“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Imigran Ilegal di Australia

Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)


Perkembangan geo politik internasional telah berkembang dengan sangat cepat seiring terus meningkatnya arus globalisasi. Berkurangnya peran negara dan semakin memudarnya batas negara,  menandai bahwa dunia telah menjadi sebuah wilayah tanpa batas bagi manusia. Berkembangnya tekhnologi telekomunikasi dan transportasi telah mengintegrasikan ruang dan waktu diseluruh penjuru dunia. Berakhirnya perang dingin di tahun 1989, bukan berarti telah mengakhiri berbagai perang dan konflik yang ada di dunia ini. Berkembangnya aktor non negara justru menghadirkan masalah baru yang semakin komplek dalam hal konflik golongan maupun kelompok. Permasalahan imigran ilegal yangsering kita lihat dan kita dengar, bukan merupakan sebuah permsalah baru. Namun dengan adanya imigran ilegal yang jumlahnya terus meningkat akan memungkinkan terjadinya berbagai resiko yang akan di hadapi oleh negara. Baik gangguan terhadap stabilitas keamanan dan stabiltas ekonomi negara tersebut. Lebih jauh lagi, keberadaan imigran ilegal juga akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat sekitar. 

Para imigran ilegal yang datang menuju Australia mayoritas merupakan para imigran yang ingin mencari suaka karena keadaan di negara asalnya tidak aman. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang menjadi target kekerasan dari masalah ras, etnis, dan agama. Australia merupakan negara yang menerima konvensi terkait dengan status pengungsi dan wajib mengizinkan orang-orang tersebut, yang tergolong dalam katagori sebagai pengungsi untuk datang dan menetap ke negaranya. Para imigran ilegal yang menjadikan Australia sebagai negara tujuan, biasanya lebih banyak datang dan masuk ke negara tersegut dengan melalui jalur laut. Kebanyakan para Imigran ilegal ini masuk melalui Pulau Christmast, yaitu sebuah pulau terluar di wilayah bagian Barat Benua Australia, dan merupakan pusat dari cassino yang ada di Australia. Di pulau tersebut terdapat sebuah rumah detensi imigrasi milik Pemeritah Australia yang layak huni, serta nyaman untuk dihuni sementara waktu bagi para imigran ilegal yang berhasil masuk ke Australia. Proses selanjutnya, para Imigran tersebut akan ditahan terlebih dahulu di sana sebelum akhirnya memperoleh kewarganegaraan secara selektif.[1]


Australia memiliki pandangan bahwa wilayah teritorial yang luas dengan jumlah penduduk yang sedikit akan menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi para imigran ilegal untuk datang dan menetap di Australia. Selain itu, kemudahan dalam mencari lapangan pekerjaan dan nafkah hidup di Australia dibandingkan di negara asal para imigran. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di kawasan Asia di negara yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan rendah. Harapan untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan hidup sejahtera di Australia menjadikan pemerintah Australia lebih waspada terhadap serbuan para imigran ilegal yang datang ke negaranya. Dua hal yang menjadi kebutuhan utama bagi para imgiran ilegal yang menuju Australia, pertama adalah tempat tinggal yang layak dan kebutuhan dasar di tempat baru untuk menyelamatkan diri demi keberlangsungan hidupnya. Australia juga merupakan negara yang lebih lunak dibandingkan dengan negara lain dalam hal penerimaan para pencari suaka. Kondisi perekonomian Australia yang cukup baik di kawasan Asia Pasifik dan stabilitas keamanan Australia yang relatif aman telah membuat banyak para imigran ilegal ingin tinggal dan menetap di Australia. 

Membanjirnya arus pencari suaka melalui jalur imigran ilegal ke Australia tidak terlepas dari kondisi dalam negeri Australia sendiri yang sedikit lunak terhadap para imigran ilegal tersebut. Sampai saat ini, Asutralia tidak memiliki kebijakan apapun yang dapat membuat para imigran ilegal pencari suaka untuk menghentikan usaha mereka datang ke Australia. Kebijakan yang saat ini dimiliki oleh Australia hanyalah sebatas untuk menerima para pencari suaka dan kemudian  memproses status para imigran tersebut secepat mungkin. Semakin banyaknya jumlah para imigran ilegal yang masuk melalui Pulau Christmast, telah membuat Pemerintah Australia mulai berpikir untuk menggunakan cara lain dalam menanggulangi arus imigran ilegal tersebut.  Selain dengan melakukan deportasi masal terhadap para imigran ilegal tersebut, Pemerintah Australia juga mulai meletakkan para imigran tersebut di Indonesia dan Malaysia. Australia mulai melibatkan negara yang selama ini digunakan sebagai lokasi transit para imigran dan jalur yang dilalui para imigran seperti Indonesia dan Malaysia dalam bekerjasama menanggulangi para imigran ilegal tersebut.[2]
 
Disisi lain, meskipun Australia merupakan negara yang turut menandatangani kesepakatan konvensi mengenai pengungsi, Australia juga merupakan negara yang menolak kehadiran para imigran ilegal tersebut. Bahkan Parlemen Australia yang dikuasai oleh partai liberal, menginginkan agar para imigran ilegal yang masuk ke Australia dikirim kembali ke negara asalnya. Untuk itu, pihak Australia turut aktif dalam melakukan kerjasama dengan Indonesia dalam menangani masalah imgiran ilegal yang berlayar dengan menjadi boat people menuju Australia. Pada tanggal 7 Januari 2014 lalu, Armada Laut Australia berhasil menghalau para imigran ilegal asal Timur Tengah yang hendak masuk ke wilayah teritorial perairan Australia dan mendorong para imigran tersebut kembali ke perairan Indonesia.[3]

Masuknya para imigran tersebut tidak terlepas dari persepsi bahwa hukum imigrasi yang ada di Australia lemah. Sejulah imigran hanya cukup membayar sejumlah uang, kepada perantara yang mengatur masuknya imigran tersebut ke Australia secara ilegal dan memprosesnya menjadi imigran legal. Para imigran tersebut sering kali mengklaim hak masuk ke Australia sebagai pengungsi.  Untuk mengatasi masalah para imigran ilegal yang datang ke Australia, negera tersebut telah memiliki dua komponen penting, yaitu komponen darat dan kompenen lepas pantai. Komponen darat berfungsi untuk mengurus status para imigran yang datang ke Australia, yang merupakan bagian dari tanggung jawab hukum Australia sebagai penandatangan Konvensi Pengungsi PBB. Komponen lepas pantai merupakan sebuah program pengungsi yang berupa skema sukarela Australia untuk memukimkan para imigran yang diakui oleh PBB sebagai pengungsi dan pencari suaka.[4]  Meskipun demikian, dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Australia merupakan negara yang paling minim menerima para pencari suaka. Hal tersebut dapat dilihat melalui data statistik berikut yang menunjukkan tingkat imigran ilegal yang datang melalui jalur laut di beberapa negara.

Jumlah Kedatangan Imigran Ilegal Melalui Jalur Laut Tahun 2006-2009

Negara
2006
2007
2008
2009
Australia
60
148
161
2726
Yunani
9050
19900
15300
10165
Italia
22000
19900
36000
8700
Malta
1800
1800
2700
1470
Spanyol
32000
18000
13400
7285
Yaman
29000
29500
50000
77310
Sumber: Myths and facts about refugees and asylum seekers 2010.[5]

Dari data diatas kita bisa melihat bahwa Australia merupakan negara yang palign sedikit menerima arus imigran ilegal dibandingkan dengan negara-negara lainnya.


[1] Christmas Island Immigration Detention Facilities”, diakses melalui https://www.immi.gov.au/About/Pages/detention/christmas-island-immigration-detention-facilities.aspx, pada tanggal 10 Juni 2015.
[2] “More Than 62.000 People Living Illegaly in Australia, December 26, 2014. Diakses melalui http://www.smh.com.au/federal-politics/political-news/more-than-62000-people-living-illegally-in-australia-20141226-12dxod.html pada tanggal 10 Juni 2015.
[3] Dalam “AL Australia Dorong Kapal Imigran Gelap Kembali Ke Indonesia”, diakses melalui http://www.merdeka.com/peristiwa/al-australia-dorong-kapal-imigran-gelap-ke-indnesia.html.
[5]  Dalam “Myths and facts about refugees and asylum seekers 2010”, Diakses melalui, http://www.refugeecouncil.org.au/docs/news&events/rw/2010/4 - Myths and facts about refugees and asylum seekers 2010.pdf Pada tanggal 10 Juni 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar