“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

MDGS Sebagai Bentuk Global Governance


Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)


Secara tradisional, governance diartikan sebagai sekumpulan asosiasi yang memerintah. Baik dengan otoritas politik, institusi, dan juga kontrol. Governance dalam hal ini, diartikan sebagai institusi politik legal yang mengkoordinasikan dan mengontrol interaksi soasial serta dalam pembuatan keputusan. Dalam perkembangannya, governance lebih diartikan sebagai penanda dari regulasi hubungan interdepedensi dari ketiadaan otoritas politik dalam sistem internasional. Sistem internasional terkadang tidak berbentuk sebuah lembaga resmi namun juga dapat berbentuk sebuah unit aktor. Namun terkadang dapat jgua berbentuk sebagai sebuah lembaga resmi yang dapat membentuk sebuah nilai ataupun hukum untuk mengatur urusan dan masalah bersama oleh aktor yang beragam. Global governance dapat didefinisikan sebagai sekumpulan nilai, norma, kebijakan, hukum, dan institusi yang didefinisikan sebagai konstitusi, mediasi hubungan lintas batas antar negara, budaya, masyarakat, organisasi pemerintah dan non pemerintah, dan juga pasar[1]

Global governance merupakan sebuah gerakan menuju integrasi aktor politik transnasional yang ditujukan untuk mengatur masalah yang dapat mempengaruhi beberapa negara dalam dunia internasional. Hal tersebut mengacu pada berbagai macam cara yang berbeda bagi organisasi, lembaga, perusahaan, dan pemerintah dalam mengurus tata kelokanya masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Global governance merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menerapkan aturan yang berupa perundang-undangan. Hal tersebut termasuk dari kebiasaan, etika, serta norma-norma yang ada dalam masyarakat. Global governance kemudian kembali pada cara dimana semua urusan serta masalah global dapat dikelola secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan tidak adanya pemerintahan global serta global governance juga bukan merupakan sebuah sistem tunggal. Tidak adanya sistem pemerintahan global yang pasti, global gevernance juga dapat diartikan sebagai proses menejemen global tanpa adanya pemerintah global. Sehingga global governance biasanya melibatkan berbagai aktor terkait termasuk negara, serta organisasi-organisasi baik nasional maupun internasional. Global governance hadir seiring dengan berkurangnya peran negara dan munculny aaktor yang baru. Dalam global governance, sebuah organisasi dimungkinkan untuk diberikan peran utama untuk fokus pada suatu masalah[2]

Bentuk global gevernance merupakan sebuah bagian dari akumulasi perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan ide-ide nasional yang menglobal yang digambarkan pada wacana mengenai tatanan global. Selain itu, global governance juga berusaha untuk mengidentifikasi elemen inti dari pemerintahan yang ada di seluruh dunia, yang kemudian dihubungkan ke dalam konsep global governance[3]. Dalam sebuah sistem politik global kontemporer, hubungan antar rezim pemerintahan global tidaklah terintegrasi dan signifikan melainkan melalui sebuah bentuk organisasi internasional. Model dominan yang terdapat dalam sebuah organisasi internasional adalah regulasi birokrasi yang rasional dan tersusun secara sistematis. Bentuk organisasi seperti ini merupakan sebuah bentuk umum dari rezim politik dan bentuk transisi dari kedaulatan klasik menuju kedaulatan apa yang disebut oleh David Held sebagai kedaulatan kedua[4]. Konsep global governance hadir sebagai rumusan dalam menjawab bagaimana sebuah tatanan kelola global yang ada di dunia internasional saat ini menjadi relevan sebagai sebuah pendekatan. Bentuk transformasi dari agen-agen internasional tersebut menunjukkan sebuah peningkatan kapasitas agen non state, dan di sisi lain terjadi perubahan dalam peran negara yang semakin mengecil. 

MDGS hadir sebagai aktor yang berbentuk organisasi dari pemerintahan negara-negara di dunia di bawah naungan PBB, sebagai organisasi yang memiliki tujuan untuk mengatasi beberapa. MDGS hadir sebagai sebuah proses kerjasama kepemimpinan yang membawa sebuah ide bersama, norma bersama, nilai yang sama, dan melihat dengan cara yang sama untuk mencapai tujuan bersama. MDGS merupakan sebuah bentuk model pembangunan yang memiliki tujuan untuk melakukan pembangunan internasional. MDGS didirikan setelah Millenium Summit di tahun 2000 yang diadopsi ari milenium declaration PBB dan diikuti oleh 193 negara anggota PBB dengan dibantu 23 organisasi internasional. Mekanisme pemerintah global melalui gerakan MDGS merupakan sebuah gerakan yang juga mendukung ideologi neo-liberal yang diadopsi dari proses globalisasi. Secara bertahap, gerakan tersebut mengurangi peran negara beserta kedaulatannya melalui sebuah institusi yang pelaksanaan implementasinya telah disesuaikan dengan tujuan internasional yang akan dicapai. MGDS hadir sebagai institusi global yang bertujuan untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan serta kemampuan untuk menegakkan keputusan bagi hubungan antar negara-negara dalam mencapai tujuan. 

Melalui agenda rutin Milleniun Summit yang diadakan dua tahunan, dan dihadiri lebih dari 1000 organisasi non pemerintah dan lebih dari 100 negara. MDGS menekankan pada 3 aspek perbaikan yaitu ekonomi, politik,dan sosial. Ketiga aspek tersebut dijabarkan dengan perbaikan dalam segi sumber daya manusia melalui perbaikan gizi, pendidikan, dan kesehatan. Dalam bidang ekonomi, dilakukannya perbaikan infrastruktur sebagai bentuk pemberian kemudahan akses distirbusi barang dan jasa. Sedagkan dalam bidang politik lebih ditekankan pada perbaikan mengenai HAM yang berkenaan dengan pemberdayaan perempuan, perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan, penegakan hukum, serta kesetaraan dalam politik. Selain langah tersebut, langkah lainnya yang dilakukan oleh MDGS ini adalah melalui kebersediaan negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang dalam bentuk kemitraan global untuk pembangunan. Hal tersebut dilakukan baik melalui perdagangan yang adil maupun melalui penghoratan asas kedaulatan tiap negara untuk memilih dalam politik internasional. Beberapa langkah tersebut kemudian berusaha diimplementasikan oleh MDGS kedalam 8 millieniun development goals sebagai berikut: Memberantas kemiskinan, pendidikan yang merata, mempromosikan persetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, mengurangi angka kematian anak, memerangi penyakit (HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit lainnya), pelestarian lingkungan, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Dalam tulisan ini, kelompok kami akan mengfokuskan pada bahasan, bagaimana MDGS dapat menjadi bagian dari gerakan kosmopolitanisme khususnya yang terkait dengan masalah penanggulangan pelestarian lingkungan.

MDGS Sebagai Gerakan Kosmopolitan

Kosmopolitanisme berfokus untuk mengungkapkan dasar etika, budaya, dan juga mengenai komunitas politik dan negara secara eksklusif. Negara dan institusi internasioal merupakan kendaraan penting dalam membantu membangun pengakuan publik yang efektif melalui kebebasan dan keadilan sosial. Nilai-nilai kosmopolitan yang ada, telah mengakar pada rezim internasional melalui organisasi-organisasi internasional yang ada. Melalui MDGS, kita dapat melihat semangat kosmopolitanisme yang coba dibangun didalamnya, dimana sebuah ide hadir untuk dapat menyatukan berbagai macam individu dengan nilai dan latar belakang berbeda yang berada disebuah wilayah yang berdaulat menjadi dalam sebuah satu kesatuan dengan nilai-nilai unversal.[5]

Nilai yang ingin dibangun dari pandangan kosmopolitan adalah, adanya keseimbangna nilai moral pada semua manusia melalui serangkaian nilai-nilai dalam hak asasi manusia yang dipublikasikan melalui institusi seperti halnya dalam MDGS. Kosmopolitanisme merupakan sebuah cara pandang yang mencoba melihat keseragaman dan nilai universal. Pandangan kosmopolitanisme melihat, bahwa semua makhluk hidup memiliki sebuah ciri-ciri kesamaan yang kemudian menyatukan mereka ke dalam bentuk apa yang dinamakan sebagai “citizen of the world”.[6] Antara MDGS dan pandangan kosmopolitanisme meyakini bahwa setiap manusia memiliki satu nilai moral yang dianut dan melalui jalur kelembagaan, kosmopolitan berusaha untuk membentuk sebuah nilai dan aturan yang mendunia. 

Cara melihat MDGS melalui kosmopilitanisme dapat dilakukan dengan membentuk cara pandang nilai kosmolitan yang coba dibangun melalui sebuah tawaran dalam perubahan aturan serta politik internasional, budaya kosmopilitan yang ditekankan pada nilai global dari plularisme, ekonomi kosmopolitan dengan cara membuka pasar bebas yang memungkinkan semua orang memiliki kesempatan yang sama, dan juga melalui nilai-nilai kemanusiaan.[7] Nilai moral yang coba dibangun MDGS melalui pandangan kosmopolitanisme adalah membangn nilai moral yang wajib dimiliki oleh semua manusia yaitu kehidupan, pendidikan, dan kesehatan yang layak. Dalam MDGS ini, hak dan kewajiban sebuah negara yang berada disuatu tempat diserahkan pada sebuah nilai-nilai kolektif dan universal yang terdapat pada masyarakat dunia. MDGS merupakan sebuah bentuk institusi dari transformasi cara pandang kosmopilitan diimpleentasikan. Melalui konsep pembangunan dan metode kosmopilitan, institusi negara dan juga norma dapat saling berhubungan. 

Perubahan iklim yang hadir pada awal abad 20 merupakan imbas dari pembangunan negara-negara di dunia dalam proses industrialisasi. Berakhirnya perang dingin di akhir tahun 80 an telah membawa dunia menuju dunia yang semakin terintegrasi. Pengintegrasian tersebut lebih dikenal dengan globalisasi, yang mana ditandai dengna banyaknya aktor yang berperan, semakin kaburnya batas lintas negara, serta munculnya isu-isu low politic. Secara tidak langsung kegiatan industrialisasi yang dilakukan oleh negara-negara maju telah memberikan dampak pada lingkungan. Dampak tersebut berupa pencemaran lingkungan melalui limbah cair maupun udara. Mencairnya kutub utara, semakin tingginya permukaan air laut, menjadikan isu lingkungan semakin menarik untuk dibahas dalam berbagai forum-forum internasional. Melihat pembangunan dunia yang jauh dari apa yang diharapkan sebelumnya, maka MDGS hadir sebagai institusi yang bergerak untuk mencapai tujuan dalam pelestarian lingkungan.



[1] “The Un’s Rule in Global Governance”. Briefing Note Number 15. August 2009. Ralph Bunch for International Studies. The CUNY Graduate Center. www.UNhistory.org. Page 2.
[2] Dalam “Global Governance”, Diakses melalui http://www.who.int/trade/glossary/story038/en/. Pada tanggal 25 Desember 2014.
[3] Dalam “Conceptualising Global Governance in Internasional Relations”. Diakses melalui http://www.e-ir.info/2008/10/03/conceptualising-global-governance-in-international-relations/. Pada tanggal 25 Desember 2014.
[4] James, Paul. Soguk, Nevzat (2014). “Globalization and Politics, Vol. 1: Global Political and Legal Governance . London: Sage Publications. p. xxvi.
[5] Linklater, Andrew. “Critical Theory and World Politics Citizenship, Soverignty, and Humanity” Page 108.
[6] Kleingeld, Pauline. “Six Varietes of Cosmopolitanism in late Eighteen-Century Germany”. Washington University.  Hal 505.
[7][7] Ibid Hal 506.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar