Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Secara
tradisional, governance diartikan sebagai sekumpulan asosiasi yang memerintah.
Baik dengan otoritas politik, institusi, dan juga kontrol. Governance dalam hal
ini, diartikan sebagai institusi politik legal yang mengkoordinasikan dan
mengontrol interaksi soasial serta dalam pembuatan keputusan. Dalam
perkembangannya, governance lebih diartikan sebagai penanda dari regulasi
hubungan interdepedensi dari ketiadaan otoritas politik dalam sistem
internasional. Sistem internasional terkadang tidak berbentuk sebuah lembaga
resmi namun juga dapat berbentuk sebuah unit aktor. Namun terkadang dapat jgua
berbentuk sebagai sebuah lembaga resmi yang dapat membentuk sebuah nilai
ataupun hukum untuk mengatur urusan dan masalah bersama oleh aktor yang
beragam. Global governance dapat didefinisikan sebagai sekumpulan nilai, norma,
kebijakan, hukum, dan institusi yang didefinisikan sebagai konstitusi, mediasi
hubungan lintas batas antar negara, budaya, masyarakat, organisasi pemerintah
dan non pemerintah, dan juga pasar[1].
Global
governance merupakan sebuah gerakan menuju integrasi aktor politik
transnasional yang ditujukan untuk mengatur masalah yang dapat mempengaruhi
beberapa negara dalam dunia internasional. Hal tersebut mengacu pada berbagai
macam cara yang berbeda bagi organisasi, lembaga, perusahaan, dan pemerintah
dalam mengurus tata kelokanya masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Global
governance merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam
menerapkan aturan yang berupa perundang-undangan. Hal tersebut termasuk dari
kebiasaan, etika, serta norma-norma yang ada dalam masyarakat. Global
governance kemudian kembali pada cara dimana semua urusan serta masalah global
dapat dikelola secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pemerintahan global serta global governance juga bukan merupakan sebuah sistem
tunggal. Tidak adanya sistem pemerintahan global yang pasti, global gevernance
juga dapat diartikan sebagai proses menejemen global tanpa adanya pemerintah
global. Sehingga global governance biasanya melibatkan berbagai aktor terkait
termasuk negara, serta organisasi-organisasi baik nasional maupun internasional.
Global governance hadir seiring dengan berkurangnya peran negara dan munculny
aaktor yang baru. Dalam global governance, sebuah organisasi dimungkinkan untuk
diberikan peran utama untuk fokus pada suatu masalah[2].
Bentuk
global gevernance merupakan sebuah bagian dari akumulasi perkembangan politik,
ekonomi, sosial, dan ide-ide nasional yang menglobal yang digambarkan pada
wacana mengenai tatanan global. Selain itu, global governance juga berusaha
untuk mengidentifikasi elemen inti dari pemerintahan yang ada di seluruh dunia,
yang kemudian dihubungkan ke dalam konsep global governance[3]. Dalam
sebuah sistem politik global kontemporer, hubungan antar rezim pemerintahan
global tidaklah terintegrasi dan signifikan melainkan melalui sebuah bentuk
organisasi internasional. Model dominan yang terdapat dalam sebuah organisasi
internasional adalah regulasi birokrasi yang rasional dan tersusun secara
sistematis. Bentuk organisasi seperti ini merupakan sebuah bentuk umum dari
rezim politik dan bentuk transisi dari kedaulatan klasik menuju kedaulatan apa
yang disebut oleh David Held sebagai kedaulatan kedua[4].
Konsep global governance hadir sebagai rumusan dalam menjawab bagaimana sebuah
tatanan kelola global yang ada di dunia internasional saat ini menjadi relevan
sebagai sebuah pendekatan. Bentuk transformasi dari agen-agen internasional
tersebut menunjukkan sebuah peningkatan kapasitas agen non state, dan di sisi
lain terjadi perubahan dalam peran negara yang semakin mengecil.
MDGS
hadir sebagai aktor yang berbentuk organisasi dari pemerintahan negara-negara
di dunia di bawah naungan PBB, sebagai organisasi yang memiliki tujuan untuk
mengatasi beberapa. MDGS hadir sebagai sebuah proses kerjasama kepemimpinan
yang membawa sebuah ide bersama, norma bersama, nilai yang sama, dan melihat
dengan cara yang sama untuk mencapai tujuan bersama. MDGS merupakan sebuah
bentuk model pembangunan yang memiliki tujuan untuk melakukan pembangunan
internasional. MDGS didirikan setelah Millenium Summit di tahun 2000 yang
diadopsi ari milenium declaration PBB dan diikuti oleh 193 negara anggota PBB
dengan dibantu 23 organisasi internasional. Mekanisme pemerintah global melalui
gerakan MDGS merupakan sebuah gerakan yang juga mendukung ideologi neo-liberal
yang diadopsi dari proses globalisasi. Secara bertahap, gerakan tersebut
mengurangi peran negara beserta kedaulatannya melalui sebuah institusi yang
pelaksanaan implementasinya telah disesuaikan dengan tujuan internasional yang
akan dicapai. MGDS hadir sebagai institusi global yang bertujuan untuk
mengkoordinasikan dan mengendalikan serta kemampuan untuk menegakkan keputusan
bagi hubungan antar negara-negara dalam mencapai tujuan.
Melalui
agenda rutin Milleniun Summit yang diadakan dua tahunan, dan dihadiri lebih
dari 1000 organisasi non pemerintah dan lebih dari 100 negara. MDGS menekankan
pada 3 aspek perbaikan yaitu ekonomi, politik,dan sosial. Ketiga aspek tersebut
dijabarkan dengan perbaikan dalam segi sumber daya manusia melalui perbaikan
gizi, pendidikan, dan kesehatan. Dalam bidang ekonomi, dilakukannya perbaikan
infrastruktur sebagai bentuk pemberian kemudahan akses distirbusi barang dan
jasa. Sedagkan dalam bidang politik lebih ditekankan pada perbaikan mengenai
HAM yang berkenaan dengan pemberdayaan perempuan, perlindungan perempuan dan
anak dari kekerasan, penegakan hukum, serta kesetaraan dalam politik. Selain
langah tersebut, langkah lainnya yang dilakukan oleh MDGS ini adalah melalui
kebersediaan negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang dalam
bentuk kemitraan global untuk pembangunan. Hal tersebut dilakukan baik melalui
perdagangan yang adil maupun melalui penghoratan asas kedaulatan tiap negara
untuk memilih dalam politik internasional. Beberapa langkah tersebut kemudian
berusaha diimplementasikan oleh MDGS kedalam 8 millieniun development goals
sebagai berikut: Memberantas kemiskinan, pendidikan yang merata, mempromosikan
persetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, mengurangi angka kematian anak,
memerangi penyakit (HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit lainnya), pelestarian
lingkungan, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Dalam tulisan
ini, kelompok kami akan mengfokuskan pada bahasan, bagaimana MDGS dapat menjadi
bagian dari gerakan kosmopolitanisme khususnya yang terkait dengan masalah
penanggulangan pelestarian lingkungan.
MDGS Sebagai Gerakan Kosmopolitan
Kosmopolitanisme
berfokus untuk mengungkapkan dasar etika, budaya, dan juga mengenai komunitas
politik dan negara secara eksklusif. Negara dan institusi internasioal
merupakan kendaraan penting dalam membantu membangun pengakuan publik yang
efektif melalui kebebasan dan keadilan sosial. Nilai-nilai kosmopolitan yang
ada, telah mengakar pada rezim internasional melalui organisasi-organisasi
internasional yang ada. Melalui MDGS, kita dapat melihat semangat
kosmopolitanisme yang coba dibangun didalamnya, dimana sebuah ide hadir untuk
dapat menyatukan berbagai macam individu dengan nilai dan latar belakang
berbeda yang berada disebuah wilayah yang berdaulat menjadi dalam sebuah satu
kesatuan dengan nilai-nilai unversal.[5]
Nilai
yang ingin dibangun dari pandangan kosmopolitan adalah, adanya keseimbangna
nilai moral pada semua manusia melalui serangkaian nilai-nilai dalam hak asasi
manusia yang dipublikasikan melalui institusi seperti halnya dalam MDGS.
Kosmopolitanisme merupakan sebuah cara pandang yang mencoba melihat keseragaman
dan nilai universal. Pandangan kosmopolitanisme melihat, bahwa semua makhluk
hidup memiliki sebuah ciri-ciri kesamaan yang kemudian menyatukan mereka ke
dalam bentuk apa yang dinamakan sebagai “citizen of the world”.[6]
Antara MDGS dan pandangan kosmopolitanisme meyakini bahwa setiap manusia
memiliki satu nilai moral yang dianut dan melalui jalur kelembagaan,
kosmopolitan berusaha untuk membentuk sebuah nilai dan aturan yang mendunia.
Cara
melihat MDGS melalui kosmopilitanisme dapat dilakukan dengan membentuk cara
pandang nilai kosmolitan yang coba dibangun melalui sebuah tawaran dalam
perubahan aturan serta politik internasional, budaya kosmopilitan yang
ditekankan pada nilai global dari plularisme, ekonomi kosmopolitan dengan cara
membuka pasar bebas yang memungkinkan semua orang memiliki kesempatan yang
sama, dan juga melalui nilai-nilai kemanusiaan.[7]
Nilai moral yang coba dibangun MDGS melalui pandangan kosmopolitanisme adalah membangn
nilai moral yang wajib dimiliki oleh semua manusia yaitu kehidupan, pendidikan,
dan kesehatan yang layak. Dalam MDGS ini, hak dan kewajiban sebuah negara yang
berada disuatu tempat diserahkan pada sebuah nilai-nilai kolektif dan universal
yang terdapat pada masyarakat dunia. MDGS merupakan sebuah bentuk institusi
dari transformasi cara pandang kosmopilitan diimpleentasikan. Melalui konsep
pembangunan dan metode kosmopilitan, institusi negara dan juga norma dapat
saling berhubungan.
Perubahan
iklim yang hadir pada awal abad 20 merupakan imbas dari pembangunan
negara-negara di dunia dalam proses industrialisasi. Berakhirnya perang dingin
di akhir tahun 80 an telah membawa dunia menuju dunia yang semakin
terintegrasi. Pengintegrasian tersebut lebih dikenal dengan globalisasi, yang
mana ditandai dengna banyaknya aktor yang berperan, semakin kaburnya batas
lintas negara, serta munculnya isu-isu low politic. Secara tidak langsung
kegiatan industrialisasi yang dilakukan oleh negara-negara maju telah
memberikan dampak pada lingkungan. Dampak tersebut berupa pencemaran lingkungan
melalui limbah cair maupun udara. Mencairnya kutub utara, semakin tingginya
permukaan air laut, menjadikan isu lingkungan semakin menarik untuk dibahas
dalam berbagai forum-forum internasional. Melihat pembangunan dunia yang jauh
dari apa yang diharapkan sebelumnya, maka MDGS hadir sebagai institusi yang
bergerak untuk mencapai tujuan dalam pelestarian lingkungan.
[1] “The Un’s Rule in Global Governance”. Briefing Note Number 15.
August 2009. Ralph Bunch for International Studies. The CUNY Graduate Center. www.UNhistory.org. Page 2.
[2] Dalam “Global Governance”, Diakses melalui http://www.who.int/trade/glossary/story038/en/. Pada tanggal 25 Desember 2014.
[3] Dalam “Conceptualising Global Governance in Internasional Relations”.
Diakses melalui http://www.e-ir.info/2008/10/03/conceptualising-global-governance-in-international-relations/. Pada tanggal 25 Desember 2014.
[4] James,
Paul.
Soguk, Nevzat (2014). “Globalization and Politics, Vol. 1:
Global Political and Legal Governance” .
London: Sage Publications.
p. xxvi.
[5] Linklater, Andrew. “Critical Theory and World Politics
Citizenship, Soverignty, and Humanity” Page 108.
[6] Kleingeld, Pauline. “Six Varietes of Cosmopolitanism in late
Eighteen-Century Germany”. Washington University. Hal 505.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar