Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Isu
perbatasan selalu menjadi isu terhangat yang sekan tidak akan pernah selesai
untuk dibahas dalam kajian hubungan internasional. Hal ini dikarenakan, masalah
perbatasan selalu menjadi polemik yang hampir terjadi disemua negara di dunia,
khususnya negara-negara yang termasuk dalam katagori sedang berkembang. Dalam
hal ini terkait dengan masalah perbatasan antara Indonesia – Malaysia yang
hampir setiap tahunnya terjadi kesalah pahaman mengenai batas teritori
masing-masin gnegara. Dibandingkan
dengan negara-negara lainnya yang berada di kawasan Asia Tenggara, negara
Republik Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas wilayah
terbesar di kawasan Asia Tenggara. Selain itu negara Indonesia merupakan negara
yang masuk kedalam katagori sebagai negara kepualauan, yang mana luas wilayah
Indonesia hampir sebagian besar didominasi oleh gugusan pulau dan juga wilayah
laut. Luas wilayah yang terbentang dari Sabang hingga Merauke tersebut tentu
memiliki potensi alam yang berlimpah, baik dari hasil hutan, pertanian,
perkebunan, laut ataupun kekayaan alam yang berada di dalam perut bumi seperti
barang-barang tambang. Selain itu negara Indonesia termasuk kedalam negara yang
dilalui oleh garis khatulistiwa dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan
hutan tropis terbesar di dunia, yang memiliki keberanekaragaman kehidupan baik
hayati maupun nabati.
Perjuangan
yang dilakukan oleh Presiden SBY melalui politik luar negerinya terkait masalah
yang berkenaan dengan perbatasan adalah selalu mengedepankan politik luar
negeri Indonesia yang berlandaskan pada kebijakan Thausand Friends Zero Enemy. Dimana dalam
setiap permasalahan yang terjadi, Indonesia selalu mengedepankan asas
kekeluargaan pada masalah-masalah yang dianggapnya tidak begitu mendesak. Hal
ini dapat dilihat bagaimana masalah-masalah perbatasan antara RI-Malaysia dapat diselesaikan dengan
diplomasi damai tanpa harus ada diplomasi senjata. Adapun masalah perbatasan
yan kembali mencuat beberapa bulan lalu yang tepatnya pada Bulan Mei 2014
adalah terkait kasus pembangunan mercusuar yang dilakukan oleh Malaysia di zona
abu-abu Tanjugn Datuk, Sambas, Kalimantan Barat. Pembangunan mercusuar sendiri
diketahui, setelah radar navigasi milik Dinas Perhubungan Laut Indonesia
menangkap adanya kegiatan di kawasan tersebut. Yang selanjutnya, dilaporkan
kepada TNI. Situasi sedikit memanas ketika Panglima TNI Jendram Moeldoko meminta
Pemerintah Indonesia untuk melayangkan surat protes kepada pihak Malaysia
terkait dengan pembangunan mercusuar di tanah yang menjadi sengketa tersebut. Pembangunan
yang dilakukan oleh Malaysia sendiri dilakukan dengan menggunakan kapal polisi
maritim dan angkatan laut Malaysia. Yang mana pembangunan tersebut dilakukan
oleh pihak Malaysia setelah mengklaim bahwa kawasan Tanjugn Datuk merupakan
kawasan teritorial yang masuk kedalam wilayah Malaysia.
Adapun
perjuanganpolitik luar negeri Indonesia terkait masalah perbatasan dalam
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah selalu
mengedepankan politk good neigbourhood policy, dimana langkah-langkah yang
diambil merupakan langkah yang lebih memprioritaskan negosiasi win-win solution
tanpa harus mengurangi pencapaian dari kepentingan nasional Indonesia sendiri.
Beberapa langkah yang ditempuh oleh pemerintahan SBY saat itu terkait dengan
masalah pembangunan mercusuar di Tanjung Datuk itu sendiri adalah melalui dialog
terbuka yang dilakukan oleh Petinggi TNI, Kementrian Pertahanan RI yang
difasilitasi oelh Kementrian Luar Negeri Indonesia. Menurut perhitungan yang
dilakukan oleh pihak pemerintah Indonesia setelah berkoordinasi dengan
kementrian dan lembaga terkait, bahwa pembangunan mercusuar tersebut memang
berada dalam garis landasan kontinental RI berdasarkan perjanjian Indonesia
–Malaysia tahun 1969.[1]
Sedangkan menurut status quo kawasan tersebut masuk ke dalam titik koordinat
02.05.053 N-109.38.370 E Bujur Timur, atau sekitar 900 meter di depan patok
SRTP 1 (patok 01) di Tanjung Datu, Kalimantan Barat, wilayah abu-abu, yang
tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di kawsan tersebut.[2]
Sedangkan menurut perhitungan yang dilakukan oleh Dishitdros TNI AL pada tahun
2013, kawasan tersebut berada pada titik koordinat 02'05'.051' Lintang Utara
serta 109'38.760' Bujur Timur, yang diplot di peta nomor 282K dan berada pada
wilayah perairan Indonesia dengan jarak 309 meter dari daratan. [3]
Dalam
kasus ini, memang terjadi perbedaan cara pandang dari Indonesia maupun Malaysia
dalam melihat batas negara. Indonesia merupakan negara yang yang menerapkan
aturan yang tertuan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS)yan gberupa negara kepualauan. Sedangkan Malaysia merupakan negara
continental yang ingin seperti negara kepulauan. Perbedaan inilah yang
menjadikan kedua belah pihak belum menemui titik temu terkait solusi untuk
pemecahan masalah perbatasan tersebut. Meskipun situasi di Tanjung Datuk
tersebut sempat memanas setelah TNI menyiagakan tiga buah kapal perang di
wilayah tersebut, namun kondisi terdebut kembali kondusif setelah Kementerian
Luar Negeri Indonesia memfasilitasi pertemuan antara TNI, Kementrian Pertahanan
Indonesa dengan phak Malaysia di Jakarta. Yang mana dalam pertemuan tersebut
dibahas kesepakatan baru antara Indonesia dan Malaysia untuk bersama-sama
memverifikasi koordinat letak mercusuar
di wilayah perbatasan tersebut. Dalam pertemuan tersebut juga dihadirkan tim
teknis dari kedua belah pihak, hal ini agar hasil yang diperoleh lebih obyektif
dari segi teknis bukan dari segi politis. Perundingan sendiri sudah berlangsung
dari tanggal 26 Mei 2014 lalu. Sedangkan join
verification antra pihak yang terlibat dilakukan pada Bulan Juni dan
diharapkan dengan adanya pertemuan tersebut, semua pihak untuk tidak melakukan
aktifitas pada wilayah tersebut. Setelah perundingan tersebut selesai, maka
pihak Malaysiapun berseda untuk menghentikan pembangunan mercusuar diwilayah
tersebut dan membongkar beberapa pancang yang sudah berdri dengan syarat tidak
ada kapal TNI AL yang melintas saat pembongkaran berlangsung.
Penyelesaian
sengketa perbatasan terkait dengan pembangunan mercusuar dengan jalur negosiasi
damai merupakan jalan terbaik yang ditempuh oleh Indonesia dan Malaysia. Hal
ini dapat menjadi nilai positif dan menjadi contoh kepada negara-negara di
kawasan Asia Tenggara khususunya negara yang tergabung dalam ASEAN mengingat kedua
negara merupakan dua negara tersebut, merupakan negara besar di Asia Tenggara
dan juga termasuk negara-negara pendiri ASEAN. Adapun beberapa hal yang haru
dipertimbangkan kedepannya bagi Pemerintah Indonesia untuk menjaga wilayah
perbatasan adalah untuk memberdayakan potensi sumber daya yang terdapat di
wilayah perbatasan, khususnya masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan.
Pembangunan wilayah perbatasan yang berkelanjutan dapat memberikan keuntungan
jangka panjang bagi Indonesia untuk dapat mempertahankan keutuhan dan
kedaulatan wilayah Indonesia khsusnya wilayah yang berbatasan langsung dengan
negara tetanga.
Kebijakan
luar negeri Indonesia yang bebas aktif yang terimplementasi dalam Good
Neigbeourhood Policy dan Thausand Friends, Zero Enemy rupanya cukup berhasil dalam menyelesaikan masalah
yang terkait dengan perbatasan dalam hal ini masalah pembangunan mercusuar oleh
Malaysia di Tanjugn Datuk. Kedepannya, setelah melihat wilayah tersebut
merupakan wilayah vital, maka TNI berencana untuk membangun sebuah intalasi
militer baik dari pangkalan angkatan laut dan udara di wilayah tersebut. Pengoprasian
pangakalan militer tersebut direncanakan dapat beroprasi di tahun 2015, yang
mana keberadaan pangkalan itu dinilai strategis karena berkaitan dengan posisi
Indonesia di Laut China Selatan, terutama diperairan Natuna yang menjadi
teritorial NKRI.
[1] Dalam
“TNI Hentikan Pembangunan Mercusuar Malaysia, Sabtu 24 Mei 2014. Diakses
melalui http://nasional.news.viva.co.id/news/read/506941-tni-hentikan-pembangunan-mercusuar-malaysia,
pada tanggal 26 Oktober 2014.
[2] Dalam TNI Proters Pembangunan Mercusuar di
Wilayah Sengketa, Apa Tanggapan Malaysia?, Rabu 25 Mei 2014. Diakses melalui http://news.detik.com/read/2014/05/21/113055/2588072/10/tni-protes-pembangunan-mercusuar-di-wilayah-sengketa-apa-respons-malaysia,
pada tanggal 26 Oktober 2014.
[3] Dalam
“Mercusuar Yang Dibangun Malaysia di Sambas Akhirnya Dibongkar”, 22 Oktober 2014.
Diakses melalui http://news.metrotvnews.com/read/2014/10/22/308705/mercusuar-yang-dibangun-malaysia-di-sambas-akhirnya-dibongkar,
pada tanggal 26 Oktober 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar