“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Pemikiran Politik Niccolo Machiavelli



(haryoprasodjo@ymail.com)

Pada masa anak-anaknya, ekonomi di negaranya sedang tumbuh dengan baik, hal tersebut dikarenakan pesatnya perdagangan yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi juga ikut mendorong pertumbuhan kota. Disisi lain, pekembangan tersebut juga didukung dengan hadirnya mesin cetak yang kemudian terjadi perubahan pada pola ekonomi yang sebelumnya menggunakan cara barter menjadi menggunakan uang dan perbankan dalam melakukan transaksinya. Perkembangan tidak hanya terjadi dalam hal ekonomi dan pembangunan saja, namun juga merambah pada perkembangan ilmu pengetahuan, yang mana terus ditemukannya penemuan-penemuan ilmiah dan geografis baru, dan memungkinkan bagi setiap individu pada masa itu untuk melakukan ekplorasi ilmiah.

Machiavelli juga turut melakukan kristalisasi filsafat humanistik, dan mendorong adanya perubahan demografis dan munculnya tatanan sekuler adalah beberapa kunci yang menentukan kekuatan. Munculnya berbagai macam universitas mengakhiri monopoli gereja pada saat itu, meningkatnya pendidikan pada masyarakat saat itu juga ditandai dengan meningkatnya melek huruf dan kebangkitan jiwa manusia selama Renaissance. Pada saat itulah, kemudian  Individualisme dan humanisme datang ke permukaan. Buckhardt mengatakan bahwa inti mati Renaisans adalah orang baru, dengan perhatian utama kemuliaan dan ketenaran mengganti keyakinan agama dan asketisme dengan realisasi diri dan kegembiraan hidup. Karakter baru negara dengan memahami seluk-beluk penyelenggaraan negara di mana keputusan mencerminkan dorongan politik daripada agama turut muncul kepermukaan dan mewarnai kondisi saat itu. 

Machiavelli sendiri lahir pada tahun 1469 di Florence (Italia) dari kalagan keluarga kaya dan terdidik , bahkan dirinya pernah menajbat sebagai seorang diplomat, namun pada tahun 1513 karirnya jatuh  dan dirinya sempat dipenjara, namun dibebaskan dengan syarat tidak lagi boleh berpolitik. Beberapa ide politik dari Machiavelli adalah mengenai peniadaan moral dalam pencapaian politik , dan sebagai seorang penguasa haruslah memiliki power yang kuat dan menguasai tentang seni memimpin . Pandangan Machiavelli juga memiliki pengaruh pada peperangan dan politik domestik-internasional. Selain itu, ide lainnya mengenai negara adalah melakukan penyatuan seluruh negara di bawah satu monarki nasional seperti pada model Perancis dan Spanyol adalah bentuk negara ideal. Menurut Dunning:  "Machiavelli berdiri di perbatasan antara Abad Pertengahan dan Abad Modern. Dia mengantarkan Zaman Modern dengan cara membersihkan politik dari kekuasaannya agama"

Adapun metode yang digunakan oleh Machiavelli dalam pembelajarannya adalah dengan menggunakan Metode Historical, dirinya mengemukakan bahwa pada dasarnya masalah manusia sama pada setiap waktu dan tempat. Machiavelli juga mengemukakan mengenai Politik realis, yaitu sebuah teori yang lebih berbicara mengenai seni pemerintah dalam memerintah bukan teori tentang negara, dengan menggunakan filsafat politik dan analisa empiris dan mengambil kesimpulan empiris. 

          Tulisannya yang terkenal adalah “Prince” tentang monarki dan "Discourses on Livius“ tentang Republik . Sebuah pemikiran tentang bagaimana mengapai kesuksesan individu dalam mempimpin kerajaan dan terciptanya masyarakat yang bebas. Dalam tulisannya tersebut Machivaelli lebih banyak berbicara tentang metode dan cara pemimpin memegang kekuasaan. 

Machivaelli menekankan agar negara dan politik harus kuat sebagai upaya negara untuk memperluas wilayah. Bagi Machivelli, tujuan dari politik adalah untuk melestarikan dan meningkatkan kekuatan politik itu sendiri. Guna kepentingan negara, maka seorang penguasa bebas melakukan apapun (tanpa moralitas) untuk negara. Negara adalah bentuk tertinggi dari asosiasi manusia dan memerlukan perlindungan, kesejahteraan, dan kesempurnaan manusia. Sekali lagi, hal tersebut dikarenakan kepentingan negara lebih tinggi dari kepentingan individu dan sosial. Oleh karena itu, peguasa harus dapat mengetahui bagaimana cara penguasa mengatur kepentingannya dengan mengkalkulasinya dari semua faktor elemen kepentingan pribadi. 

Konsep Universal Egoism

Filsafat politik yang terkenal dari Machiavelli adalah “moral indifference” atau yang dikenal dengan “universal egoism”. Yaitu sebuah filsafat politik yang melihat tidak adanya kebaikan pada diri manusia, karena pada dasarnya manusia bersifat jahat dan egois. Keegoisan dan egoisme adalah kekuatan motif kepala perilaku manusia. Ketakutan adalah salah satu elemen yang memotivasi dan mendominasi dalam kehidupan, yang lebih kuat dari cinta. Dalam kata lain, motivasi terbesar manusia yang disebabkan oleh ketakutan memiliki kekuatan lebih besar dari pada motivasi karena cinta. Oleh karena itu, motif yang paling efektif dalam diri manusia adalah keinginan untuk mendapatkan rasa aman. Hal tersebut tidak terlepas dari sifat manusia yaitu, agresif dan serakah 

Manusia cenderung akan terus berusaha untuk mempertahankan apa yang dimilikinya dan menambahnya. Hal itulah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan persaingan dan perselisihan abadi. Maka dari itu, tugas dari seorang penguasa adalah untuk mewujudkan rasa takut dalam masyarakatnya untuk menjaga keseimbangan dengan mewujudkan masyarakat yang sehat dan stabil dan berusaha untuk membentuk monarki absolut dan kekuasaan yang despotik
 
Machiavelli Tentang The Prience

The Prience hadir bukan sebagai filsafat politik/ risalah akademik namu lebih pada “realpolitik” yang sesungguhnya (dinamika politik di lapangan). Sebuah bentuk tulisan yang berisikan mengenai berbagai macam seni pemerintah dalam memerintah, dengan karakter pragmatis, dan memberikan teknik penyelenggaraan negara. Dalam tulisan tersebut, Machiavelli juga menyebut negara sebagai asosiasi sempurna dari masyarakat dan merupakan pengabungan masyarakat dengan negara merupakan diri terbaiknya 

Kektakutan menjadi salah satu motif yang paling ampuh dalam mengontrol aksi individu dan masyarakat. Pangeran/ pemimpin adalah perwujudan sempurna dari kelihaian dan kontrol diri yang membuat kesetaraan antara kebajikan dan keburukannya. Seorang pemimpin diharapkan dapat menjadi layaknya seekor Singa dan Rubah, siap berdosa, oportunis, berani (licik dan penuh degan strategi), dan lebih memilih/ leih baik ditakuti dari pada dicintai oleh masyarakatnya. 

Seorang penguasa harus siap untuk melepas tangan dari properti dan wanita. Bagi seoarng penguasa, negara adalah raison d'etre dari monarki; Oleh karena itu, seorang panguasa harus menganggap tetangganya dan orang sekitarnya sebagai musuh (bias jadi sebagai musuh dalam selimut) dan tetap selalu dalam keadaan waspada. Penguasa adalah pencipta dari hukum yang ada dan jgua berperan sebagai penjamin moralitas. Keadilan negara sangat penting untuk kepentingan negara dan keselamatan negara, oleh karena itu keadilan dalam bidang hukum memiliki posisi tertinggi dalam negara. 

Seorang penguasa jgua dituntut untuk harus memiliki tujuan dalam melakukan akuisisi dan perluasan wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu, seorang penguasa harus memiliki pasukan yang kuat untuk membela negaranya, bukan pasukan bayaran Menurut Machiavelli, bentuk pemerintahan yang ideal adalah Monarki dan Republik , yang mana Monarki dimana pemeintahan dipimpin oleh satu orang dan hanya dapat stabbil jika pemerintah ada banyak orang yang berperan. Namun yang utama adalah, masyarakat harus mandiri dan kua.

Doktrin Aggrandisement

Dalam doktrin Aggrandismentnya, Machiavelli mengungkapkan bahwa sebagai sebuah negara, maka tugas dari seorang penguasa adalah memperluas wilayah negaranya. Karena bagi Machiavelli, sebuah negara harus meluas atau negara tersebut akan binasa. Kekuatan senjata diperlukan untuk meningkatkan kapasitas kekuatan politik dan menjaga keberlangsungan negara. Sebagai upaya menciptakan kondisi yang demikian, maka seorang penguasa harus dapat menggunakan kekuatan yang bijaksana dan melalui seni memrintah. Pelanggaran hukum, kekacauan, dan kehancuran adalah akhir dari stabilitas. Dalam seni perang maka syarat yang paling utama dan duperlukan adalah adanya pasukan yang kuat dan loyal


 - Western Political Thought (From Plato to Marx), Indhira Gandhi National Open University School of Social Science



Tidak ada komentar:

Posting Komentar