Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com- diambil dari jawaban tugas UAS)
Setelah
perang dingin berakhir, isu-isu terkait dengan high politic semakin berkurang dan lebih diwarnai dengan isu-isu low politic. Salah satu isu yang selalu
menjadi topik perbincangan hangat di dalam forum-forum internasional adalah
terkait dengan isu masalah ekonomi perdagangan. Semenjak ditemukannya
tekhnologi produksi baru yang semakin efisien, negara-negara industri yang di
dominasi oleh negara maju saling berlomba untuk dapat mengambil peran yang
lebih besar dalam memajukan indstrinya. Salah satunya adalah dengan melakukan
ekspansi, baik dalam hal bahan mentah, pasar, dan juga dalam hal distribusi
barang produksi. Berbagai sarana produksi tersebut telah didukung dengan
tekhnologi informasi dan juga transportasi yang semakin berkembang sat ini. Dua
tekhnologi tersebut mendukung dinamika alur produksi barang dalam hal ekspor
maupun impor.
Hal
ini lah yang kemudian memungkinkan setiap aktor ekonomi (dalam hal ini negara), untuk dapat melakukan ekspansi
ke berbagai tempat yang diinginkannya. Namun hal tersebut tentu bukan berarti
dapat berjalan lancar tanpa kendala. Kendala terbesar yang dihadapi oleh
negara-negara industri maju adalah adanya hambatan impor yang dilakukan oleh
negara tujuan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibentuklah berbagai macam
organisasi serta forum-forum internasional yang mewadahi negara sebagai aktor
ekonomi untuk dapat saling berkominikasi, berinteraksi, dan melakukan kerjasama
ekonomi melalui bentuk kerjasama perdagangan internasional. Meskipun demikian,
tujuan dari adanya rezim ekonomi dan perdagangan tersebut adalah untuk
mengurangi bahkan menghilangkan berbagai macam hambatan ekonomi yang terkait
dengan masalah regulasi kebijakan pemerintah suatu negara. Dalam hal ini saya
akan mengambil contoh organisasi seperti WTO dan G20. Dalam tulisan ini akan
melihat bagaimana forum shoping yang ada di dunia internasional mengaruskan
setiap negara tetap pada strategic inconistancynya untuk dapat memilih, rezim
yang paling sesuai dengan arah dan implementasi politiknya. Dalam hal ini, Indonesia
memilih untuk bergabung dengan beberapa rezim perdagangan internasional yang
ada diantaranya adalah WTO, G20, dan AFTA.
Tujuan
dari dibentuknya sebuah rezim internasional adalah, untuk mengatur tata kelola
dari kepentingan nasional tiap negara. Rezim hadir sebagai sebuah norma yang
disepakati oleh beberapa pihak yang bergabung didalamnya. Kompleksitas rezim
dapat diartikan sebagai terbentuknya beberapa rezim internasional dengan tujuan
dan arah yang hampir sama. Dengan begitu, terdapat beberapa lembaga
internasional yang memiliki wewenang dan norma yang sedikit banyak memiliki
kemiripan antara satu dengna lainnya. Hal tersebut kemudian berdampak pada
tumpang tindihnya rezim yang ada. Kehadiran dari beberapa lembaga internasional
tersebut, menuntut suatu negara sebagai aktor internasional untuk dapat memilih
dari beberapa rezim yang memungkinkan sesuai dan sejalan dengan kepentingan
nasionalnya.
Setiap
negara yang ada di dunia setidaknya memiliki dua tujuan utama dalam politik
luar negerinya. Pertama adalah politik dan kedua adalah masalah ekonomi. Untuk
mengatur berbagai macam kepentingan nasional yang ada dari masing-masing
negara, maka beberapa negara yang memilih untuk membuat sebuah kesepakatan
internasional sebagai bentuk norma dan aturan yang mengatur berbagai
kepentingan tersebut.
Adapun
tujuan dari rezim perdagangan internasional adalah, sebagai upaya negara-negara
di dunia mengurangi hambatan dalam masalah distribusi ekspor impor serta
penyediaan barang dan jasa. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk
terbesar ke empat di dunia, serta potensi sumber daya alam yang melimpah
memiliki sebuah perhitungan tesendiri untuk dapat bergabung dengan berbagai
macam rezim perdagangan internasional. Meskipun dari ketiga rezim internasiona
seperti WTO, G20, dan AFTA memlik beberapa kesamaan dalam hal subtansinya.
Indonesia tetap bergabung sebagai salah satu anggota dari ketiga organisasi
tersebut. Beberapa pilihan alasan rasional Indonesia untuk bergabung dengan WTO
adalah, karena Indonesia merupakan negara yang masuk dalam keanggotaan IMF. Di
sisi lain, WTO merupakan sebuah paket kebijakan yang sejalan dengan IMF, yang
berfungsi untuk mengurangi kebijakan terkait dengan hambatan perdagangan
internasional khususnya bagi negara anggota IMF. Sedangkan alasan rasional
Indonesia untuk bergabung dengan G20 adalah lebih dikarenakan Indonesia
dianggap sebagai negara besar dan tertua yang ada di kawasan Asia Tenggara.
Dengan tujuan sebagai mediator yang menjembatani negara-negara di ASEAN dalam
forum tersebut, maka alasan rasional Indonesia adalah tetap bergabung dengan
G20. Sedangkan dalam AFTA, Indonesia merpakan salah satu negara pendiri dan
pengagas dibentuknya ASEAN. AFTA sendiri bertujuan sebagai sebuah rezim yang
lebih memfokuskan pada masalah regulasi ekonomi regional kawasna ASEAN,
terutama dalam masalah free trade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar