“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Kebangkitan Islam Sebagai Ideologi Internasional


Oleh: Haryo Prasodjo 13/359514/PSP/04941
Pendahuluan
Saat perang dingin berlangsung, paradigma dalam hubungan internasional yang berkembang saat itu seperti komunisme dan liberalisme telah berkembang dalam sistem dunia yang bipolar sebagai refleksi pemikiran teoritis dari seluruh spektrum ideologi yang berasal dari dunia barat. Hal tersebut menjadikan sebelum tahun 90-an aktor dominan dalam politik internasinal adalah negara dimana terdapat dua kekuatan besar yang mendominasi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Berakhirnya perang dingin telah menghilangkan pertempuran ideologi global. Yang memberikan kenyataan bahwa rezim komunis dapat menyerah secar alangsung tanpa adanya intervensi langsung dari dunia Barat. Fenomena ini dapat menjadi bukti bahwa karakter dari nilai-nilai dan doktrin-doktrin universal Barat yang menghancurkan komunisme. Keruntuhan komunisme pada dan akhir dunia yang bipolar menjadikan sebuah perubahan yang luar biasa dalam dimensi ideologi hubungan internasional. Berakhirnya perang dingin di akhir tahun 80-an, turut menandai berakhirnya perang ideologi antara komunisme dan liberal. Dan mengalami implikasi pada pergeseran aktor serta definisi power dalam hubungan internasional.
Peran ideologi dalam hubungan internasional menjadi sebuah subyek teoritis setelah banyaknya genomena-fenomena dalam wacana dunia politik. Bahkan jauh sebelum itu, telah terdapat unsur-unsur utama yang menggunakan sampul ideologi dalam prilaku politik untuk melakukan propaganda guna memperoleh legtimasi baik secara internal maupun internasional. Hal yang demikian dapat kembali kita lihat dalam kisah perang agama di Eropa serta sejarah Perang Salib yang sangat terkenal tersebut.
Sebuah refleksi yang sangat signifikan menyita perhatian sebagian pemikir besar dunia politik. F Fukuyama dalam tulisannya mengenai The End of The History menjelaskan bagaimana akhir dari perang dingin merupakan akhir dari sebuah perjuangan ideologi. Dimana komunisme harus tersingkir oleh liberalisme.[1]
Seiring dengan kemajuan dalam bidang tekhnologi informasi dan transportasi, fenomena-fenomena yang ada di dunia semakin menjadi komplek dan rinci. Ideologi pergerakan yang berasaskan Islam sendiri pertaman kali muncul dalam hal perdaganan minyak mentah. Yaitu dengan dibentuknya Organisasi Negara Islam penghasil minyak yang tergabung dalam OKI.
Di awal tahun 2000-an kita digemparkan oleh berita internasional terkait serangan teroris yang merubuhkan menara kembar WTC di Amerika Serikat. Maka pada saat itupula, dunia internasional kembali dibagi kedalam dua kubu yaitu kubu Amerika Serikat dan teroris yang diidntikkan dengan Islam. Banyak dari kelompok-kelompok gerakan yang  berlandaskan Islam menyatakan, bahwa apa yang menjadi tujuan mereka adalah untuk membangun kembali Negara Islam yang meliputi semua negara-negara Islam. Seperti sebuah ideologi yang ingin mendirikan sebuah aturan global. Sepeti gerakan-gerakan Islam fundamental yang menghadirkan ancaman serius bagi negara-negara di dunia yang termasuk negara muslim non Arab di dalamnya.
Islam Sebagai Ideologi
Sebelum kita berbicara mengenai Islam sebagai ideologi, maka kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan ideologi tersebut. Ideologi merupakan sebuah studi yang mengarah pada gagasan. Ideologi biasanya mengacu pada sistem pemikiran manusia yang koheren terkait dnegan kepercayaan. Sistem camacam ini, mencakup gambaran-gambaran bahwa manusia memiliki dunia luar serta ranah normatif yang harus manusia tersebut lakukan. Dlaam sebuah istilah, idologi lebih sering digunakan sebagai bentuk kepecayaan kepada Tuhan. Ideologi juga memiliki cara penggunaan tertentu, yaitu digunakan dalam sebuah pandangan mengenai dunia. Yang mana pandangan ini mengacu pada sistem pemikiran yang berkaitan dengan tindakan manusia. Adapun fungsi dari sistem seperti ini adalah memberikan pedoman kepada manusia untuk melakukan atau tidak melakukan hal yang memang sepatutnya ia lakukan sebagai manusia.[2]
Agama Islam dimulai saat Nabi Muhammad menyebarkan agama tersebut pada abad ke 7 di jazirah Saudi Arabia. Islam sendiri merupakan sebuah ajaran mengenai keyakinan yang berlandaskan akan keimanan akan Tauhid yang berarti mengesakan Tuhan. Yaitu meyakini bahwa Allah hanyalah satu-satunya Tuhan yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Islam sendiri lahir, sebagai agama penyempurna dari agama-agama yang telah dibawa oleh nabi-nabi terdahulu. Islam hadir sebagai cahaya penerang, dan hadir sebagai rahmatan lil ‘alami (sebagai rahmat alam semesta). Dalam penyebarannya, Islam dapat tumbuh dengan cepat ke seluruh negara-negara Arab, baik di Afrika Utara maupun di kawasan Timur Tengah. Di tengah-tengah bangsa Arab, Islam yang sejatinya adalah agama, teha bertransformasi sebagai alat nasionalisme. Islam merupakan sebuah agama yang tidak membatasi ruang lingkup hidup manusia. Lebih dari itu, Islam memiliki cara pandang mengenai kehdupan yang lebih lengkap dan luas dalam semua aspek kehidupan mansuia. Islam memberikan panduan untuk aspek kehidupan baik sosial maupun hidup individu. Yang mana di dalamnya telah diatur mengenai materi, moral, ekonoomi, politik, hukum, dan budaya, baik yang sifatnya nasional maupun yang internasional. Islam menyatakan bahwa tujuan dari agama tersebut adalah pemurnian jiwa dan rekonstruksi serta reformasi masyarakat. Adapun dalam hal ini, Ideologi Islam lebih didasarkan pada prinsip bahwa kehidupan manusia harus ditujukan untuk mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Sehingga jelas bahwa bentuk ideologi seperti ini hanya diterima bagi mereka yang percaya bahwa Tuhan itu ada.
Islam hadir sebagai ideologi alternatif saat ini ditengah ketidak mampuan negara-negara didunia untuk mensejahterakan masyarakatnya. Para panganut ideologi ini merasa bahwa kejayaan Islam dimasa lalu harus kembali diwujudkan dengan menjadikan Islam sebagai landasan utama dalam tatanan nilai-nilai kehidupan. Buku dari Francis Fukuyama yang berjudul clash of civilization telah dengan gamblang bagaimana ideologi Liberal menang atas ideologi Komunis dan menjadikannya sebagai akhir dari sejarah peradaban manusia. Namun ditengah fenomena tersebut, justru ideologi yang berlandaskan nilai-nilai Islam kembali hadir sebagai penganti dari ideologi pembanding dari ideologi dominan tersebut.

Perdebatan megenai hal teoritis tentang ideologi politik dan peran politik dalam hubungan internasional cenderung menjadi sangat intensif dan tidak terduga karena kedua fenomena  antara politik di dunia internasional dan pemahaman masyarakat akan Islam itu sendiri berada di perubahan konstan.   Seperti halnya Marxisme yang bagi sebagian orang dijadikan sebagai ideologi mengenai perjuangan kelas sosial di masyarakt. Meskipun Marx sendiri tidak menganggap ajarannya tersebut sebagai ideologi melainkan sebagai teori sosial. Meskipun deikina telah banyak dari masyarakat dunia yang justru menjadikan ajaran terssebut sebagai ideologi untuk memperjuangkan kelas dari sistem internasional yang dikendalikan oleh para elit kapitalis. Seperti halnya, sejarah Nazisme dan Fasisme telah menunjukkan bahwa bangsa yang dilengkapi dengan ideologi superioritas ras dan nasional telah menjadikan kebijakan luar negeri yang bersifat agresif. Karena isu-isu nilai telah menjadi titik pusat kepentingan penyeberangan untuk pemikir yang terlibat dalam studi ideologi.[3]
Saat ini, dunia politik internasional telah diperkenalkan dengan wacana ilmu politik sebagai hasil dari proses sosial yang dipengaruhi oleh cara hidup pandangan liberal. Pada akhir abad 20 dan awal abad 21 ini, hubungan internasional memungkinkan adany ainteraksi yang lebih luas dan besar di antara negara-negara dan organisasi internasional yang memiliki level lebih banyak dengan adanya banyak aktor yang berperan dan melewati batas-batas negara. Dalam perjalanan pada abad ke 20, ideologi dianggap menjadi sebuah konsep sentral dalam wacana politik dunia. Maka tidak heran jika terjadi perdebatan besar dalam dunia politk mengenai pertempuran militer dan diplomatik sebagai konsekuensi dari kontradiksi sebuah ideologi yang tidak dapat didamaikan.
Disisi lain terdapat orang-orang yang melihat prestasi dunia Barat yang berkontribusi dalam wcana politik dan ideologi barat merupakan sebuah trend yang negatif dan menyebabkan adanya kebangkitan ideologi baru yang dianggap sebagi alternatif dari ideologi Barat yang dominan saat ini. Islam sebagai ideologi baru yang diusung oleh kelompok-kelompok tertentu merupakan sebuahideologi dari visi ketidaksadaran kolektif melalui realitas politik oleh kelompok-kelompok yang berbeda. Islam digunakan sebagai sebuah ideology yang dibentuk dan diaktifkan untuk menjalankan perannya dan kemudian dapat digunakan oleh kelas penguasa sebagai dasar filosofis untuk kegiatan politik mencapai kepentingannya. Dalam hal ini, para pemimpin kelompok tersebut meyakini, bahwa untuk dapat merubah dunia yang ada saat ini Islam harus maju sebagai pondasi utama dari sistem internasional yang ada. Dimana dalam Islam yang terdapat kesetaraan sosial, penegakkan hukum, serta perataan ekonomi menjadi ide dasar dari Islam sebagai ideologi. Hal tersebut lahir dari konsepsi kelompok masyarakat yang skeptis dengan sistem dunia yang cendrung kapitalis saat ini. Dimana sistem yang tadinya diharapkan dapat memberikan kesejahteraan justru membuat jurang pemisah yang sangat dalam antara simiskin dan si kaya.
Perjuangan melalui ideologi dianggap sebagai sebuah hal yang rasional dalam mencapai sebuah kekausaan politik. Nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, digunakan untuk memperoleh pemenuhan hak dalam ekonomi dan politik yang kemudian secara sistem, ideologi ini dapat memperoleh hak dalam sistem internasional. Pengaruh besar terkait dengan landasan Islam dalam dunia politik telah hadir pada kehidupan social dan politik di dunia muslim kurang lebih hampir selama 30 tahun terakhir. Pengaruh tersebut, tidak hanya berasal dari praktek politik para aktor politik. Tetapi banyak juga yang hadir dari pengaruh wacana politik, sosial budaya, yang cukup memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Selain itu, pandangan-pandangan terkait dengan Islam Poltik Islam jgua lahir dari para pemikir dan ideolog seperti Hassan al-Banna, di Mesir (1906-1949), pendiri Ikhwanul Muslimin dan referensi ideologis utama politik Islam, Abdessalam Yassine di Maroko (1928-2012), Hassan al-Turabi di SUdan(b. 1932) , ataupun Tunisia Rachid Ghannouchi (b. 1941) sangat terkenal di seluruh Dunia Muslim dan ide-ide mereka sering dikutip.[4]
Islam dan Globalisasi
Dengan adanya kemajuan tekhnologi informasi yang menjadikan dunia semakin terhubung dan menjadikan batas negara menjadi semakin tidak jelas. Dengan adanya tayangan-tayangan televisi serta tulisan-tulisan di media cetak dan buku-buku yang membahas mengenai Islam, tentu menjadikan banyak masyarakat di dunia ini penasaran dan akhirnya tertarik untuk mengetahuinya.
Pergeseran aktor yang semakin kompleks yang bukan hanya negara tapi juga kepada aktor kelompok maupun individu menjadikan penyebaran akan ajaran-ajaran akan Islam cepat tersebar keseluruh pelosok dunia. Katakan saja di Inggris, bagaimana jumlah ummat muslim di negara yang dikenal dengan negara yang mayoritas non muslim tersebut justru mengalami pertumbuhan masyarakat yang memeluk Islam sebagai agama barunya. Selain itu, sistem ekonomi syariah yang identik dengan ajaran dan nilai Islam juga lahir di negara tersebut.
Iklim sistem negara yang cendrung demokratis memungkinkan bagi segolongan masyarakat yang memiliki sebuah pandangan yang sama untuk membentuk sebuah organisasi-organisasi masa berdasarkan ideologi tertentu. Globalisasi dan kemenangan nyata ideologi liberal yang dibawa oleh negara-negara Barat untuk menyebarkan standar ekonomi dan budaya hidup Barat di seluruh dunia. Sebuah lomaptan  yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam bidang tekhnologi dan transportasi yang membawa dunia kepada sebuah era baru yang dinamakan “cyberdimension”.[5]
Globalisasi telah memdudahkan akses dalam penyebaran ide-ide serta pemikiran-pemikiran Islam mengenai cara bagaimana membangun dunia yang ideal yang nilai-nilainya dpat diterima secara universal. Hubungan antar aktor internasional akan terus diwarnai dengan adanya ideologi yang mendasari cara berfikirnya. Ideologi-ideologi tradisional yang pernah ada sebenarnya tidak pernah mati melainkan mengalami transformasi yang disebabkan oleh adanya globalisasi seperti masalah nasionalisme dan juga adanya fundamentalisme atas nama agama dalam politik dunia kontemporer.
Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya organisasi-organisasi yang mengusung nama Islam sebagai nama organisasinya. Unit analisis utama dalam globalisasi adalah sistem ekonomi global yang diciptakan dan dikendalikan oleh aktor-aktor kapitaslis yang cenderung eksploitatif yang obyek utamanya adalah ekplotasi global khsusunya pada negara-negara miskin yang berada di dunia ketiga. Negara-negara Islam mengalami stagnansi ekonomi selama berabad-abad. Sedangkan negara-negara Arab dengan kekayaan sumber daya alamnya mampu menggunakan kekuatan finansial mereka untuk mengembangkan negara namun gagal memajukan masyarakatnya. Semua negara-negara Arab memerintah dengan sistem monarki  yang menolak rezim demokratis tanpa adanya standar hdup layak . Tingkat ilmu pengetahuan dan tekhnologi hampir tidak berkembang di negara-negara Arab. Dengan adanya kemajuan di bidang teknologi, semakin memperlihatkan kesenjangan antara negara dunia Barat dnegan negara-negara Islam. Hal yang demikian telah menyebabkan dilema bagi para penganut paham radikal untuk segera melakukan dominasi dan penakhlukan terhadap rezim yang sedang menguasai dunia. Amerika Serikat sebagai pemimpin peradaban dunia Barat dianggap bertangung jawab atas ketimpangan tersebut. Dan dalam menghadapi perbedaan antara peradaban Barat dan budaya Arab, maka fraksi-fraksi Islam radikal di negara-negara Arab telah bersepakat untuk mengembangkan filsafat baru yang berlandaskan agama untuk menghancurkan budaya Barat dengan melancarkan aksi-aksi terorisme global. Tindakan ini biasanya dilaukan dengan aksi-aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh salah satu anggota jaringan teroris internasional. Dimana orang yang bersedia meledakkan dirinya akan mendapat suatu kehormatan atas nama Syahid dan Jihad sehingga mendapatkan janji kehidupan kekal di surga.
Tragedi 11 September
 Serangan teroris yang membajak pesawat dan menabrakannya ke gedung WTC menjadi point penting sebagai munculnya ideologi baru di dunia internasional. Apa lagi para teroris tersebut membawa label ideologi Islam sebagai simbol perlawanan terhadap Barat. Meskipun sebagian besar masyarakat mencap aksi terorisme tersebut sebagai perlawanan dari gerakan Islam fundamental yang beraliran apda garis keras. Disisilain kita melihat bagaimana Islam dapat menjadi sebuah simbol ideologi perjuangan kelompok teroris tersebut.  Peristiwa ini tentu menyebabkan akar kebencian yang ada pada diri pengikut fanatik dari ajaran Islam fundamental menjadi tersulut. Maka tidak heran, apa yang terjadi setelah peristiwa 11 September tersebut merupakan cerminan dari sebuah perang yang kembali membagi dunia ke dalam dua blok besar antara teroris dan bukan teroris. Situasi yang demikian ini kembali diperparah dengan perspektif barat yang mengidentikkan gerakan dan aksi terorisme tersebut dengan ummat Islam. Maka tidak heran pasca terjadinya peristiwa gedung kebar tersebut, mereka yang beragama Islam ataupun memiliki nama dengan nama Islam akan sulit untuk masuk ke negara Paman Sam tersebut.
Disisi lain, bagi mereka yang memiliki pandangan fundamental akan ajaran jihad dalam Islam. Memandang apa yang dikatakan oleh Presiden Amerika Serikat Gorge W Bush saat itu yang mengatakan “either with us, or with terorrist” merupakan sebuah tantangan untuk berperang. Rasa benci yang telah lama terpendam dalam gerakan-gerakan Islam fundamental akan pernyataan Amerika Serikat tersebut menjadikan kebencian semakin mendalam yang ada dalam diri pengikut ini menjadi semakin sulit dikendalikan.[6] Hal ini dapat kita cermati melalui ajakan-ajakan ataupun slebaran-selebaran yang terus mengatakan anti terhadap Barat dan sekutunya. Lebih auh lagi, para penganut aliran ini mengatakan bahwa Barat merupakan musuh bersama Umat Islam.
Meskipun tidak semua Umat Islam sepakat akan pernyataan tersebut, namun dapat kita lihat bagaimana sebuah peristiwa besar yang kembali membagi dunia ini kedalam dua ideologi besar antara Barat dan Islam.
Munculnya Islam Akibat Ketidakmampuan Negara
Ketidakmampuan negara dalam menanggulangi masalah yang ada dalam masyarakat. Perjuangan atas nama kelas dan ideologi. Munculnya masalah-masalah seperti kemiskinan global, kerusakan lingkungan, degradasi niali-nilai sosial dan tidak adanya hukum yang kuat menjadikan beberapa orang yang fanatik akan Islam, menjadikan Islam sebagai ideologi yang dianggap mampu untuk merubah keadaan dan situasi kondisi dunia saat ini. Belakangan ini, lahir organisasi-organisasi baru yang berlandaskan Islam sebagai jawaban atas ketiak mampuan negara dalam menangani masalah-masalah sosial. Unsur-unsur dalam perubahan hidup serta tatacara hidup berdampingan dalam sebuah tatanan masyarakat merupakan sebuah upaya yang harus selalu dilakukan. Apa yang dibutuhkan dari pada sistm dunia saat iniadalah sebuah titik keseimbangan yang secara bersamaan dapat memenuhi permintaan dari perubhan tersebut.

Dalam dunia yang kontemporer seperti sekarang ini, terdapat beberapa negara-negara di dunia yang menjadikan agama sebagai basis aturan hukum dan administratif dalampenyelenggaraan ketatanegaraannya. Soerti contoh negara Arab Saudi, Iran, dan juga Brunai Darussalam. Negara-negar dengan sistem teokrasi tersebut juga terlibat dalam politik serta memainkan peran penting di dunia internasional. Selain negara, terdapat juga bentukan-bentukan seperti partai-partai politik yang juga menggunakan Islam sebagai asas dari ideologi partainya. Dan dalam iklim demokrasi seperti ini, partai-partai tersebut juga memiliki peran yang cukup signifikan dalam menggalam suara massa.
Selama bebrapa dekade terakhir ini, secara terbuka ideologi agama sering digunakan oleh aktor-aktor non negara sebagai tujuan dari politik. Bahkan tidak jarang, sebagian besar dari kelompok-kelompok fundamentalis bersatu dalam sebuah asosiasi dengan konsep agama yang melancarkan aksi-aksi radikal dalam aktifitas politiknya. Dan dari berbagai aksi fundamentalisme atas nama agama lebih sering dilakukan atas nama Agama Islam.Setidaknya terdapat beberapa alasan mengapa Islam menjadi sebuah ideologi alternatif yang saat ini menjadi lawan dari ideologi barat. Pertama adalah karena Islam engajarkan nilai-nilai yang sangat mendalam akan ajaran tentang kehidupan, khususnya dalam hal yang mengatur hukum dan masalah publik. Dan kedua adalah karena alasan sejarah, di mana Islam pernah menguasai sebagian besar dunia dengan sistem khilafah. Dalam lima abad terakhir, banyak dari negara-negara non Arab yang telah ikut mengadopsi Islam sebagai agama resmi negara. Negara-negara ini memanjang dari Mauritania di tepi Samudra Atlantik, hingga negara-negera di tepi Samudra Pasifik. Dalam beberapa hal, negara-negara yang berasaskan Islam berbentuk sebuah kerajaan yang dikepalai oleh seorang raja. Sperti halnya Malaysia dan Bruneidarussalam di kawasan Asia Tenggara. Menurut Islam sendiri, Khalifah adalah otoritas agama dan penerintah yang memerintah kerajaan Muslim. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW di tahun 623 H, Khalifah lebih diasumsikan sebagai kekuasaan yang kemudian ditransfer kepada dinasti Islam yang berbeda. Kekuasaan Khalifah dipegang oleh sultan-sultan Ottoman dari tahun 1517 hingga tahun 1924 yang kemudian dihapuskan oleh kesultanan Atatruk yang mendirikan Turki modern sebagai negara sekuler.[7]
Secara umum, keadaan krisis yang dialami oleh lembaga-lembaga negara yang gagal, telah terjadi sejak kemerdekaan negara-negara tersebut pada pertengahan abad ke 20. Adanya kesulitan dan hempitan terkait masalah sosial dan ekonomi dalam masyarakat suatu negara yang mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, menjadi sebuah awal dari kemunculan gerakan-gerakan Islam yang berperan sebagai aktor oposisi dalam lembaga pemerintah. Selain itu, agenda yang dimunculkan adalah menjadikan Islam sebagai basis kekuatan ideologi untuk menjadikannya sebuah ideologi alternatif yang memiliki status quo. Dalam keadaan seperti ini, Politik Islam lebih merupakan sebuah proyek yang terkadang dapat didefinisikan sebagai bentuk awal dari perubahan pada suatu ideologi politik. Sebagai sebuah definisi umum, dapat dikatakan bahwa proyek dari Pokitik Islam adalah untuk melakukan perubahan pada ranah politik yang lebih didasari pada legtimasi Islam sebagai agama yang salah satu isunya adalah hubungan dialektika antara Islam dan kekuasaan itu sendiri. Dan faktor kuncinya terletak pada, dimasukkannya wacana Islam dan prakteknya dengan memperbaharui intepretasi hukum Islam dan juga penafsiran mengenai kekuasaan dalam Al Qur,an.[8]
Pentingnya ideologi Islam, terletak pada sumber daya dasar dalam kemampuannya utnuk berkompetisi dalam meraih sebuah kekuasaan. Yaitu dengan cara melalui kekuatan organisasi yang juga berhubungan dengan barbagai macam bentuk dari politik Islam. Salah satu yang merupakan point utama dalam menjadikan Islam sebagai ekspresi dari kecendrungan berpolitik adalah penekanan terhadap  moral. Yang mana, moral merupakan sumber dimana ideologi Islam memperoleh ide dasar untuk pembentukan Islam dalam politik dan juga wacana sosial. Upaya ini dilakukan juga sebagai bentuk usaha dalam membangun kembali gambaran mengenai Isklam yang sesungguhnya. Dimana, gerakan tersebut tidak hanya sebagai  upaya untuk menyajikan kembali dinamika politik dalamsejarah Islam melainkan juga sebagai  sebagai upaya upaya utnuk mengenalkan moral dan akhlak dalam Islam pada kehiduoan sosial dan politik. Sebagaimana, moral dalam Islam tersebut sebagai ujung tombak dalam memerangi berbagai macam penindasan dan ketidak adilan.[9]
Politik Islam sebagai idologi politik dan sebagai bentuk dari gerakan sosial-politik memiliki hubungan korelasi dengan sifat khsusu dari ideologi agama, sosial, dan politik. Di mana, masing-masing gerakan telah muncul dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dan tidak jarang dapat mengubah sebuah gerakan yang awalnya murni keagamaan menjadi sebuah gerakan Islam Nasionalis. Hal ini dapat kita ambil contoh dari gerakan-gerakan seperti Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, Front Islam of Salvation di Al Jazair atau bahkan sebuah sistem negara yang terdapat pada Republik Islam di Iran. Keanekaragaman dalam pilihan ideologis dalam Politik Islam diwujudkan dalam bentuk wacana keislaman yang lebih luas melalui serangkaian elemen dasar yang menghubungkan konsep dakwah dan daulah (negara) yaitu melalui sudut pandang modal dan hukum dalam Islam.[10]
Organisasi Hizbu Tahrir
Seperti contoh organisasi masyarakat seperti Hizbu Tahrir atau yang sering kita kenal sebagai HT. Hizbuttahrir sendiri merupaan sebuah partai poltik yang berladasakan atas asas ideologi Islam. Diana tujuan dari partai politik ini adalah untuk mendirikans sebuah negara yang belandaskan akan hukum dan syaria’at Islam. Dimana dalam partai tersebut juga telah diatur berbagai macam aturan dan ketentuan tentang bagaimana cara-cara Islami yang harus diterapkan dalam kehidupan.
Partai politik ini meyakini adanya hubungan yang erat antara sebuah sistem kekuasaan dengan kehidupan ekonoi, sosial, dan politik. Sehingga partai ini mengajak kepad aseluruh umat muslim di dunia untuk dapat bergabung dan ikut bersama-sama menciptakan sebuah negara yang berlandasakan ajaran Allah. Selain itu, Hizbu Tahrir sendiri jgua merupakan sebuah bentuk alat politik dari umat muslim yang digunakan untuk melawan berbagai bentuk macam kolonialisme yang sedang merajalela saat ini. Hizbut Tahrir upaya untuk mengubah pemikiran keliru yang kolonialisme telah disebarkan, seperti membatasi Islam dengan ritual dan moral. HT didirikan di Al Quds pada tahun 1953 dalam rangka untuk melanjutkan cara hidup Islami dan melaksanakan panggilan Islam untuk dunia. Partai ini menganggap bahwa negara-negara yang ada di dunia Isla saat ini merupakan negara kufur yaitu negar ayang telah mengadopsi sistem dan aturan kapitalis seperti demokrasi yang secara kompeherensif diterapkan dalam bidang ekonomi, pendidikan, serta semua bidang kehidupan.
HT yakin, hanya dengan meraih kekuasaan dalam strkturlah yang merupaka jalan bagi umat Islam untuk dapat menerapkan apa yang selama ini dicita-citakan. Yaitu melawan kekufuran dan juga menerapkan hukum Allah atas dasar kehidupan manusia di dunia. Partai ataupun organisasi pergerakan seperti ini lahir dari keinginan untuk kembali mencatatkan sejarah akan zaman keemasan Islam di masa lalu. Diaman pemerintahan Islam berhasil menguasai ¾ dunia saat itu dalam naungan yang mereka sebut sebagai Khilafah. Mereka meyakini, dengan menerapkan Islam sebagai pondasi utama dari semua sistem yang ada, maka akan lahir apa yang disebut sebagai baldatun thoyyibatun warabbul ghofur. Kelompok ini sepakat untuk menerapkan Islam dalam aspek sosial, ekonomi, politik, dan mengguanaknnya sebagai landasan bernegara dimana hukum Allahlah yang berkuasa. Kelompok seperti ini meyakini bahwa sistem yang ada selama ini merupakan sebuah sistem buatan manusia yang penuh dengan kelemahan dan tidak mampu untuk membawa kesejahteraan yang merata bagi seluruh umat manusia.
Sistem ekonomi kapitalis dan sisitem pemerintahan yang demokratis dianggap sebagai penyebab persoalan yang ada saat ini. Maka bagi mereka yang berlandaskan akan ideologi ini menganggap bahwa musuh bersama adalah negara Barat khsusunya Amerika Serikat dan Israel yang mereka identikkan dengan Kaum Yahudi. Meskipun alasan-alasan mereka dianggap tidak rasional, secara teknis ideoligi ini mampu dan diterima hampir oleh banyak umat muslim di dunia, khsusunya mereka yang memang secara oengetahuan dan ekonomi masih kurang. Keputusasaan akan kemampuan negara untuk melindungi masyarakatnya terus menghantui para pengikut organisasi seperti ini.
Saat para pengikut organisasi-organisasi pergerakan yang berlandaskan Islam, mencoba untuk mengabungkan antara Islam dan sistem. Maka yang terjadi justru sebuah fenomena dimana dengan menggunakan dukungan para pengikutnya, Islam hanya dijadikan sebagai kedok sekelompok orang untuk dapat menduduki kekuasaan. Hal yang demikian dapat kita saksikkan pada fenomena yang ada saat ini. Diamna terjadi situasi ambiguitas saat para revolusioner Islam mencoba untuk menggunakan jalur politik sebagai jalan mencapai kekuasaan tertingginya. Hingga saat ini, oraganisasi HT telah tersebar diberbagai negara di dunia. Dengan terus berusaha menerapkan ideloginya, organisasi ini berusaha untuk menguasai pucuk keuasaan dalam sebuah pemerintahan suatu negara.

Daftar Pustaka
Winarno, Prof. Budi. “Dalam Isu-Isu Global Kontemporer”. CAPS, Sleman, Yogyakarta. 2011.
W. Mansbach, Richard & irsten L. Rafferty. “Introduction to Global Politics”. Nusamedia, Bandung 2012.
Hizbu-Tahrir Diakses melalui http://english.hizbuttahrir.org/index.php/about-us. Pada tanggal 22 Juni 2014.
Fukuyama F., The End of History dan Last Man. - N.-Y., Free Press, 1992.
Oleh N. Baryshinkov, Dmitry. Dalam Ideological Trends In Contemporery Worlds Politics”. School of International Relations Saint-Petersburg State University. Diakses melalui http://www.crvp.org/conf/istanbul/abstracts/dmitry%20n.%20baryshnikov.htm. Pada tanggal 14 Juni 2014. Hal 2.

Oleh Ibrahim M. Abu-Rabi’, The Contemporary Arab Reader on Political Islam (London: Pluto Press, 2010)

  Dalam “Arab-Israel Conflict: Role of Religion”. Diakses melalui http://www.science.co.il/Arab-Israeli-conflict-2.asp. Pada tanggal 22 Juni 2014.
Oleh Macias-Amoretti, Dalam “ Political Islam: Discourse, Ideology and Power, Mar 3 2014. Diakses melalui http://www.e-ir.info/2014/03/03/political-islam-discourse-ideology-and-power/. Pada tanggal 22 Juni 2014.
Oleh Frederic Volpi (ed.), Dalam Political Islam. A Critical Reader (London: Routledge, 2011).

Dalam The Human Sciences and Islamic Ideology and Culture”. Diakses melalui  http://www.al-islam.org/al-tawhid/vol1-n1/human-sciences-and-islamic-ideology-and-culture-ayatullah-muhammad-taqi-misbah-0. Pada tangal 22 Juni 2014.

Dalam “Radical Islam”. Diakses melalui http// www.discoverthenetworks.org/guidedesc.asp. Pada tanggal 22 Juni 2014.
Oleh Mauro, Ryan. Dalam “Understanding Islamic Extremism”. Islamic extremism is driven by a totalitarian interpretation of Islam that believes in a global Islamic state. Diakses melalui Sun, Janhttp://www.clarionproject.org/understanding-islamism/islamic-extremismuary 26, 2014. Pada tanggal 22 Juni 2014.
            By William P. Bloss “Culture Clash: Investigating the Nexus Between Western-Muslim Ideological Dissonance and Islamist Terrorism[1]”. The author gratefully acknowledges the support of The Citadel Foundation in the completion of this study. Views expressed herein are those solely of the author. Diakses melalui http://www.erces.com/journal/articles/archives/volume4/v01/v04.htm. Pada tanggal 22 Juni 2014.


 






[1] Fukuyama F., The End of History dan Last Man. - N.-Y., Free Press, 1992.

[2] Dalam “The Human Sciences and Islamic Ideology and Culture”. Diakses melalui  http://www.al-islam.org/al-tawhid/vol1-n1/human-sciences-and-islamic-ideology-and-culture-ayatullah-muhammad-taqi-misbah-0. Pada tangal 22 Juni 2014.


[3] Oleh N. Baryshinkov, Dmitry. Dalam Ideological Trends In Contemporery Worlds Politics”. School of International Relations Saint-Petersburg State University. Diakses melalui http://www.crvp.org/conf/istanbul/abstracts/dmitry%20n.%20baryshnikov.htm. Pada tanggal 14 Juni 2014. Hal 2.

[4] Oleh Ibrahim M. Abu-Rabi’, The Contemporary Arab Reader on Political Islam (London: Pluto Press, 2010)
[5] Ibid. Hal 6
[6] Dalam “Radical Islam”. Diakses melalui http// www.discoverthenetworks.org/guidedesc.asp. Pada tanggal 22 Juni 2014.

[7]  Dalam “Arab-Israel Conflict: Role of Religion”. Diakses melalui http://www.science.co.il/Arab-Israeli-conflict-2.asp. Pada tanggal 22 Juni 2014.


[8] Oleh Macias-Amoretti, Dalam “ Political Islam: Discourse, Ideology and Power, Mar 3 2014. Diakses melalui http://www.e-ir.info/2014/03/03/political-islam-discourse-ideology-and-power/. Pada tanggal 22 Juni 2014.
[9] Ibid.
[10] Oleh Frederic Volpi (ed.), Dalam “Political Islam. A Critical Reader (London: Routledge, 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar