“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

WTO Sebagai Rezim Sentral Perdagangan Dunia

Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com-Diambil dari tugas UAS)



Globalisasi telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia, tidak hanya dalam cara pandang dan interaksinya namun juga pada norma-norma yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Interaksi manusia yang sebelumnya sangat sederhana, dengan adanya kemajuan di bidang tekhnologi informasi dan transportasi menjadi kan interaksi tersbut semakin kompleks dan rumit. Sistem perdagangan yang pada awalnya kita kenal dengan sistem barter, kini telah berkembang dengan menggunakan sistem mata uang. Bahkan mata uang yang terdapat di setiap negara memiliki patokan tersendiri sebagai standar penetapan nilai tukarnya. Seperti contoh adalah Dollar Amerika yang saat ini menjadi standar nilai tukar mata uang mengantikan emas. Namun sekali lagi tekhnologi telah merubah arah transaski tersbut pada sebuah era digital. Pada masa ini sangat memungkinkan interaksi perdagangan dan ekonomi hanya disimbolkan melalui angka-angka digital yang terdapat pada layar monitor sebuah komputer.  

Selain itu, setelah berakhirnya perang dingin, telah mengubah tatanan dunia dari bipolar menjadi dunia yang multipolar. Hal ini ditandai dengan munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru dari negara-negara di Asia. Tidak hanya itu, model regionalisme juga menjadi sebuah trend model kerjasama bagi negara-negara yang berada di sebuah kawasan regional. Hal ini ditandai dengna semakin terintegrasinya negara-negara di Eropa, Asia Tenggara, Amerika Latin, dan juga negara-negara di Asia Selatan. Meskipun demikian, kerjasama ekonomi dan perdagangan masih mejadi model kerjasama yang memegang peranan terpenting di abad 21 ini. 

Setiap kawasan ataupun model kerjasama ekonomi dan perdagangan bilateral dan multilateral memiliki corak dan bentuk karakteristiknya masing-masing. Namun tujuan utama dari kerjasama perdagangan tersebut adalah membentuk sebuah kawasan pasar bebas antara negara anggota. Pasar bebas merupakan sebuah bentuk dari tujuan negara-negara di dunia untuk mengurangi bahkan menghilangkan hambatan yang terdapat pada kegiatan ekonomi khususnya terkait masalah ekspor impor. Tulisan ini akan melihat bagaimana linkage serta instutisional bergaining yang terdapat pada rezim WTO dapat mengatur berbagai macam rezim perdagangan yang ada di dalam praktek kerjasama perdaganan lainnya. 

Linkage merupakan sebuah dimensi dimana adanya kemampuan sebuah rezim untuk dapat melakukan hubungan natara rezim yang tergantung dari karakter rezim tersebut. Sedangkan Institusional bergaining dapat diartikan dengan adanya sebuah rezim negosiasi yang dibentuk oleh pemerintah ntuk mengatur kesepakatan bersama. Dalam kasus ini, tulisan ini akan menjelaskan bagaimana kemampuan WTO sebagai rezim oerdaganan dunia mengatur berbagai macam rezim perdagangan baik bilateral maupun multilateral di berbagai negara yang ada di dunia. Linkage dapat dijelaskan melalui kemampuan dari WTO sebagai rezim sentral perdaganan dunia menjadi sebuah standar bagi rezim perdagangan lainnya. Selain itu, sebagai institutional bergaining, WTO dibentuk untuk dapat mengelola efektifitas interaksi antar rezim perdagangan yang ada. 

Kesemua hal tersebut dapat kita lihat melalu tuuan daru dibentuknya WTO, yaitu sebagai organisasi internasional yang memegang peran utama dalam mengatur bebrapa masalah perdagangan di dunia. WTO didirikan sebagai upaya untuk membangun kesejahteraan bagi negara-negara anggotanya melalui jalur perdaganan internasional yang lebih luas dan bebas. Hal tersbut hanya dimungkinkan dicapai melalui serangkaian aturan perdaganan multilateral yang adil dan transparan, serta melindungi keseimbangan kebutuhan seluruh negara anggotanya baik negara maju maupun negara berkembang. 

Berbagai macam tujuan tersebut lebih jauh dituangkan dalam undang-undang pendirian WTO, yang secara spesifik lebih menjelaskan engenai tujuan, fungsi, dan struktur kelembagaan dalam WTO. Dari paparan diatas, terlihat jelas,bagaimana WTO memiliki linkage dengan berbagai macam model kerjasama perdaganan internasional lainnya di dunia. Setidaknya WTO telah berfungsi sebagai instutisional bergaining yang mengoptimalkan rezim yang ada untuk dapat lebih bekerja secara efisien.

Strategic Inconsistency Indonesia Bergabung Dalam Berbagai Forum Perdagangan Internasional (WTO, G20, AFTA)


Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com- diambil dari jawaban tugas UAS)

Setelah perang dingin berakhir, isu-isu terkait dengan high politic semakin berkurang dan lebih diwarnai dengan isu-isu low politic. Salah satu isu yang selalu menjadi topik perbincangan hangat di dalam forum-forum internasional adalah terkait dengan isu masalah ekonomi perdagangan. Semenjak ditemukannya tekhnologi produksi baru yang semakin efisien, negara-negara industri yang di dominasi oleh negara maju saling berlomba untuk dapat mengambil peran yang lebih besar dalam memajukan indstrinya. Salah satunya adalah dengan melakukan ekspansi, baik dalam hal bahan mentah, pasar, dan juga dalam hal distribusi barang produksi. Berbagai sarana produksi tersebut telah didukung dengan tekhnologi informasi dan juga transportasi yang semakin berkembang sat ini. Dua tekhnologi tersebut mendukung dinamika alur produksi barang dalam hal ekspor maupun impor. 

Hal ini lah yang kemudian memungkinkan setiap aktor ekonomi (dalam hal  ini negara), untuk dapat melakukan ekspansi ke berbagai tempat yang diinginkannya. Namun hal tersebut tentu bukan berarti dapat berjalan lancar tanpa kendala. Kendala terbesar yang dihadapi oleh negara-negara industri maju adalah adanya hambatan impor yang dilakukan oleh negara tujuan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibentuklah berbagai macam organisasi serta forum-forum internasional yang mewadahi negara sebagai aktor ekonomi untuk dapat saling berkominikasi, berinteraksi, dan melakukan kerjasama ekonomi melalui bentuk kerjasama perdagangan internasional. Meskipun demikian, tujuan dari adanya rezim ekonomi dan perdagangan tersebut adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan berbagai macam hambatan ekonomi yang terkait dengan masalah regulasi kebijakan pemerintah suatu negara. Dalam hal ini saya akan mengambil contoh organisasi seperti WTO dan G20. Dalam tulisan ini akan melihat bagaimana forum shoping yang ada di dunia internasional mengaruskan setiap negara tetap pada strategic inconistancynya untuk dapat memilih, rezim yang paling sesuai dengan arah dan implementasi politiknya. Dalam hal ini, Indonesia memilih untuk bergabung dengan beberapa rezim perdagangan internasional yang ada diantaranya adalah WTO, G20, dan AFTA.

Upaya Negara-Negara Industri Dalam Menghadapi Rezim Perubahan Iklim


Oleh: Haryo Prasodjo -haryoprasodjo@ymail.com- (Diambil dari jawaban tugas UAS)
 
Dengan ditemukannya tekhnologi mesin uap untuk industri pertama kalinya oleh Jamess Watt telah merubah wajah dunia saat ini. Tekhnologi tersebut tidak hanya memudahkan manusia dalam menyelesaikan berbagai macam pekerjaan dalam hal produksi, namun tekhnologi tersebut juga telah merubah arah industri saat ini. Dengan ditemukannya berbagai macam tekhnologi baru dalam dunia industri, secara perlahan namun pasti, peran manusia dalam faktor produksi semakin berkurang dan digantikan oleh tenaga mesin. Perkembangan tekhnologi tersebut telah menjadikan berbagai penemuan mesin-mesin baru tersebut semakin efisien. Jika sebelumnya mesin-mesin tersebut membutuhkan bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak, tekhnologi saat ini memungkinkan mesin-mesin tersebut bergerak dengan menggunakan tenaga listrik yang lebih efisien dan praktis. Nmun demikian, ternyata tidak semua alat-alat dalam kegiatan produksi tersebut menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Beberapa industri berat seperti baja, masih menggunakan minyak ataupun batu bara sebagai sumber energi dalam proses industrinya. 

Beberapa negara industri sekaligus penyumbang emisi gas terbesar didunia saat ini adalah , Amerika, China, dan India. Pada bulan Agustus 2012 lalu, Amerika Serikat dapat mengurangi emsisi karbonnya sebanyak 8%. Namun penurunan emisi karbon di Aerika tersebut turut diimbangi dengan pertumbuhan emisi karbon di negara-negara berkembang terutama seperti di China, India, Vietnam, Oman, dan Nigeria. Dimana semua negara tersebut mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dalam emisi gas buang sejak tahun 1995.[1] Emisi karbon di negara-negara tersebut meningkat karena adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat dari moderninasi serta adanya alih daya proses produksi manufactur dari negara-negara industri yang mengalihkan sebagian emisinya ke negara-negara tersebut.