Zona
wilayah maritim yang berada di kawasan Asia Tenggara menjadi sebuah zona dimana
kegiatan ekonomi serta kegiatan penyelundupan imigran ilegal telah menunjukkan
angka peningkatan yang singnifikan beberapa tahun terakhir. Hal tersebut juga
merupakan dampak dari kemajuan tekhnologi dalam hal informasi, telekomunikasi,
dan transportasi yang semakin kompleks dan sulit dideteksi. Kondisi ketimpangan
yang terjadi antara negara-negara di dunia serta pecahnya konflik etnis dan
perang antar kelompok juga menjadi masalah serius yang dampaknya tidak hanya dirasakan
oleh negara konflik. Namun juga berimbas pada negara-negara yang berada di
kawasan sekitar termasuk juga negara yang letak geografisnya berjauhan.
Negara-negara yang berada di kawasn pantai Asia Tenggara merupakan negara yang
paling rentan terhadap gangguan pengiriman imigran ilegal asal negara-negara
Timur Tengah dan Asia Selatan. Dalam hal ini, Indonesia termasuk sebagai negara
yang memiliki tingkat resiko paling tinggi sebagai negara yang akan terdampak
dari pengiriman imigran ilegal yang menuju Australia.
Indonesia
memiliki posisi geografis yang strategis sebagai jalur pelayaran penghubung
antar negara yang berada di kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, untuk menuju ke
Australia. Garis pantai yang luas, serta letak perairan Indonesia yang berada pada
posisi persilangan dalam lalu lintas dunia baik udara maupun laut. Selain
memiliki keuntungan, hal tersebut juga menjadi ancaman bagi keamanan Indonesia
karena menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang sangat cocok sebagai tempat
transit bagi para imigran gelap yang akan melakukan perjalanan menuju
Australia. Hal tersebut juga didukung dengan adanya ribuan pulau-pulau kecil
yang mengelilingi Indonesia. Sejak akhir tahun 90-an, wilayah perairan
Indonesia telahmenjadi lokasi transit bagi para pengungsi yang akan mencari
suaka menuju ke Australia. Para pengungsi tersebut biasanya berasal dari negara-negara yang rawan akan
konflik dan minim akan keamanan seperti Pakistan, Myanmar, Afghanistan, Iran,
Srilangka, Bangladesh, dan Syiria. Para pengungsi ilegal yang mencari suaka dan
transit di Indonesia tersebut, biasanya disebut sebagai manusia perahu atau “boat people”. Manusia perahu ini
terdiri dari laki-laki dan perempuan bahkan tidak sedikit anak-anak dan balita
yang mengarungi lautan menggunakan perahu sewaan dengan peralatan dan bekal
seadanya. Maka sering kali perahu yang
dinaiki oleh para imigran ilegal ini mengalami kecelakaan di tengah laut akibat
diterjang ombak dan banyak dari mereka yang terdampar di perairan Indonesia.
Banyak
dari para pengungsi menggunakan jasa nelayan negara sekitar untuk melakukan
perjalanan laut menuju Australia menggunakan perahu yang dimiliki oleh para
nelayan tersebut yang biasa digunakan untuk mencari ikan. Hal tersebut karena
para pengungsi terdesak akan hempitan keamanan dan keselamatan jiwa jika harus
tinggal lebih lama di negara asalanya. Untuk mendapatkan suaka dan perlindungan
di Australia, para pengungsi dengan jalur ilegal melakukan perjalanannya
menggunakan perahu tradisional secara massal. Tidak sedikit dari perahu yang mereka
tumpangi karam dan tenggelam diterjang ombak di perairan laut Indonesia.
Namun
tidak sedikit juga dari para imigran ilegal ini yang menjadikan Indonesia
sebagai tempat transit sementara sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju
Australia. Indonesia menjadi tempat yang biasa dijadikan sebagai tempat
peristirahatan sementara bagi para imigran ilegal yang akan melanjutkan
perjalanannya ke Australia. Setidaknya terdapat beberapa alasan yang menjadikan
para imigran ilegal ini sering menjadikan Indonesia sebagai lokasi transit
sebelum menlanjutkan perjalanan menuju Australia. Pertama adalah, adanya kesan dari apra imigran ilegal ini bahwa
adanya kemudahan akses untuk masuk ke Indonesia. Kedua, lokasi strategis Indonesia yang berdekatan dengan Australia.
Hal ini memungkinkan bagi para imigran ilegal untuk dapat melakukan perjalanan
baik melalui darat maupun udara untuk dapat mencapai negara tujuan yaitu Australia.
Ketiga, negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau menjadikan para imigran
dapat masuk ke Indonesia dari berbagai lokasi. Keempat, minimnya pengawasan dan
kontrol serta peralatanpendukung operasional perairan Indonesia juga menjadi
penyebab banyaknya imigran ilegal berhasil masuk ke Indonesia.[1]
Jawa Barat bagian Selatan merupakans alah satu lokasi yang paling ideal sebagai
tempat transit bagi para imigran ilegal. Selain karena Pantai Selatan merupakan
jalur palgn cepat menuju Australia dan juga Pantai Selatan memiliki garis laut
yang panjang.
Meskipun
demikian, Pemerintah Indonesia juga memiliki perhatian yang cukup besar bagi
para pengungsi ilegal yang tertangkap di Indonesia. Hal tersebut diwujudkan
dalam bentuk bantuan tempat tinggal sementara bagi para pengungsi. Setidaknya
terdapat beberapa titik wlayah yang rawan menjadi pintu masuknya para pengungsi
ilegal melalui jalur perairan. Hal tersebut terjadi karena tidak semua wilayah
perairan di Indonesia memiliki penjagaan baik oleh personel TNI maupun aparat
penegak hukum lainnya. Seperti di wilayah Semanjung Riau, Kalimantan, dan ujung
Barat Indonesia yaitu Aceh. Pengungsi ilegal yang tertangkap di Indonesia
biasanya berasal dari Srilanka (17%), Afghanistan (55%), Irak (17%). Selebihny apengungsi
tersebut berasal dari Myanmar, Iran, Vietnam, Bangladesh, dan Pakistan. Jumlah
kedatangan para pengungsi ilegal yang tertangkap di Indonesia semakin mengalami
peningkatan.[2]
Dari
tahun ke tahun ke tahun imigran gelap dan penyelundupan orang ke Indonesia dan
transit melalui Indinesia semakin meningkat.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari data statistik setiap tahunnya. Cara
perjalanan ilegal lebih menjadi pilihan favorit para imigran dibandingkan
melalui cara imigrasi legal. Di Indonesia sendiri hal in terjadi rata-rata
seitap tahunnya, selama periode Bulan Januari hingga Bulan Mei tahun 2010,
terdapat setidaknya 61 kali pengamanan pengungs ilegal yang masuk ke wilayah
Indonesia dengan total pengungsi mencapai angka 1245 jiwa. Pada periode yang
sama yaitu setahun sebelumnya , di tahun 2009 telah terjadi 31 kali pengamanan
dengan jumlah pengungsi ilegal sebanyak 1178 jiwa.[3]
Dari
data statistik tersebut, terlihat angka penignkatan yang signifikan mengenai
jumlah pengungsi ilegal yang memasuki wilayah Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus
tahun 2012 lalu, setidaknya sebanyak 1203 jiwa pengungsi ilegal yang tertangkap
oleh badan imigrasi Indonesia telah di tahan di berbagai wilayah di Indonesia
di 13 rumah milik detensi imigrasi (Rudenim) yang dibangun oleh International
Organization for Mogration (IOM). Pada tanggal 25 Oktober tahun 2012 Pemerintah
Indonesia juga berhasil mengamankan imigran ilegal asal Timur Tengah yang
tertangkap di Pulai Laki dekat kepualaun Seribu, Jakarta Utara. Mereka memilih
melakukan perjalanan sebagai imigran ilegal menuju Australia karena kondisi
negaranya sudah tidak aman, yaitu diakbitkan banyaknya kekerasan, konfil, dan
peperangan.Sebagian dari mereka adalah para korban yang menjadi target dari
kekerasan tersebut sehingga memutuskan untuk menuju Australia untuk mencari
suaka.[4]
Pemerintah
Indoensia memandang perlu adanya kerjasama dengan IOM dalam menangani masalah
imigran ilegal yang sebagian besar
adalah pengungsi pencari suaka. IOM sendiri merupakan sebuah organisasi antar
pemerintah yang khusus menangani masalah migrasi dengan jalan yang lebih
manusiawi dan teratur secara sistematis dan terprosedur dengan baik.
Organisnasi ini dibentuk pada tahun 1951 dengan tujuan untuk membantu
pemerintah negara di dunia dalam menangani masalah imigran. Salah satu misi
dari IOM sendiri adalah membantu mengatur pergerakan imigran yang ada di
Indonesia. Setidaknya terdapat tiga rumah tahanan imigran besar du Indinesia
seperti rudenim Tanjung Pinang, rudenim Kupang-NTT, dan rudenim Makassar. Wilayah
perairan yang luas, terdapatnya banyak pulau-pulau kecil di sepanjang garis
pantai dan jug aminimny aparat penegak hukum dan fasilitas pengontrol
menjadikan wilayah Indonesia sebagai wiolayah yang cukup ideal bagi tempat
singgah sementara sebelum para imigran ilegal melanjutkan perjalanan menjuju
tujuan negara akhir yaitu Australia.
[1] Subagyo, Agus& Dadang Sobar
Wirasuta, Penyelundupan Manusia dan Ancaman Keamanan Maritim Indonesia, Jurnal
Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3, Hal 157.
[3] Diakses melalui
www.imigrasi.go.id
[4] Dalam “Alasan Imigran Tmur
Tengah Kabur ke Australia”, Diakses
melalui http://regionalkompas.com/read/2012/10/25/alasan-imigran-timur-tengah-kabur-ke-australia. Diakses pada tanggal 9 Juni
2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar