“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Gerakan Sosial Baru (New Social Movement)


Oleh: Najamuddin Khairurrijal

Gerakan sosial (social movement) pada dasarnya merupakan suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action). Sidney Tarrow menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat biasa yang bergabung dengan kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan pihak-pihak lawan lainnya.6 Gerakan sosial lahir dari adanya masalah sosial (social problem) dan untuk memecahkannya masyarakat secara gigih melibatkan diri dalam collective action. Orientasi gerakan sosial adalah terciptanya tatanan yang lebih berkeadilan sosial melalui perubahan sosial dari yang semula sarat dengan eksploitasi menuju keseimbangan yang relatif bisa memuaskan semua komponen.8 Sementara itu, istilah Gerakan Sosial Baru (GSB) atau New Social Movement merupakan fenomena gerakan sosial yang berkembang sejak pertengahan tahun 1960-an. GSB sebagai perkembangan dari konsep gerakan sosial hadir untuk mengoreksi prinsip-prinsip, strategi, aksi ataupun pilihan ideologis yang digunakan Gerakan Sosial Lama (GSL) atau Old Social Movement. Jika GSL dicirikan dengan tujuan ekonomis-material sebagaimana tercermin dari.

gerakan kaum buruh, maka GSB menghindari pilihan ini dan menetapkan tujuan-tujuan non-ekonomis material. GSB lebih menekankan pada perubahan-perubahan gaya hidup dan kebudayaan daripada mendorong perubahan spesifik dalam kebijakan publik atau perubahan ekonomi. Meskipun demikian, keduanya pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama, yakni keinginan untuk mewujudkan perubahan sosial.
Ciri umum dari GSB dikemukakan oleh Rajendra Singh, yakni:10 Pertama, GSB menaruh konsepsi ideologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat sipil tengah meluruh, ruang sosialnya mengalami penciutan dan aspek masyarakat sipil tengah digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Karenanya, GSB membangkitkan isu “pertahanan diri” komunitas dan masyarakat guna melawan meningkatnya ekspansi aparatus negara.
Kedua, secara radikal GSB mengubah paradigma Marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah “kelas” dan konflik kelas. Marxis memandang semua bentuk perjuangan sebagai perjuangan kelas dan semua bentuk pengelompokan manusia sebagai pengelompokan kelas. Padahal sejatinya, banyak perjuangan kontemporer bukanlah perjuangan kelas dan bukan cerminan dari sebuah gerakan kelas. Selain itu, GSB menolak paradigma kelas dan memiliki komitmen yang melintasi paradigma kelas dan melampaui ketidakmampuan penjelasan materialistik Marxis.
Ketiga, mengingat latar belakang kelas tidak menentukan identitas aktor ataupun penopang aksi kolektif, GSB pada umumnya mengabaikan model organisasi serikat buruh dan model politik kepartaian. GSB secara umum merespon isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk komunikasi dan identitas sosial. Keempat, berbeda dengan GSL, struktur GSB didefinisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan, kehendak, orientasi, dan oleh heterogenitas basis sosial. Bentuk-bentuk aksi dan gerakan sosial menjadi plural, menapaki banyak jalur, mencita-citakan beragam tujuan dan menyuarakan aneka kepentingan.
Lebih lanjut, Auda menyatakan bahwa GSB selalu menentang status quo, mereka antisistem, menyerukan dan memadukan tuntutan akan perubahan tatanan sosial, politik dan atau ekonomi.11 Senada dengan itu, Cohen juga menekankan tema tantangan terhadap status quo dalam GSB.12 Menurutnya, GSB berusaha untuk membangun identitas sosial baru, menciptakan ruang demokrasi bagi aksi sosial yang otonom dan menafsirkan kembali norma dan membentuk ulang lembaga-lembaga.
Munculnya sebuah gerakan sosial sebagai sebuah kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan tidak terlepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan sosial yang menjadi pioner dari sebuah gerakan atau disebut sebagai aktor gerakan. Adapun aktor GSB berasal dari berbagai basis sosial yang melintasi kategori-kategori sosial seperti gender, pendidikan, okupasi dan kelas. Aktor GSB tidak terkotakkan pada penggolongan tertentu seperti kaum proletar, petani dan buruh, sebagaimana aktor-aktor pada GSL yang biasanya hanya melibatkan kaum marginal dan teralienasi.
Dalam konteks penelitian ini, didasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, gerakan people power sejatinya dapat dikategorikan sebagai GSB. Untuk itu, konsep GSB dioperasionalisasikan sebagai kerangka untuk menjelaskan gerakan people power yang terjadi di Mesir sebagai wujud GSB berdasarkan identifikasi tujuan, ciri dan karakteristik yang telah diuraikan. Pada hakikatnya, people power adalah kekuatan rakyat yang biasanya digunakan untuk melakukan perubahan dengan menjatuhkan rezim yang ada, untuk digantikan dengan rezim yang baru.16 Perubahan dengan kekuatan rakyat ini bisa untuk tujuan reformasi maupun revolusi, baik untuk mengubah sebagian sistem yang ada, maupun mengubah seluruh sistem dengan sistem yang berbeda.
Dalam konteks Mesir, gerakan people power disebut sebagai GSB karena tuntutan gerakan tersebut tidak hanya perihal tujuan ekonomi semata, menyangkut kemiskinan, kesenjangan ekonomi serta pengangguran. Namun lebih daripada itu, gerakan people power di Mesir menuntut juga keadilan sosial, pemenuhan hak-hak asasi manusia yang selama ini dikekang, hak-hak sipil berupa kebebasan berbicara dan berekspresi, hak-hak politik seperti partisipasi dalam politik dan aktivitas politik. Semua tuntutan tersebut pada dasarnya bermuara pada satu tujuan yakni kehidupan yang lebih baik sebagaimana terkandung dalam sistem demokrasi.
Selain itu, aktor gerakan people power yang terjadi di Mesir berasal dari beragam elemen masyarakat mulai dari rakyat biasa, buruh, kaum terpelajar, usahawan, politisi, kelompok oposisi, militer, agamawan sampai pada kelompok agama. Jika dilihat dari spektrum warna ideologis, gerakan people power dapat dianalogikan sebagai koalisi bianglala.17 Disebut bianglala karena koalisi itu terdiri dari banyak kekuatan dari berbagai strata atau kelompok masyarakat yang terkoordinasi dalam satu tujuan yakni menentang status quo rezim Mubarak dan demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya itu, gerakan people power sebagai bentuk GSB juga dapat dilihat dari peran besar internet dan situs jejaring sosial (social networking) seperti Facebook dan Twitter. Kedua media sosial tersebut telah berperan dalam mengoordinasikan gerakan dan menggalang kekuatan rakyat dalam melakukan demonstrasi dan revolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar