektika Hegel untuk menjelaskan sejarah dan proses-proses kemasyarakatan. Kedua, Marx menganut asumsi-asumsi filsafat sejarah Hegel. Dimana melalui sejarah, umat manusia berusaha untuk mewujdukan dirinya kearah sebuah tujuan tertentu. Ketida, Marx seperti halnya Hegel, juga berusaha merefleksikan kenyataan negative yaitu alienasi. Marx juga sejalan dengan filsuf sebelumnya yaitu Feurbach yang ingin mentransformasikan idelaisme menjadi materialism. Materilaisme sendiri dalam pandangan Marx merupakan bukan dipahami sebagai ajaran metafisis tentang materi sebagai kenyataan akhir. Marx lebih mengartikan materi bukan hanya sekedar pikiran, melainkan kerja sosiallah yang menjadi dasar manusia. Marx sendiri banyak mengkritik materialism yang ada pada abad pertengahan dan abad pencerahan yang hanya menafsirkan dunia secara mekanik. 

        Sebagaimana materialism saat itu hanya dipahami sebagai kenyataan akhir dari objek indrawi. Alasannya adalah, materialism yang ada hingga masa feuerbach merupakan materialism yang bersifat kontemplatif dan tidak mendorong kegiatan revolusioner. Semua ajaran filosofis tersebut hanya merupakan sebuah tafsiran atas kenyataan yang tidak menghasilkan perubahan apa-apa, hingga disebut kontemplasi. Hingga muncul sebuah pernyataan Marx yang mengatakan,’para filsuf tidak lebih dari pada sekedar menafsirkan dunia dengan berbagai cara, padahal yang terpenting adalah mengubahnya’. Dalam rumusan positifnya, Marx memandang filsafat seharusnya dapat mendorong praksis perubahan sosial, dan hal itu hanya dapat terjadi jikalau filsafat menggunakan metode dialektis. Selain itu, Marx juga mengkritik dialektika Hegel yaitu pada tahapan sintesis. 
   

      Sintesis Hegel, menurut Marx hanyalah sebuah sintesis yang mengandung arti ‘memperdamiakan’ kontradiksi antara tesis dan antithesis. Bahkan sintesis menjadi sesuatu yang final dalam roh absolute. Bagi Marx, sintesis seperti yang diungkapkan Hegel, hanya dapat terjadi dalam alam pikiran Hegel. Menurut Marx, dalam kenyataan indrawi yang konkrit, konflik akan terus berlangsung, kalaupun dengan menggunakan sintesis Hegel, itu sama artinya penindasan yang berlangsung dalam masyarakat adalah sebuah kebenaran. Oleh karena itu, Marx tidak percaya dengan sintesis final. Oleh Karl Marx, dialektika ide ditransformasikan menjadi dialektika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Masalah Alienasi

        Marx setuju dengan pendapat Feuerbach yang mengatakan bahwa manusia mengasingkan diri dalam agama. Namun, disini Marx akan lebih jauh mempermasalahkan alasan, mengapa manusia mengasingkan diri dalam agama. Menurut Marx, alasan manusia mengasingkan diri dalam agama tidak lain diakibatkan oleh kondisi-kondisi material tertentu. Adapun yang dimaksud dengan kondisi-kondisi material disini adalah proses-proses produksi atau kerja sosial dalam masyarakat. Hegel dalam tulisanya yang berjudul Phaenomenologie des Geistes telah mejelaskan, bahwa manusia memahami kenyataan dirinya melalui kerja yaitu dalam dialektika tuan dan budak. Marx juga berpendapat bahwa kerja juga menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, hal tersebut dikarenakan hasil kerjanya adalah hasil objektivitas dirinya yang dapat diakui atau dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam perkembangannya, ciri kerja inilah yang kemudian telah lenyap dalam masyarakat industri. 

      Corak yang terdapat dalam masyarakat industri adalah, para pekerja menjual tenaganya menjadi kerja upahan. Hasil kerja tersebut kemudian menjadi milik perusahaan sehingga pekerja tersebut menjadi teralienasi dengan produknya sendiri. Selain itu, dalam kondisi tersebut, para pekerja upahan juga teralienasi dari aktivitas kerjanya sendiri, oleh karena jenis kerjanya juga ditentukan oleh majikan. Kemudian, untuk tetap dapat bertahan hidup, pekerja tersebut dengan terpaksa memperalat dirinya sendiri untuk mendapatkan nafkah. Hal itu berarti, pekerja tersebut juga sudah teralienasi dari dirinya sendiri dengan hilangya kebebasannya. Sehingga yang terjadi pada akhirnya adalah sebuah persaingan diantara pekerja dan permusuhan antar pekerja dan majikan, sehingga kerja upahan juga mengasingkan manusia dari sesamanya. Kemudian Marx menemukan penyebab dari masalah alienasi tersebut, yaitu keberadaan institusi hak milik pribadi, yaitu hak milik atas alat-alat produksi. Dengan demikian, Marx menemukan sebuah dimensi baru dalam dunia alienasi Hegel, yang mana Marx memperlihatkan sebuah kenyataan material dari alienasi Hegelian. 

       Bukan roh yang teralienasi, melainkan buruh dan pekerja yang teralienasi. Lebih lanjut Marx juga menjelaskan bahwa alienasi tidak disebabkan oleh individu-individu melainkan oleh proses objektif yang terhadap individu-individu tersebut. Yaitu sebuah mekanisme hak milik dalam masyarakat yang menyebabkan munculnya kelas yang berkontradiksi yaitu antara kelas pemilik alat produksi dengan kelas pekerja. Jika Hegel memandang alienasi akan diakhiri dengan jalan memahamu dan refleksi, maka Marx menganggap bahwa alienasi hanya dapat diakhiri melalui penghapusan institusi hak milik tersebut, sehingga masyarakat tidak lagi terbagi ke dalam kelas-kelas yang saling bertentangan.

      Teori Alienasi (keterasingan) pertama kali ditemukan pada Economic and Philosophical Manuscripts (1843). Merujuk pada pandangan Hegel terkait dengan ide dan sejarah, pada dasarnya ide bergerak menuju kesempurnaan, pemahaman diri – kesempurnaan menjauhi ketidak sempurnaan. Keterasingan dalam pandangan filsuf lainnya seperti Feuerbach, jgua memiliki definisi tersendiri terkait dengan keterasingan manusia, menurut Feurbach, ‘manusia tidak terasing dari Tuhan, Tuhan ada pada manusia’. Dalam konteks keterasingannya, Marx membedakan antara objektifikasi dan keterasingan. Objektifikasi berdasarkan pada premis eksistensi material dari objek; sementara keterasingan adalah keadaan kesadaran yang dihasilkan dari hubungan spesifik antara manusia dan objek. Keterasingan dalam masyarakat kapitalis, adalah sebuah proses penciptaan objek (produksi) yang justru penciptaan objek (produksi) tersebut tidak dapat membantu manusia untuk mewujudkan/ menemukan keberadaan dirinya sendiri, yaitu untuk mewujudkan potensi yang ada dan dimiliki dalam diri manusia tersebut. 
   
      Tercipta sebuah ketidak mampuan manusia dalam menyadari potensi mereka dalam memproduksi barang (untuk siapa barang tersebut).  Meskipun demikian, keterasingan akan dapat diatasi ketika proses kegiatan produksi tersebut dapat menyebabkan terungkapnya potensi-potensi yang ada dalam diri manusia tersebut. Dalam perjalanannya, kapitalisme produksi menyebabkan apa yang disebut oleh Karl Marx sebagai kondisi keterasingan, dan keterasingan memilik dampak bagi manusia pada umumnya karena menciptakan dehumanisasi antar individu. Keteraasingan dalam pandangan Marx, adalah kondisi dimana buruh (tenaga kerja) dan barang (hasil produksi) merupakan objek yang menjadi bukan bagian dari kepemilikan buruh, namun dimiliki oleh orang lain (baik tenaga maupun barang), dalam konteks ini adalah kaum kapitalis. 

       Oleh karena itu, semakin banyak dan semakin besar produksi yang dilakukan oleh sebuah pabrik, maka akan sejalan dengan semakin besarnya dehumanisasi yang dilakukan oleh pabrik tersebut (koersif). Marx memandang, dalam kondisi alaminya, manusia adalah makhluk yang bebas, manusia bebas sama seperti halnya hewan, yaitu kebebasan yang hanya didapatkan pada fungsi makan, minum dan memiliki keturunan. Sementara dalam fungsi kerjanya, oleh kondisi kapitalisme manusia direduksi menjadi binatang, manusia akan dipaksa dan diambil tenaganya untuk terus bekerja dengan upah minimum yang didapatkannya. Oleh karena kondisi tersebut, Marx melihat binatang dalam dirinya (manusia) menjadi manusia dan manusia di dalam dirinya menjadi hewan. Terdapat tiga dimensi keterasingan menurut Karl Marx, Pertama, Keterasingan manusia dari alam; yaitu kondisi dimana manusia mengalami keterasingan dari alam sosialnya. Kedua, Keterasingan dari manusia atau sesama pekerja; dimana manusia mengalami keterasingan dari produk karyanya yang dihasilkan dalam prose spengerjaannya dimana hasil produksi tersebut dijual ke orang lain. Ketiga, Keterasingan dari dirinya sendiri; ia harus melakukan bukan untuk kepuasan kebutuhan, tapi untuk kepuasan kebutuhan orang lain. Meskipun demikian, Karl Marx juga mengemukakan pikirannya mengenai cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan keterasingan tersebut, alienasi (keterasingan) dapat dihilangkan salah satu caranya dengan menghapuskan semua hubungan property kepemilikan pribadi. Penghapusan tersebut juga dapat menghilangkan hubungan antara kaum proletar dengan kaum borjuis. Dalam kondisi tersebut, manusia diharapkan mampu untuk kembali kepada hakikat dirinya masing-masing sebagai makhluk sosial (manusia yang sesungguhnya).

Dialektika Marxisme

       Marx menerapkan dialektika melalui teori alienasi untuk menjelaskan kondisi material kehidupan. Perbedaan antara Marx dengan Hegel dalam memandang dan menerapkan metode dialektika adalah, dimana Hegel telah menerapkan metode dialektis dalam domain ide, sedangkan Marx menerapkan dialektika menjelaskan kondisi material kehidupan. Oleh karena itu, Teori Marxian lebih menekankan pada aspek yang berkenaan mengenai masyarakat dan sejarah yang sering disebut dengan Dialektis Materialisme. Dialektika materialism Marxisme yang dikembangkan oleh Engels memiliki tiga dimensi, Pertama, Hukum transformasi dari kuantitas menjadi kualitas (situasi revolusioner). Kedua, Hukum kesatuan yang bertentangan (kontradiksi). Ketiga, Hukum negasi dari negasi (tesis-antitesis dan sintesis). Keempat, Marx menyatakan bahwa material dan ideal tidak hanya berbeda tetapi berlawanan dan material adalah yang utama dan pikiran (ide) adalah sekunder.

Teori Materialisme Sejarah Karl Marx

       Pandangan analisa perubahan sejarah Marx adalah faktor materi atau ekonomi, bahwa produksi barang dan jasa yang meniang kehidupan manusia serta pertukaran barang dan jasa merupakan dasar dari segara proses dan lembaga sosial dan faktor ini yang terpenting sebagai dasar atau landasan untuk membangun suprastruktur kebudayaan, perundanga-undangan, dan pemerintahan yang diperkuat dengan berbagai aspek lainnya seperti ideology politik, agama, dan lain sebagainya. Harapan Marx terbesar adalah masyarakat yang menuju pada keadilan dan mencapai kebebasan bagi manusia seluruhnya. Akan tetapi disisi lain, Marx sendiri menentang paham kebebasan yang diahami oleh liberalism dan individualism yang didukung oleh para filsuf Inggris dan Prancis. Selama masyarakat masih terkotak-kotak, maka paham kebebasan dan individualism yang adala adalah sebuah dalih untuk menutupi sistem yang menindas. 

      Kebebasan yang sesungguhnya hanya dimiiki dan dirasakan oleh kelompok kelas masyarakat yang memiliki alat produksi, sedangkan pada golongan kelas masyarakat pekerja yang mereka rasakan hanyalah sebuah kebebasan semu. Keprihatinan Marx sebagai filsuf humanis adalah dalam menemukan cara untuk menghapus alienasi dan mengemansipasi asyarakat seluruhnya. Yaitu sebuah istilah yang meminjam istilah dari Immanuel Kant mengenai Katagorikal Imperatif. Hal inilah yang kemudian mendasari seluruh sistem filsafat Karl Marx yang disebut sebagai materialism sejarah. Materialisme sejarah sendiri lebih merujuuk pada sebuah paham dari materialism itu sendiri. Sebagaimana Marx mendefinisikan materialism sebagai kegiatan dasar manusia yaitu kerja sosial bukan pikirannya, yang mana objek indrawi harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Sedangkan sejarah mengacu pada proses dialektis dari proses, yang mana bagi Marx sendiri sejarah bukanlah proses perwujudan diri roh, melainkan sebuah bentuk perjuangan kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai kebebasan. Materialisme dapat diartikan sebagai pekerjaan jasmaniah atau produksi kebutuhan material manusia mendasari perkembangan kehidupan masyarakat. Tesis dan antitesisnya menyangkut kontradiksi-kontradiksi di dalam hidup bermasyarakat khususnya dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Sintesis akan dicapai dalam bentuk penghapusan alienasi, yaitu manakala hak milik dihapus dan masyarakat tanpa kelas diwujudkan.

       Pandangan tersebut dapat dijelaskan melalu sbuah penjelasan berdasarkan pada asas materialism Marx yang mengandaikan bahwa kesadaran tidak menetukan realistas, melainkan sebaliknya yaitu realitaslah materialism yang menetukan kesadaran. Dengan kata lain, bukan kesadaran manusia yang menentukan keberadaannya, melainkan keberadaan sosial manusia itulah yang menentukan keberadaannya. Realistas materialism adalah sebuah cara dimana produksi barang material dalam kegiatan kerja. Perbedaan cara produksi akan menghasilkan perbedaan kesadaran, degan demikian, jika masyarakat diibaratkan sebagai sebuah bangunan, maka kegiatan ekonomi tersebut menjadi pondasi dasarnya dan pikiran atau kesadaran manusia di dalamnya hanyalah sebuah bangunan di atasnya. 

       Jikalau sistem ekonomi berubah, maka kesadaran manusia jug aakan berubah. Yang mana masuk dalam cakupan basis tersebut adalah kekuatan-kekuatan produktif  seperti alat-alat kerja, pekerja, pengalaman atau teknologi dan dengan hubungan-hubungan produksi (antar pekerja atau dengan pemilik modal). Karena bagi Karl Marx, sebuah cita (the idea) merupakan tidaklah lain dari dunia nyata (material world) yang direfleksikan oleh pikiran manusia dan dipindahkan menjadi buah pikiran. Bagi Marx, materi adalah hal yang utama, karena manusia berfikir karena mereka hidup atau manusia harus hidup agar manusia tersebut dapat berpikir. Dan hidup adalah masalah perut, yang menurut Jacob Moleschott (1822-1893 yang mengatakan bahwa tanpa fosfor, pikiran tidak ada. Oleh keran itu, meurut Marx yang mengubah sejarah itu bukanlah pikiran, melainkan cara produksi.

       Hubungan produksi tidaklah lain adalah sebuah hubungan antara hak milik dengan kekuasaan yang cenderung konservatif. Kontradiksi tersebu secara berlahan akan sulit di atasi sehingga terjadilah apa yang disebut sebagai revolusi. Mar menjelaskan, bahwa sejarah akan terus berlangsung melalui loncaan-loncatan dialektis. Yang mana sejarah semua masyarakat, sampai hari ini adalah sejarah perjuangan kelas. Perjuangan kelas menjadi sebuah sifat yang permanen dan merupakan bagian dari inheren dalam kehidupan sosial. Perjaungan tersebut sudah terjadi sejak awal munculnya kelas sosial dalam masyarakat kuno. Proposisi Marx lainny ajug amemandang bahwa dalam sejarah perkembangan masyarakat akan terus terjadi polarisasi suatu kelas hanya ada dalam posisi bertentangan dengan kelas lainnya, yaitu antara kelas penindas dan kelas yang ditindas. Masyarakat akan mengalami perpecahan dan kemudian membentuk dua blok kelas yang saling bertentangan yaitu kelas borjuis dengan kelas proletar. Kelas borjusi lebih diartiken sebagai kelas yang menguasai alat dan faktor produksi sedangkan kelas proletar adalah kelas yang mengadaikan tenaganya untuk bekerja pada kelas borjuis. Kepemilikan alat-alat produksi industri telah memegang peranan penting atau menjadi kunci utama. Masyarakt kelas borjuis tidak hanya menentukan tujuan ekonomi dari masyarakat, namun secar apolitik juga menguasai dan mempertahankan ideologi tersebut. 

       Dalam Sosialisme terdapat dua pandnagan berbeda terkait dengan materialism historis, dua perbedan tersebut adalah antara Utopis dan Ilmiah, materialisme historis sebagai teori menyatakan bahwa pengembangan ekonomi masyarakat sebagai penyebab utama yang menentukan seluruh perjalanan sejarah manusia. Dalam hal ini, materialism sejarah memandang bahwa seluruh perjalanan sejarah manusia dijelaskan dalam hal perubahan yang terjadi pada mode produksi dan pertukaran. Komunisme primitif dijelaskan sebagai sebuah modus produksi yang telah melewati tiga tahap produksi: perbudakan, feodalisme dan kapitalisme dan pembagian konsekuen masyarakat ke dalam kelas yang berbeda (budak-tuanr, budak-baron dan proletariat-kapitalis) dan perjuangan kelas-kelas ini terhadap satu sama lain. Teori materialisme historis yang terkandung dalam Preface to a Contribution to the Critique of Political Economy mengambbarkan sebuah struktur ekonomi masyarakat, didasari oleh hubungan produksinya adalah dasar yang nyata dari masyarakat. Sebuah dasar yang naik menjadi sebuah super-struktur hukum dan politik . Seiring dengan itu, hubungan masyarakat dari produksi sendiri sesuai dengan tahap perkembangan kekuatan produktif materialnya. Dengan demikian, cara produksi dan sumber material menentukan proses kehidupan sosial, politik dan intelektual masyarakat pada umumnya. Terdapat kontradiksi antara kekuatan produksi dan hubungan produksi membagi masyarakat ke dalam kelas. Interpretasi materialis Marx tentang sejarah menjelaskan jalan umum sejarah manusia dalam hal pertumbuhan kekuatan produktif. Kekuatan produktif, terdiri dari alat-alat produksi (mesin, peralatan, dan pabrik) dan tenaga kerja. Asiatic Mode of Production, Bukan hanya sebagai tujuan ekonomi, namun juga dibutuhkan sebagai kekuatan mediasi untuk memunculkan kesadaran manusia tentang keberadaannya sebagai manusia seutuhnya (tidak dipengaruhi faktor produksi). 

      Bagi Marx yang ideal adalah dunia material yang tercermin pada pikiran manusia dan diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk pikiran, yang mana dalam hal ini struktur politik mencerminkan kondisi sosial-ekonomi. Marx melihat manusia ada sebagai pembentuk alam  dan keberadaannya. Sedangkan menurut Feuerbach manusia adalah naturalises, Marx humanises nature. Dialektis penciptaan kepuasan manusia merupakan  hidangan utama yang diproduksi dari perkembangan sejarah perjalanan manusia.  Terdapat dua bentuk nteraksi yang membentuk manusia dari dua arah: manusia membentuk sifat dan juga dibentuk oleh alam. 

Teori Pertentangan Kelas Marx

      Pemahaman konsep "kelas" adalah pusat pemahaman dari filsafat Marxis. Kriteria kelas seseorang adalah dinilai melalui kepemilikan (atau kontrol) dari alat-alat produksi (tanah, modal, mesin & teknologi). Mereka yang memiliki atau mengontrol alat-alat produksi merupakan kaum borjuis (penghisap), dan mereka yang memiliki hanya tenaga untuk kerja merupakan kaum proletar (dieksploitasi). Hilangnya perbedaan kelas tergantung pada hilangnya properti sebagai faktor yang menentukan status. Dalam Manifesto Komunis Marx- Engels mengatakan: "Sejarah semua masyarakat yang ada, sampai sekarang adalah sejarah perjuangan kelas”. Pembagian kerja adalah sumber utama dari sejarah munculnya kelas dan antagonisme kelas. Menurut Marx, alasan eksistensi negara adalah untuk membela kepentingan kaum borjuis

Teori Nilai Lebih

       Teori nilai lebih berbicara mengenai bagaimana pengambilalihan nilai lebih yang dilakukan oleh kaum borjuis dari tenaga kerja kaum proletariat. Teori nilai lebih berakar pada teori nilai kerja dikemukakan oleh Ricardo dan ekonom klasik. Teori nilai kerja menyatakan bahwa tenaga kerja yang dikeluarkan oleh buruh dalam produksi komoditas adalah satu-satunya kriteria untuk menentukan nilainya. Mislakan untuk memproduksi sebuah rokok dalam satu jam normalnya memproduksi 100 batang, namun dengan tenaga yang dimiliki buruh, kaum borjuis dapat memproduksi lebih hingga 1000 batang, selisih sari jumlah produksi inilah yang kemudian menjadi nilia lebih. Atau seperti halnya, upah seorang buruh pabrik rokok, yang hanya mendapatkan sekitar 25 rupiah, dari harga rokok perbatang. Misalkan harga satu rokok adalah 1500 rupiah, maka buruh hanya mendapatkan 25 rupiah dari 1500 rupiah tersebut. Jika dalam satu bungkus rokok terdapat 12 batang, maka 25 rupiah dikali 12 batang, atau hanya mendapatkan sekitar 300 rupiah dari satu bungkus rokok isi 12 batang. Selisihnya adalah nilai yang didapatkan oleh pemilik faktor produksi. 

Teori Revolusi

        Menurut marx, penyebab dasar revolusi adalah pemisahan yang timbul antara hubungan produksi dan alat-alat produksi. Mereka (buruh) secara terbuka menyatakan bahwa tujuan mereka (revolusi) hanya dapat dicapai dengan penggulingan paksa dari tatanan kapitalis secara keseluruhan. Keberadaan kelas hanya terikat dengan fase tertentu dalam pengembangan produksi; Perjuangan kelas tentu mengarah pada kediktatoran proletariat; Kediktatoran ini (proletariat) sendiri hanya merupakan transisi ke penghapusan semua kelas yang mengarah ke pembentukan masyarakat tanpa kelas. Langkah pertama dalam revolusi kelas buruh yang akan mengangkat proletariat menjadi posisi kelas penguasa. Fase transisi dari kapitalisme ke sosialisme dan komunisme. Komunisme dijelaskan oleh Marx sebagai bentuk masyarakat kaum proletar yang akan membawa perjuangan revolusioner. Dalam Manifesto Komunis Marx dan Engels berpendapat bahwa komunis tidak memiliki kepentingan terpisah dan terlepas dari kepentingan semua proletariat. Economic dan Philosophical Manuscripts didefinisikan sebagai penghapusan positif dari milik pribadi. Hal ini juga mensyaratkan penghapusan kelas dan penghapusan pembagian kerja. Dalam hal politik komunisme akan menjadi negara pertama dalam sejarah umat manusia untuk menggunakan kekuasaan politik untuk kepentingan umum bukan kepentingan partisan, 1) Faktor produksi dikuasai masyarakat keseluruhan, 2) Mendapat upah sesuai dengan pekerjaannya, 3) Bekerja sesuai dengan kemampuannya, 4) Hilangnya pembagian kerja dan struktur kelas. Ranah kebebasan akan dimulai hanya dalam waktu luang. Dengan demikian, pekerjaan akan terus menjadi kewajiban bahkan dalam masyarakat komunis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar