Sering kali saya berdiskusi
dengan bapak saya, dan salah satu tema yang menarik adalah pertanyaan sekaligus
pernyataan dari bapak saya, “prilaku yang
menjadikan orang itu kaya atau kekayaan itu yang membentuk prilakunya?”.
Pernyataan tersebut dilator belakangi oleh pengalaman bapak saya saat kuliah D3
di salah satu sekolah tinggi yang ada di Kota Bekasi saat itu. Konon bapak saya
memiliki beberapa dosen yang dapat dikatakan ‘ringan tangan’, namun bukan ringan tangan dalam artian negatif suka
memukul atau kasar. Ringan tangan yang dimaksud di sini adalah tidak rumit,
tidak njelimet, simpel dan menyenangkan. Kalau bapak saya bilang, ‘orangnya enakan’, tidak sulit memberikan
nilai baik kepada mahasiswanya kecuali mahasiswa tersebut memang tidak bisa dan
tidak pernah melakukan apa-apa (baik tugas maupun ujian) dan tidak pernah
menyusahkan orang.
Lebih lanjut bapak saya
bercerita, jikalau dosen tersebut juga secara materi memang sudah dapat
tergolong mampu. Meninggat saat itu masih sekitar tahun 1995-1997, masa yang tergolong
cukup sulit untuk membangun pondasi ekonomi yang baik. Namun dosen bapak saya
tersebut sudah tergolong mampu, karena si dosen sudah menggunakan kendaraan
pribadi yang berupa mobil. Pada saat itu sudah termasuk barang mewah, karena
tidak semua orang memiliki mobil (tidak seperti masa sekarang, yang hampir
setiap keluarga sudah memiliki mobil). “Kalau
tidak orang kaya, tahun segitu mana bisa punya mobil”, cerita bapak saya.
Jawaban pasti dari saya adalah, “ya pasti dari prilakunya dulu lah bapak,
baru kekayaan itu datang”. Pikiran saya sederhana, karena prilaku pada
dasarnya adalah pondasi utama bagi manusia sebagai bekal untuk hidup. Prilaku
yang positif, pasti akan memiliki dampak yang
positif, khususnya bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Dengan
demikian, iklim yang akan berada di sekitar orang tersebut menjadi kondisi yang
positif. Jika hal tersebut sudah terjadi, maka bukannya tidak mungkin jika
rejeki akan dengan mudah berdatangan. Bayangkan jika prilakunya adalah prilaku
yang negative dan memberikan pengaruh yang negatinf juga untuk sekitarnya.
Datang atau bertatap muka dengan orang dengan wajah yang murung dan raut wajah
yang suram, bagaimana orang sekitarnya akan merespon? Pasti dan tidak akan jauh
berbeda juga akan meresponnya dengan pengaruh yang negatif juga.
Pernyataan bapak saya tersebut
tidak jauh berbeda dengan pertanyaan yang diajukan oleh Tony Stark dalam film Iron Man, “kitalah yang menciptakan
setan (dalam diri kita) sendiri”. Tindakan kita saat ini adalah hasil dari
tindakan kita di masa lalu, dan tindakan kita di masa depan, adalah hasil dari
tindakan dan prilaku kita saat ini. Begitu besarnya dampak yang diakibatkan
oleh prilaku kita sendiri, maka tidak heran jika dalam Al Qur’an Allah
mengatakan bahwa ‘tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga kaum tersebut
mengubah apa yang ada di dalam dirinya sendiri terlebih dahulu’. Dalam diri
juga memiliki penafsiran yang beragam, bisa pikiran dan juga prilaku kita.
Berbeda jika kita melihatnya dari
kekayaan terlebih dahulu, yaitu kekayaanlah yang membentuk prilaku seseorang.
Saya rasa hal tersebut bisa saja terjadi pada seseorang, namun saya selalu
yakin jika kekayaan yang berbentuk demikian adalah kekayaan semu, yaitu
kekayaan yang pasti akan cepat berakhir (hal ini bisa sangat terjadi kepada
orang kaya yang buruk prilakunya). Telah banyak dalam Al Qur’an Allah
memberikan contoh, bagaiamana raja-raja yang buruk prilakunya kemudian Allah
binasakan dan dijadikan pelajaran bagi orang-orang setelahnya. Hal tersebut
dikarenakan orang tersebut tidak mampu untuk mengolah kekayaan yang
dimilikinya. Lalu bagaimana jika orang tersebut sudah kaya dan berprilaku baik?
Itu adalah anugrah, dan bisa juga merupakan takdir atau nasib dari orang
tersebut.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa prilaku
kita juga dikendalikan oleh kondisi dan pikiran kita, oleh karena itu kita
harus selalu bersuaha untuk menjaga pikiran dan hati kita dalam kondisi
terbaiknya. Baik artinya tidak tertekan dan tidak menderita, selalu berada
dalam kedamaian dan ketenangan, terlepas dari apaun kondisi fisik yang kita
alami. Lagi-lagi Iagi, Islam memberikan solusinya, yaitu dengan menginggat
Allah (hanya dengan menginggat Allah lah, hati akan merasa tenang).
Maka akhri dari obrolan tersebut
adalah, saya dan bapak saya percaya jika prilaku seseoranglah yang nantinya
akan menentukan nasib orang tersebut. Apakah akan menjadi orang yang sukses,
atau menjadi orang yang tidak sukses. Satu hal yang terpenting adalah, jangan
takut untuk menjadi orang sukses dan kaya. Dengan menjadi orang sukses dan
kaya, setidaknya kita akan lebih dapat banyak beramal dan berbagi. Artinya,
kita justru akan menjadi jauh lebih dekat lagi dengan kesuksesan itu sendiri.
Batu, Malang 20 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar