Oleh: Haryo Prasodjo
(haryoprasodjo@ymail.com/ IG:
@kanjengharyo)
Karl Marx merupakan seorang
keturunan Yahudi dimana ayahnya adalah seorang pengacara. Pada usia enam tahun,
Marx dibaptis masuk agama Kristen Protestan. Marx mengenyam pendidikan
perguruan tinggi di Universitas Bonn dan pjndah ke Universitas Berlin. Pada
awalnya, Marx lebih berminat dalam ilmu hukum, meskipun dalam perkembangannya
Marx lebih memilih filsafat. Marx lebih dikenal sebagai seorang ahli ekonomi
yang membuat analisa-analisa objektivitas antara sejarah dan ekonomi. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari karya awal Marx yang lebih kental dengan ilmu
ekonomi. Namun pada tulisan Das Kapital, Marx lebih tampil sebagai seorang
filsuf yang humanis. Mulai saat itulah pemikiran Karl Marx dibedakan menjadi
dua yaitu Marx muda dan Marx tua, dimana karya-karya Marx muda merupakan motif
yang menjiwai karya-karya Marx tua.
Perpisahan dengan Idealisme Hegel
Karl Marx pernah bergabung dalam
sebuah kelompok Hegelian Sayap Kiri di Berlin. Ada beberapa warisan Hegelian
yang terdapat dalam filsafat Marx. Pertama, Marx menggunakan metode dialektika
Hegel untuk menjelaskan sejarah dan proses-proses kemasyarakatan. Kedua, Marx
menganut asumsi-asumsi filsafat sejarah Hegel. Dimana melalui sejarah, umat
manusia berusaha untuk mewujdukan dirinya kearah sebuah tujuan tertentu.
Ketida, Marx seperti halnya Hegel, juga berusaha merefleksikan kenyataan
negative yaitu alienasi. Marx juga sejalan dengan filsuf sebelumnya yaitu
Feurbach yang ingin mentransformasikan idelaisme menjadi materialism.
Materilaisme sendiri dalam pandangan Marx merupakan bukan dipahami sebagai
ajaran metafisis tentang materi sebagai kenyataan akhir. Marx lebih mengartikan
materi bukan hanya sekedar pikiran, melainkan kerja sosiallah yang menjadi
dasar manusia. Marx sendiri banyak mengkritik materialism yang ada pada abad
pertengahan dan abad pencerahan yang hanya menafsirkan dunia secara mekanik.
Sebagaimana materialism saat itu hanya dipahami sebagai kenyataan akhir dari
objek indrawi. Alasannya adalah, materialism yang ada hingga masa feuerbach
merupakan materialism yang bersifat kontemplatif dan tidak mendorong kegiatan
revolusioner. Semua ajaran filosofis tersebut hanya merupakan sebuah tafsiran
atas kenyataan yang tidak menghasilkan perubahan apa-apa, hingga disebut
kontemplasi. Hingga muncul sebuah pernyataan Marx yang mengatakan,’para filsuf
tidak lebih dari pada sekedar menafsirkan dunia dengan berbagai cara, padahal
yang terpenting adalah mengubahnya’. Dalam rumusan positifnya, Marx memandang
filsafat seharusnya dapat mendorong praksis perubahan sosial, dan hal itu hanya
dapat terjadi jikalau filsafat menggunakan metode dialektis. Selain itu, Marx
juga mengkritik dialektika Hegel yaitu pada tahapan sintesis.
Sintesis Hegel,
menurut Marx hanyalah sebuah sintesis yang mengandung arti ‘memperdamiakan’
kontradiksi antara tesis dan antithesis. Bahkan sintesis menjadi sesuatu yang
final dalam roh absolute. Bagi Marx, sintesis seperti yang diungkapkan Hegel,
hanya dapat terjadi dalam alam pikiran Hegel. Menurut Marx, dalam kenyataan
indrawi yang konkrit, konflik akan terus berlangsung, kalaupun dengan
menggunakan sintesis Hegel, itu sama artinya penindasan yang berlangsung dalam
masyarakat adalah sebuah kebenaran. Oleh karena itu, Marx tidak percaya dengan
sintesis final. Oleh Karl Marx, dialektika ide ditransformasikan menjadi
dialektika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Masalah Alienasi
Marx setuju dengan pendapat
Feuerbach yang mengatakan bahwa manusia mengasingkan diri dalam agama. Namun,
disini Marx akan lebih jauh mempermasalahkan alasan, mengapa manusia
mengasingkan diri dalam agama. Menurut Marx, alasan manusia mengasingkan diri
dalam agama tidak lain diakibatkan oleh kondisi-kondisi material tertentu.
Adapun yang dimaksud dengan kondisi-kondisi material disini adalah proses-proses
produksi atau kerja sosial dalam masyarakat. Hegel dalam tulisanya yang
berjudul Phaenomenologie des Geistes telah mejelaskan, bahwa manusia memahami
kenyataan dirinya melalui kerja yaitu dalam dialektika tuan dan budak. Marx
juga berpendapat bahwa kerja juga menyatakan bahwa manusia adalah makhluk
sosial, hal tersebut dikarenakan hasil kerjanya adalah hasil objektivitas
dirinya yang dapat diakui atau dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam
perkembangannya, ciri kerja inilah yang kemudian telah lenyap dalam masyarakat
industri.
Corak yang terdapat dalam masyarakat industri adalah, para pekerja
menjual tenaganya menjadi kerja upahan. Hasil kerja tersebut kemudian menjadi
milik perusahaan sehingga pekerja tersebut menjadi teralienasi dengan produknya
sendiri. Selain itu, dalam kondisi tersebut, para pekerja upahan juga
teralienasi dari aktivitas kerjanya sendiri, oleh karena jenis kerjanya juga
ditentukan oleh majikan. Kemudian, untuk tetap dapat bertahan hidup, pekerja
tersebut dengan terpaksa memperalat dirinya sendiri untuk mendapatkan nafkah.
Hal itu berarti, pekerja tersebut juga sudah teralienasi dari dirinya sendiri
dengan hilangya kebebasannya. Sehingga yang terjadi pada akhirnya adalah sebuah
persaingan diantara pekerja dan permusuhan antar pekerja dan majikan, sehingga
kerja upahan juga mengasingkan manusia dari sesamanya. Kemudian Marx menemukan
penyebab dari masalah alienasi tersebut, yaitu keberadaan institusi hak milik
pribadi, yaitu hak milik atas alat-alat produksi. Dengan demikian, Marx menemukan
sebuah dimensi baru dalam dunia alienasi Hegel, yang mana Marx memperlihatkan
sebuah kenyataan material dari alienasi Hegelian.
Bukan roh yang teralienasi,
melainkan buruh dan pekerja yang teralienasi. Lebih lanjut Marx juga
menjelaskan bahwa alienasi tidak disebabkan oleh individu-individu melainkan
oleh proses objektif yang terhadap individu-individu tersebut. Yaitu sebuah
mekanisme hak milik dalam masyarakat yang menyebabkan munculnya kelas yang
berkontradiksi yaitu antara kelas pemilik alat produksi dengan kelas pekerja.
Jika Hegel memandang alienasi akan diakhiri dengan jalan memahamu dan refleksi,
maka Marx menganggap bahwa alienasi hanya dapat diakhiri melalui penghapusan
institusi hak milik tersebut, sehingga masyarakat tidak lagi terbagi ke dalam
kelas-kelas yang saling bertentangan.
Teori Alienasi (keterasingan) pertama
kali ditemukan pada Economic and Philosophical Manuscripts (1843).
Merujuk pada pandangan Hegel terkait dengan ide dan sejarah, pada dasarnya ide bergerak
menuju kesempurnaan, pemahaman diri – kesempurnaan menjauhi ketidak sempurnaan.
Keterasingan dalam pandangan filsuf lainnya seperti Feuerbach, jgua memiliki
definisi tersendiri terkait dengan keterasingan manusia, menurut Feurbach, ‘manusia
tidak terasing dari Tuhan, Tuhan ada pada manusia’. Dalam konteks
keterasingannya, Marx membedakan antara objektifikasi dan keterasingan. Objektifikasi
berdasarkan pada premis eksistensi material dari objek; sementara keterasingan
adalah keadaan kesadaran yang dihasilkan dari hubungan spesifik antara manusia
dan objek. Keterasingan dalam masyarakat kapitalis, adalah sebuah proses
penciptaan objek (produksi) yang justru penciptaan objek (produksi) tersebut tidak
dapat membantu manusia untuk mewujudkan/ menemukan keberadaan dirinya sendiri,
yaitu untuk mewujudkan potensi yang ada dan dimiliki dalam diri manusia
tersebut.
Tercipta sebuah ketidak mampuan manusia dalam menyadari potensi mereka
dalam memproduksi barang (untuk siapa barang tersebut). Meskipun demikian, keterasingan akan dapat
diatasi ketika proses kegiatan produksi tersebut dapat menyebabkan terungkapnya
potensi-potensi yang ada dalam diri manusia tersebut. Dalam perjalanannya, kapitalisme
produksi menyebabkan apa yang disebut oleh Karl Marx sebagai kondisi
keterasingan, dan keterasingan memilik dampak bagi manusia pada umumnya karena
menciptakan dehumanisasi antar individu. Keteraasingan dalam pandangan Marx,
adalah kondisi dimana buruh (tenaga kerja) dan barang (hasil produksi)
merupakan objek yang menjadi bukan bagian dari kepemilikan buruh, namun
dimiliki oleh orang lain (baik tenaga maupun barang), dalam konteks ini adalah
kaum kapitalis.
Oleh karena itu, semakin banyak dan semakin besar produksi yang
dilakukan oleh sebuah pabrik, maka akan sejalan dengan semakin besarnya
dehumanisasi yang dilakukan oleh pabrik tersebut (koersif). Marx memandang,
dalam kondisi alaminya, manusia adalah makhluk yang bebas, manusia bebas sama seperti
halnya hewan, yaitu kebebasan yang hanya didapatkan pada fungsi makan, minum dan
memiliki keturunan. Sementara dalam fungsi kerjanya, oleh kondisi kapitalisme
manusia direduksi menjadi binatang, manusia akan dipaksa dan diambil tenaganya
untuk terus bekerja dengan upah minimum yang didapatkannya. Oleh karena kondisi
tersebut, Marx melihat binatang dalam dirinya (manusia) menjadi manusia dan
manusia di dalam dirinya menjadi hewan. Terdapat tiga dimensi keterasingan
menurut Karl Marx, Pertama, Keterasingan
manusia dari alam; yaitu kondisi dimana manusia mengalami keterasingan dari
alam sosialnya. Kedua, Keterasingan
dari manusia atau sesama pekerja; dimana manusia mengalami keterasingan
dari produk karyanya yang dihasilkan dalam prose spengerjaannya dimana hasil
produksi tersebut dijual ke orang lain. Ketiga,
Keterasingan dari dirinya sendiri; ia harus melakukan bukan untuk
kepuasan kebutuhan, tapi untuk kepuasan kebutuhan orang lain. Meskipun
demikian, Karl Marx juga mengemukakan pikirannya mengenai cara yang dapat
digunakan untuk menghilangkan keterasingan tersebut, alienasi (keterasingan)
dapat dihilangkan salah satu caranya dengan menghapuskan semua hubungan property
kepemilikan pribadi. Penghapusan tersebut juga dapat menghilangkan hubungan
antara kaum proletar dengan kaum borjuis. Dalam kondisi tersebut, manusia
diharapkan mampu untuk kembali kepada hakikat dirinya masing-masing sebagai
makhluk sosial (manusia yang sesungguhnya).
Dialektika Marxisme
Marx menerapkan dialektika
melalui teori alienasi untuk menjelaskan kondisi material kehidupan. Perbedaan
antara Marx dengan Hegel dalam memandang dan menerapkan metode dialektika
adalah, dimana Hegel telah menerapkan metode dialektis dalam domain ide, sedangkan
Marx menerapkan dialektika menjelaskan kondisi material kehidupan. Oleh karena
itu, Teori Marxian lebih menekankan pada aspek yang berkenaan mengenai
masyarakat dan sejarah yang sering disebut dengan Dialektis Materialisme.
Dialektika materialism Marxisme yang dikembangkan oleh Engels memiliki tiga
dimensi, Pertama, Hukum transformasi
dari kuantitas menjadi kualitas (situasi revolusioner). Kedua, Hukum kesatuan yang bertentangan (kontradiksi). Ketiga, Hukum negasi dari negasi
(tesis-antitesis dan sintesis). Keempat,
Marx menyatakan bahwa material dan ideal tidak hanya
berbeda tetapi berlawanan dan material adalah yang utama dan pikiran (ide)
adalah sekunder.
Teori Materialisme Sejarah Karl Marx
Pandangan analisa perubahan
sejarah Marx adalah faktor materi atau ekonomi, bahwa produksi barang dan jasa
yang meniang kehidupan manusia serta pertukaran barang dan jasa merupakan dasar
dari segara proses dan lembaga sosial dan faktor ini yang terpenting sebagai
dasar atau landasan untuk membangun suprastruktur kebudayaan,
perundanga-undangan, dan pemerintahan yang diperkuat dengan berbagai aspek
lainnya seperti ideology politik, agama, dan lain sebagainya. Harapan Marx
terbesar adalah masyarakat yang menuju pada keadilan dan mencapai kebebasan
bagi manusia seluruhnya. Akan tetapi disisi lain, Marx sendiri menentang paham
kebebasan yang diahami oleh liberalism dan individualism yang didukung oleh para
filsuf Inggris dan Prancis. Selama masyarakat masih terkotak-kotak, maka paham
kebebasan dan individualism yang adala adalah sebuah dalih untuk menutupi
sistem yang menindas.
Kebebasan yang sesungguhnya hanya dimiiki dan dirasakan
oleh kelompok kelas masyarakat yang memiliki alat produksi, sedangkan pada
golongan kelas masyarakat pekerja yang mereka rasakan hanyalah sebuah kebebasan
semu. Keprihatinan Marx sebagai filsuf humanis adalah dalam menemukan cara
untuk menghapus alienasi dan mengemansipasi asyarakat seluruhnya. Yaitu sebuah
istilah yang meminjam istilah dari Immanuel Kant mengenai Katagorikal
Imperatif. Hal inilah yang kemudian mendasari seluruh sistem filsafat Karl Marx
yang disebut sebagai materialism sejarah. Materialisme sejarah sendiri lebih
merujuuk pada sebuah paham dari materialism itu sendiri. Sebagaimana Marx
mendefinisikan materialism sebagai kegiatan dasar manusia yaitu kerja sosial
bukan pikirannya, yang mana objek indrawi harus dipahami sebagai kerja atau
produksi. Sedangkan sejarah mengacu pada proses dialektis dari proses, yang
mana bagi Marx sendiri sejarah bukanlah proses perwujudan diri roh, melainkan
sebuah bentuk perjuangan kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai kebebasan. Materialisme
dapat diartikan sebagai pekerjaan jasmaniah atau produksi kebutuhan material
manusia mendasari perkembangan kehidupan masyarakat. Tesis dan antitesisnya
menyangkut kontradiksi-kontradiksi di dalam hidup bermasyarakat khususnya dalam
kegiatan ekonomi dan produksi. Sintesis akan dicapai dalam bentuk penghapusan
alienasi, yaitu manakala hak milik dihapus dan masyarakat tanpa kelas
diwujudkan.
Pandangan tersebut dapat
dijelaskan melalu sbuah penjelasan berdasarkan pada asas materialism Marx yang
mengandaikan bahwa kesadaran tidak menetukan realistas, melainkan sebaliknya
yaitu realitaslah materialism yang menetukan kesadaran. Dengan kata lain, bukan
kesadaran manusia yang menentukan keberadaannya, melainkan keberadaan sosial
manusia itulah yang menentukan keberadaannya. Realistas materialism adalah sebuah
cara dimana produksi barang material dalam kegiatan kerja. Perbedaan cara
produksi akan menghasilkan perbedaan kesadaran, degan demikian, jika masyarakat
diibaratkan sebagai sebuah bangunan, maka kegiatan ekonomi tersebut menjadi
pondasi dasarnya dan pikiran atau kesadaran manusia di dalamnya hanyalah sebuah
bangunan di atasnya.
Jikalau sistem ekonomi berubah, maka kesadaran manusia jug
aakan berubah. Yang mana masuk dalam cakupan basis tersebut adalah
kekuatan-kekuatan produktif seperti
alat-alat kerja, pekerja, pengalaman atau teknologi dan dengan
hubungan-hubungan produksi (antar pekerja atau dengan pemilik modal). Karena
bagi Karl Marx, sebuah cita (the idea) merupakan tidaklah lain dari dunia nyata
(material world) yang direfleksikan oleh pikiran manusia dan dipindahkan
menjadi buah pikiran. Bagi Marx, materi adalah hal yang utama, karena manusia
berfikir karena mereka hidup atau manusia harus hidup agar manusia tersebut
dapat berpikir. Dan hidup adalah masalah perut, yang menurut Jacob Moleschott (1822-1893
yang mengatakan bahwa tanpa fosfor, pikiran tidak ada. Oleh keran itu, meurut
Marx yang mengubah sejarah itu bukanlah pikiran, melainkan cara produksi.
Hubungan produksi tidaklah lain
adalah sebuah hubungan antara hak milik dengan kekuasaan yang cenderung
konservatif. Kontradiksi tersebu secara berlahan akan sulit di atasi sehingga
terjadilah apa yang disebut sebagai revolusi. Mar menjelaskan, bahwa sejarah
akan terus berlangsung melalui loncaan-loncatan dialektis. Yang mana sejarah
semua masyarakat, sampai hari ini adalah sejarah perjuangan kelas. Perjuangan
kelas menjadi sebuah sifat yang permanen dan merupakan bagian dari inheren
dalam kehidupan sosial. Perjaungan tersebut sudah terjadi sejak awal munculnya
kelas sosial dalam masyarakat kuno. Proposisi Marx lainny ajug amemandang bahwa
dalam sejarah perkembangan masyarakat akan terus terjadi polarisasi suatu kelas
hanya ada dalam posisi bertentangan dengan kelas lainnya, yaitu antara kelas
penindas dan kelas yang ditindas. Masyarakat akan mengalami perpecahan dan
kemudian membentuk dua blok kelas yang saling bertentangan yaitu kelas borjuis
dengan kelas proletar. Kelas borjusi lebih diartiken sebagai kelas yang
menguasai alat dan faktor produksi sedangkan kelas proletar adalah kelas yang
mengadaikan tenaganya untuk bekerja pada kelas borjuis. Kepemilikan alat-alat produksi
industri telah memegang peranan penting atau menjadi kunci utama. Masyarakt
kelas borjuis tidak hanya menentukan tujuan ekonomi dari masyarakat, namun
secar apolitik juga menguasai dan mempertahankan ideologi tersebut.
Dalam Sosialisme terdapat dua pandnagan berbeda terkait
dengan materialism historis, dua perbedan tersebut adalah antara Utopis dan
Ilmiah, materialisme historis sebagai teori menyatakan bahwa pengembangan ekonomi masyarakat sebagai
penyebab utama yang menentukan seluruh perjalanan sejarah manusia. Dalam hal ini, materialism sejarah memandang
bahwa seluruh perjalanan sejarah manusia dijelaskan dalam hal perubahan
yang terjadi pada mode produksi dan pertukaran. Komunisme primitif
dijelaskan sebagai sebuah modus produksi yang telah melewati tiga tahap
produksi: perbudakan, feodalisme dan kapitalisme dan pembagian konsekuen
masyarakat ke dalam kelas yang berbeda (budak-tuanr, budak-baron dan
proletariat-kapitalis) dan perjuangan kelas-kelas ini terhadap satu sama lain. Teori
materialisme historis yang terkandung dalam Preface to a Contribution to the
Critique of Political Economy mengambbarkan
sebuah struktur ekonomi masyarakat, didasari oleh hubungan
produksinya adalah dasar yang nyata dari masyarakat. Sebuah dasar yang naik
menjadi sebuah super-struktur hukum dan politik . Seiring dengan itu,
hubungan masyarakat dari produksi sendiri sesuai dengan tahap perkembangan
kekuatan produktif materialnya. Dengan demikian, cara produksi dan sumber
material menentukan proses kehidupan sosial, politik dan intelektual masyarakat
pada umumnya. Terdapat kontradiksi antara kekuatan produksi dan hubungan
produksi membagi masyarakat ke dalam kelas. Interpretasi materialis Marx
tentang sejarah menjelaskan jalan umum sejarah manusia dalam hal pertumbuhan
kekuatan produktif. Kekuatan produktif, terdiri dari alat-alat produksi (mesin,
peralatan, dan pabrik) dan tenaga kerja. Asiatic Mode of Production, Bukan
hanya sebagai tujuan ekonomi, namun juga dibutuhkan sebagai kekuatan mediasi
untuk memunculkan kesadaran manusia tentang keberadaannya sebagai manusia
seutuhnya (tidak dipengaruhi faktor produksi).
Bagi Marx yang ideal adalah dunia
material yang tercermin pada pikiran manusia dan diterjemahkan ke dalam
bentuk-bentuk pikiran, yang mana dalam hal ini struktur politik mencerminkan
kondisi sosial-ekonomi. Marx melihat manusia ada sebagai pembentuk alam dan keberadaannya. Sedangkan menurut Feuerbach
manusia adalah naturalises, Marx humanises nature. Dialektis
penciptaan kepuasan manusia merupakan
hidangan utama yang diproduksi dari perkembangan sejarah perjalanan
manusia. Terdapat dua bentuk nteraksi yang
membentuk manusia dari dua arah: manusia membentuk sifat dan juga dibentuk oleh
alam.
Teori Pertentangan Kelas Marx
Pemahaman konsep
"kelas" adalah pusat pemahaman dari filsafat Marxis. Kriteria kelas
seseorang adalah dinilai melalui kepemilikan (atau kontrol) dari alat-alat
produksi (tanah, modal, mesin & teknologi). Mereka yang memiliki atau
mengontrol alat-alat produksi merupakan kaum borjuis (penghisap), dan
mereka yang memiliki hanya tenaga untuk kerja merupakan kaum proletar (dieksploitasi).
Hilangnya perbedaan kelas tergantung pada hilangnya properti sebagai faktor
yang menentukan status. Dalam Manifesto Komunis Marx- Engels mengatakan:
"Sejarah semua masyarakat yang ada, sampai sekarang adalah sejarah
perjuangan kelas”. Pembagian kerja adalah sumber utama dari sejarah
munculnya kelas dan antagonisme kelas. Menurut Marx, alasan eksistensi negara
adalah untuk membela kepentingan kaum borjuis
Teori Nilai Lebih
Teori nilai lebih berbicara
mengenai bagaimana pengambilalihan nilai lebih yang dilakukan oleh kaum borjuis
dari tenaga kerja kaum proletariat. Teori nilai lebih berakar pada teori nilai
kerja dikemukakan oleh Ricardo dan ekonom klasik. Teori nilai kerja menyatakan
bahwa tenaga kerja yang dikeluarkan oleh buruh dalam produksi komoditas adalah
satu-satunya kriteria untuk menentukan nilainya. Mislakan untuk memproduksi
sebuah rokok dalam satu jam normalnya memproduksi 100 batang, namun dengan
tenaga yang dimiliki buruh, kaum borjuis dapat memproduksi lebih hingga 1000
batang, selisih sari jumlah produksi inilah yang kemudian menjadi nilia lebih.
Atau seperti halnya, upah seorang buruh pabrik rokok, yang hanya mendapatkan
sekitar 25 rupiah, dari harga rokok perbatang. Misalkan harga satu rokok adalah
1500 rupiah, maka buruh hanya mendapatkan 25 rupiah dari 1500 rupiah tersebut.
Jika dalam satu bungkus rokok terdapat 12 batang, maka 25 rupiah dikali 12 batang,
atau hanya mendapatkan sekitar 300 rupiah dari satu bungkus rokok isi 12
batang. Selisihnya adalah nilai yang didapatkan oleh pemilik faktor produksi.
Teori Revolusi
Menurut marx, penyebab dasar
revolusi adalah pemisahan yang timbul antara hubungan produksi dan alat-alat
produksi. Mereka (buruh) secara terbuka menyatakan bahwa tujuan mereka
(revolusi) hanya dapat dicapai dengan penggulingan paksa dari tatanan kapitalis
secara keseluruhan. Keberadaan kelas hanya terikat dengan fase tertentu dalam
pengembangan produksi; Perjuangan kelas tentu mengarah pada kediktatoran
proletariat; Kediktatoran ini (proletariat) sendiri hanya merupakan transisi ke
penghapusan semua kelas yang mengarah ke pembentukan masyarakat tanpa kelas. Langkah
pertama dalam revolusi kelas buruh yang akan mengangkat proletariat menjadi
posisi kelas penguasa. Fase transisi dari kapitalisme ke sosialisme dan
komunisme. Komunisme dijelaskan oleh Marx sebagai bentuk masyarakat kaum
proletar yang akan membawa perjuangan revolusioner. Dalam Manifesto Komunis
Marx dan Engels berpendapat bahwa komunis tidak memiliki kepentingan terpisah
dan terlepas dari kepentingan semua proletariat. Economic dan Philosophical
Manuscripts didefinisikan sebagai penghapusan positif dari milik pribadi.
Hal ini juga mensyaratkan penghapusan kelas dan penghapusan pembagian kerja. Dalam
hal politik komunisme akan menjadi negara pertama dalam sejarah umat manusia
untuk menggunakan kekuasaan politik untuk kepentingan umum bukan kepentingan
partisan, 1) Faktor produksi dikuasai masyarakat keseluruhan, 2) Mendapat upah
sesuai dengan pekerjaannya, 3) Bekerja sesuai dengan kemampuannya, 4) Hilangnya
pembagian kerja dan struktur kelas. Ranah kebebasan akan dimulai hanya dalam
waktu luang. Dengan demikian, pekerjaan akan terus menjadi kewajiban bahkan
dalam masyarakat komunis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar