“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Diplomasi Terbuka Sebagai Jalan Pembentukan Mutual Trust Dalam Konflik India-Pakistan


Oleh: Haryo Prasodjo
  
A.    Latar Belakang Sejarah Hubungan India-Pakistan
India dan Pakistan merupakan negara yang merdeka di tahun 1947, yaitu setelah Inggris meninggalkan kawasan tersebut. Secara geografis, kedua negara yang berada di kawasan Asia Selatan negara ini merupakan negara tetangga yang saling berdekatan dan berbatasan. Negara India memiliki keadaan ekonomi yang jauh lebih baik dengan mayoritas penduduknya yang beragama Hindu.  Sebaliknya, Pakistan memiliki keadaan ekonomi yang berada di bawah India dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Namun sesuai dengan partisi 562, terdapat satu wilayah yang menjadi kawasan abu-abu. Kawasan tersebut berada di wilayah Jammu dan Khasmir, yang mana wilayah diberikan kebebeasan untuk memilih negara mana yang akan diikuti. Pilihan tersebut, biasanya didasari atas banyaknya agama mayoritas di negara bagian tersebut. Setidaknya tiga perempat dari penduduk yang tinggal di wilayah tersebut merupakan masyarakat muslim, dan sebagian lainnya merupakan masyarakat yang beragama Hindu. Perselisihan terjadi setelah Pakistan mengklaim bahwa Khasmir yang berpenduduk 70% merupakan muslim adalah bagian dari Pakistan. Sedangkan bagi India, setelah Khasmir memiliki raja yang beragamakan Hindu, maka wilayah tersebut berhak untuk ikut masuk ke dalam wilayah teritorial India.[1]

Pada tanggal 22 Oktober 1947, India mengirimkan pasukannya ke wilayah Khasmir. Sebagai wilayah yang dipersengketakan, tentu hal tersebut menuai respon dari Pakistan yang juga direspon dengan turut mengirimkan pasukannya ke wilayah Khasmir. Pada tanggal 31 Desember 1947, India meminta PBB untuk ikut melakukan campur tangan dalam masalaha tersebut.[2] Untuk meredam konflik antara kedua negara tersebut, pada bulan Januari tahun 1948. PBB mendirikan sebuah komisi yang dinamakan United Nation Commision for India and Pakistan (UNCIP) untuk menyelidiki perselisihan dan menjadi mediator dalam perselisihan yang terjadi antara India dan Pakistan. Pada bulan April 1948, Dewan Keamanan PBB memperbesar jangkauan keanggotaan komisi tersebut, untuk mempercepat rekomendasi yang terkait dengan langkah-langkah perdamaian. Selain itu, tujuan dibentuknya komisi tersebut juga sebagai komisi yang berperan untuk memonitoring kawasan yang dipersengketakan.[3]

Politik Luar Negeri Indonesia


Oleh: Haryo Prasodjo

Jawab Semua Soal
1.      Apakah Dilema Politik Luar Negeri Indonesia yang biasa dihadapi oleh Presiden Indonesia

Terdapat beberapa dilema yang biasa dihadapi oleh presiden Indonesia saat menjabat. Dalam bidang ekonomi dilema yang dihadapi adalah hutang luar negeri Indonesia yang terus meningkat. Dimana pada tahun 2014 ini hutang luar negeri Indonesia sudah mencapai angka 7,6% yang jika dinomilkan sebesar US$ 276,6 miliar atau sebesar 3.300 triliun rupiah. Dalam hal lingkungan, maka Presiden Indonesia akan dihadapi oleh masalah yang datang dari kebakaran hutan lahan gambut saat musim kemarau. Di mana kabit asap dari kebakaran tersebut menganggu hingga negara-negara tetangga. Dalam bidang keamanan, presden akan dihadapi oleh masalah disintegritas wilayah NKRI dan juga masalah terorisme transnasional. Dalam bidang ketenagakerjaan, maka Presiden Indonesia akan dihadapkan  pada masalah tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri.

2.      Sebutkan 10 negara yang berbatasan dengan Indonesia!

Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Republik Palau, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.

3.      Sebutkan slogan politik luar negeri Presiden SBY

Million Friends Zero Enemy (Sejuta kawan, Tanpa Musuh)
Navigating a Turbulent Ocean  (Mengarungi Samudra Bergejolak)
Persahabatan ke Segala Penjuru (all direction foreign Policy)

4.      Jelaskan Struktur Organisasi Kementrian Luar negeri RI

Menteri luar negeri : Bertugas dalam pengimplementasian kebijakan luar negeri

Wakil menteri luar negeri : Mengantikan posisi menteri luar negeri saat menteri sedang berhalangan

Sekertariat jendral : Melaksanakan koordinasi perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap  program, kegiatan, administrasi, dan sumber daya lingkungan kementrian luar negeri.

Direktorat Jendral Asia Pasifik dan Afrika :

a. Penyiapan perumusan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang politik dan hubungan
    luar negeri RI dengan negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik;
b. Koordinasi dan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang politik dan
    hubungan luar negeri RI dengan negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik;
c. Perundingan dalam rangka hubungan bilateral RI dengan negara-negara di kawasan Asia  
    Timur dan Pasifik;
d. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang politik dan
    hubungan luar negeri RI dengan negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik;
e. Pemberian bimbingan teknis, informasi, evaluasi, dan pelaporan di bidang politik dan
    hubungan luar negeri RI dengan negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik; dan
f. Pelaksanaan administrasi di lingkungan kerjanya.

Direktorat Jendral Amerika dan Eropa :

Dalam melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa menyelenggarakan fungsi:
  1. pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana dan program kerja Direktorat Jenderal;
  2. penyiapan penyusunan laporan hasil pelaksanaan rencana dan program kerja Direktorat Jenderal;
  3. pelaksanaan urusan lepegawaian, keuangan, perlengkapan, tata usaha, dan rumah tangga, Direktorat Jenderal;
  4. pelaksanaan dokumentasi dan statistic data hasil pelaksanaan rencana dan program kerja Direktorat Jenderal.

MDGS Sebagai Bentuk Global Governance


Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)


Secara tradisional, governance diartikan sebagai sekumpulan asosiasi yang memerintah. Baik dengan otoritas politik, institusi, dan juga kontrol. Governance dalam hal ini, diartikan sebagai institusi politik legal yang mengkoordinasikan dan mengontrol interaksi soasial serta dalam pembuatan keputusan. Dalam perkembangannya, governance lebih diartikan sebagai penanda dari regulasi hubungan interdepedensi dari ketiadaan otoritas politik dalam sistem internasional. Sistem internasional terkadang tidak berbentuk sebuah lembaga resmi namun juga dapat berbentuk sebuah unit aktor. Namun terkadang dapat jgua berbentuk sebagai sebuah lembaga resmi yang dapat membentuk sebuah nilai ataupun hukum untuk mengatur urusan dan masalah bersama oleh aktor yang beragam. Global governance dapat didefinisikan sebagai sekumpulan nilai, norma, kebijakan, hukum, dan institusi yang didefinisikan sebagai konstitusi, mediasi hubungan lintas batas antar negara, budaya, masyarakat, organisasi pemerintah dan non pemerintah, dan juga pasar[1]

Global governance merupakan sebuah gerakan menuju integrasi aktor politik transnasional yang ditujukan untuk mengatur masalah yang dapat mempengaruhi beberapa negara dalam dunia internasional. Hal tersebut mengacu pada berbagai macam cara yang berbeda bagi organisasi, lembaga, perusahaan, dan pemerintah dalam mengurus tata kelokanya masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Global governance merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menerapkan aturan yang berupa perundang-undangan. Hal tersebut termasuk dari kebiasaan, etika, serta norma-norma yang ada dalam masyarakat. Global governance kemudian kembali pada cara dimana semua urusan serta masalah global dapat dikelola secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan tidak adanya pemerintahan global serta global governance juga bukan merupakan sebuah sistem tunggal. Tidak adanya sistem pemerintahan global yang pasti, global gevernance juga dapat diartikan sebagai proses menejemen global tanpa adanya pemerintah global. Sehingga global governance biasanya melibatkan berbagai aktor terkait termasuk negara, serta organisasi-organisasi baik nasional maupun internasional. Global governance hadir seiring dengan berkurangnya peran negara dan munculny aaktor yang baru. Dalam global governance, sebuah organisasi dimungkinkan untuk diberikan peran utama untuk fokus pada suatu masalah[2]