“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Konsep Perdamaian Serta Penerapannya Dalam Konflik Perbatasan India-Pakistan


Oleh: Haryo Prasodjo 13/359514/PSP/04941
Pendahuluan
Manusia hidup tidak akan dapat dipisahkan dari apa yang kita sebut sebagai konflik. Sehingga dpat dipastikan bahwa usia konflik yang ada saat ini, sama dengan usia saat adanya kehidupan manusia. Secara harfiah, konflik dapat diartikan sebagai percekcokkan, perselisihan, atau bahkan pertentangan. Konflik biasanya terjadi akibat adanay perbedaan, persingungan, dan juga pergerakan. Hal ini dikarenakan, setiap manusia memiliki cara gerak yang khas, unik dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya, konflik merupakan suatu hal ang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Konflik sendiri biasanya melibatkan berbagai macam aktor didalamnya. Mereka di dalamnya ada yang terlibat langsug, maupun ada yang hanya sebagai penghubung dan mediator dalam konflik yang berlangsung. Mereka yang peduli akan resolusi sebuah konflik akan terfokus pada peranan dari para aktor yang berusaha menjembatani dan menyelesaikan masalah tersebut dengan berbagai cara dari negosiasi hingga mediasi.
Dalam perjalanannya, resolusi konflik memeiliki sebuah posisi yang sangat penting dalam sebuah evolusi dan dinamika konflik terbaru beserta analisisnya. Yaitu erat hubungannya dengan sejarah konflik, penyebab konflik, serta komposisi masing-masing pihak yang berkonflik di dalamnya. Mulai dari sifat keterlibatannya, perspektif, posisi, serta motifasinya dibalik keterlibatannya dalam konflik tersebut. Sedangkan adanya tujuan intervensi dalam sebuah konflik merupakan sebuah bentuk bantuan yang digunakan untuk menanggulangi dinamika dari siklus konflik seta mengurangi tingkat kekerasan atau permusuhan, dan memberi peluang untuk terbukanya sebuah dialog. Dlam sebuah konflik, biasanya terdapat beberapa pihak yang ikut masuk kedalamnya sebagai mediator kubu-kubu yang berkonflik. Tujuan dari adanya mediator tersebut tidaklah lain  untuk terciptanya sebuah kondisi tanpa adanya kekerasan, atau yang juga bisa disebut dengan perjalanan kondisi menuju sebuah perdamaian.
Konsep Perdamaian
Konsep perdamaian dalam definisi Galtung lebih diartikan sebagai keadaan dimana tidak adanya kekerasan. Dan dapat diartikan, bahwa perdamaian adalah jarak keadaan dari kekerasan menuju pada ketiadaan kekerasan. Selain itu, menurut Galtung perdamaian atau damai sendiri terbagi ke dalam dua katagori. Dalam bukunya tersebut, Galtung membagi kekerasan ke dalam tiga pembagian. Yang pertama adalah kekerasan fisik langsung, kekerasan seperti ini biasanya ditandai dengan bentuk kekerasan yang dapat dilihat oleh mata dan dilakukan secaa langsung. Seperti contoh pada konflik yang terjadi atas dasar agama ataupun suku seperti pembunuhan, penganiayaan, serta perusakan. Yang kedua adalah kekerasan struktural, kekerasan seperti ini adalah kekerasan yang terjadi akibat ketidak seimbangan pada sebuah sistem sosial. Yang mana ketimpangan tersebut mengakibatkan sebagian manusia merasakan penderitaan dan penindasan. Biasanya kekerasan dalam bentuk struktural ini memiliki dampak yang tidak secara langsung dirasakan. Seperti kemiskinan, diskriminasi, pengangguran dll. Dan bentuk kekerasan yang terakhir adalah kekerasan kultiral. Kekekrasan pada model yan gketiga ini, biasanya identik dengan kekerasan yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh aspek-aspek bawaan dalam diri mansuia. Seperti halnya aspek agama, budaya, ideologi, atau bahkan pada sebuah kesenian ataupun yang pad ailmu pengetahuan.
Dan saat bicara mengenai perdamaian, Galtung membaginya kedalam dua macam bentuk pedamaian. Yang pertama adalah Negative Peace (perdamaian negatif) yaitu sebuah kondisi yang ditandai dengan ketiadaan kekerasan yang dilakukan oleh perseorangan, perdamaian dalam bentuk ini biasanya lebih merujuk pada kekerasan personal. Sedangkan bentuk perdamaian yang kedua menurut Galtung adalah Positive Peace (perdamaian positif) yang diartikan sebagai keadaan saat tidak terdapat kekerasan yang dilakukan secara terstruktur, berbeda terbalik dengan negative peace, positive peace lebih merujuk pada kekerasan dalam bentruk struktural. Perdamaian juga tidak hanya berfokus pada bagaimana mengontrol dan mereduksi kekerasan yang terjadi. Lebih dari itu, perdamaian juga harus dapat memberikan sebuah pembangunan vertikal yang lebih baik. Perdamaian juga tidak hanya menyangkut pada teori-teori yang bersangkutan dengan konflik semata, tapi jug aharus mencakup pada pembangunan perdamaian itu sendiri. Penelitian mengenai perdamaian juga harus mencakup hal-hal ataupun situasi yang berkenaan dengan masa lalu, saat ini, dan juga yang akan datang. Selain itu, ntuk mewujudkan perdamaian tersebut, maka harus terdapat hubungan antara perdamaian itu sendiri dengan cara untuk melakukan pembangunan perdamaian. Kekerasan personal yag kerap terjadi, biasanya terdapat dalam sebuah struktur. Dan untuk mengatasi perdamaian dalam kekerasan struktural membutuhkan sebuah dorongan lebih, dari pada penyelesaian perdamaian dalam kekerasan personal.

Membangun perdamaian pada kekerasan personal dan kekerasan struktural dapat berjalan mudah apa bila kita fokus terlebih dahulu pada satu diantara dua pilihan tersebut. Lebih dikedepankan perdamaian yang sifatnya lebih ke struktural, hal ini dikarenakan dalam sebuah struktur ada hukum sosial yang mengatur. Selain itu, kekerasan personal erat kaitannya dengan kekerasan struktural seperti contoh adanya ketidak adilan dalam hukum. Sehingga apa bila dapat mendamaikan sebuah kekerasan struktural, paling tidak kita juga dapat mengurangi kekerasan personal. Setidaknya terdapat tiga jawaban mengenai definisi dari perdamaian itu sendiri. Yang pertama adalah, perdamaian lebih dikedepankan pada sebuah konsep yang nyata, yaitu sebuah konsep dimana ketidak adaan kekerasan personal dan adanya keadilan sosial. Yang kedua adalah, kata peace sendiri lebih diartikan secara general dan universal, seperti halnya konsep peace dalam sebuah agama yang menyatakan arti damai ut sediri lebih kepada cinta dan persaudaraan. Dan jawaban yang ketiga adalah kombinasi dari dua jawaban sebelumnya. Yaitu adanya hukum dan perintah dalam sebuah masyarakat serta adanya nilai yang mengikat.
Konsep Perdamaian Dalam Kasus Sengketa Wilayah Jammu Khasmir Antara India-Pakistan
Dalam tulisan ini saya akan melakukan aktualisasi konsep dari perdamaian dalam melihat kasus persengketaan batas wilayah antara India dan Pakistan di wilayah Jammu Khasmir. Persengketaan tersebut dimulai setelah Inggris meninggalkan kawasan tersebut di tahun 1947. Dan menjadikan dua negara yaitu India dan Pakistan menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Secara geografis, kedua negara yang berada di kawasan Asia Selatan negara ini merupakan negara tetangga yang saling berdekatan dan berbatasan. Negara India memiliki keadaan ekonomi yang jauh lebih baik dengan mayoritas penduduknya yang beragama Hindu.  Sebaliknya, Pakistan memiliki keadaan ekonomi yang berada di bawah India dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Namun sesuai dengan partisi 562, wilayah Jammu dan Khasmir diberikan kebebeasan untuk memilik negara mana yang akan diikuti. Pilihan tersebut, biasanya didasari atas banyaknya agama mayoritas di negara bagian tersebut. Yang mana terdapat tiga perempat dari penduduk yang tinggal di wilayah tersebut merupakan masyarakat muslim, dan sebagian lainnya merupakan masyarakat yang beragama Hindu. Setidaknya Pakistan mengklaim bahwa Khasmir yang berpenduduk 70% merupakan muslim adalah bagian dari Pakistan. Sedangkan bagi India, setelah Khasmir memiliki raja yang beragamakan Hindu, maka wilayah tersebut berhak untuk ikut masuk ke dalam wilayah teritorial India.[1]
Dengan adanya keputusan tersebut dan ketidak puasan di pihak Pakistan maka kerap kali konflik antara dua negara tersebut bergejolak. Konflik yang terjadi tidaklah lain terkait dengan masalah perebutan wilayah perbatasan yang disengketakan. Sejatinya perdamaian adalah keadaan dimana tidak ada kekerasan, baik kekerasan terhadap individu maupun kekerasan secara struktural. Namun apa yang terjadi di wilayah tersebut merupakan sebuah gabungan antara dua kekerasan tersebut. Yaitu kekerasan personal dengan adanya kekerasan yang dilakukan secara fisik dan juga kekerasan struktural karena dilakuan oleh aktor yang negara. Lkekerasan tersebut terjadi dalam sebuah pepeperangan terbuka yang terjadi antara India dan Pakistan di tahun 1947. Upaya perdamaian dalam peperangan tersebut telah diusahakan oleh India, yaitu dengan cara meminta bantuan kepada PBB selaku lembaga internasional yang dapat berperan sebagai mediator dalam konflik tersebut.
Usaha yang dilakuakan oleh India saat itu terbilang cukup berhasil untuk meredam konflik di kawasan tersebut, yaitu setelah diadakannya gencatan senjata antara India dan Pakistan. Seperti yang telah kita bahas pada konsep perdamaian di atas bahwa perdamaian adalah kondisi dimana tidak adanya kekerasan baik secara fisik maupun struktural. Namun perdamaian dalam kasus ini masih dapat kita golongkan pada negative peace karena masih hanya sebatas ketiadaan kontak fisik antara kubu yang berselisih. Adapun, usaha perdamaian yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB saat itu adalah dengan cara mendirikan sebuah komisi yang dinamakan United Nation Commision for India and Pakistan (UNCIP) untuk menyelidiki perselisihan dan menjadi mediator dalam perselisihan yang terjadi antara India dan Pakistan. Selain itu, tujuan dibentuknya komisi tersebut juga sebagai komisi yang berperan untuk memonitoring kawasan yang dipersengketakan.[2]
Beberapa perjanjian dan referendum disepakati baik oleh India maupun oleh Pakistan. Ditahun 1965 perang kedua negara antara India dan Pakistan kembali terjadi, setelah bentrokan antara petugas patroli perbatasan di negara bagian Rann of Kutch, India. Hal tersebut juga diperparah dengan menyebrangnya pasukan Pakistan sebanyak 33.000 orang dengan menggunakan pakaian seperti layaknya penduduk Khasmir. Hal tersebut di respon oleh pihak India denga mengirimkan pasukan bersenjata dan sebanyak 600 tank ke wilayah perbatasan. Usaha membangun budaya perdamaian sepertinya belum berhasil untuk meredam konflik kedua negara tersebut terkait wilayah perbatasan. Masing-masing negara memeiliki pandangan dan memiliki kepentingan yang berbeda dalam melihat wilayah yang dipersengketakan tersebut. Dan mau tidak mau, konflik yang berupa peperangan kembali terjadi antara India dan Pakistan. Tidak seperti perang di tahun 1947, peperangan yang terjadi pada tahun 1965 tidak berlagsung lama, karena pada bulan September di tahun tersebut genjatan senjata kembali dilakukan oleh masing-masing pihak yang berkonflik. Hal tersebut dilakukan setelah adanya perintah dari dewan Keamaman PBB untuk menghentikan perang.
Namun perang kembali pecah di tahun 1971, setelah pasukan Pakistan menjatuhkan bom di lapangan terbang wilayah barat laut India. Peperangan terjadi selama 13 hari dengan kekalahan di pihak Pakistan. Dalam kasus peperangan yang ketiga kembali kekerasan personal yang diakibatkan oleh kekerasan struktural. Kekerasan tersebut terjadi dalam bentuk adanya sekitar 23.000 warga sipil Pakistan Timur menjadi korban dan mengungsi ke wilayah India karena merasa nyawanya terancam. Namun konflik tersebut berhenti setelah Pakistan Timur resmi lepas dari Pakistan Barat dan berdiri menjadi negara yang merdeka dengan nama Bangladesh pada tanggal 6 Desember 1971. Selain itu, lebih dari 90.000 pasukan Pakistan menjadi tawanan perang. Perang di tahun 1971 menjadi perang terbuka terakhir antara India dan Pakistan. Setelah tahun tersebut, baik India maupun Pakistan tidak lagi pernah terlibat dalam sebuah peperangan. Bahkan bebrapa langkah untuk membangun sebuah perdamaian terus dilakukan oleh kedua negara tersebut, dan salah satunya adalah dengan melakukan dialog composite. Yaitu sebuah forum dialog antar kedua negara yang menghadirkan pejabat-pejabat pemerintah dari berbagai tingkatan. Sehingga pembicaraan dapat lebih terbuka dan semua masalah dapat saling diungkapkan secara jelas. Selain itu, dalam upaya membangun sebuah kerjasama dan perdamaian, kedua negara juga sepakat untuk menandatangai sebuah nota kesepakatan dalam bentuk confidence building measure (CMB).Yaitu sebuah kerjamasa yang ditujukan untuk saling mengedepankan rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Hingga saat ini, hubungan damai antara India dan Pakistan relatif stabil, meskipun tidak jarang pula diwarnai dengan konflik-konflik kecil serta aksi teror yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sparatis. Namun komitmen kedua negara dalam menejemen konflik melalui diskusi terbuka antar pejabat pemerintahan menjadi sebuah cara yang dijadikan untuk saling menjaga kepercayaan agar terciptanya perdamaian di kawasan Asia Selatan.
Kesimpulan
Bentuk konflik yang terjadi antara Idnia dan Pakistan terkait dengan konflik wilayah perbatasan dapat digolongkan kedalam konflik struktural. Adapun konsep dari perdamaian dalam hal ini lebih merujuk pada positive peace, dimana konsep ini lebih menekankan pada ketiadaan akan kekerasan yang dilakukan secara struktur. Kekerasan struktur terjadi akibat perselisihan dalam bentuk peperangan antara aktor negara yaitu India dan Pakistan. Negara sebagai lembaga tertinggi dalam struktur masyarakat seharusnya dapat memberikan perlindungan dan keamanan bagi individu masyarakatnya. Namun hal tersebut tidak ditemukan baik pada India maupun pada Paksitan. Perdamaian yang dibangun dengan melalui gencatan senjata kerap kali tidak bertahan lama. Selain itu, Dewan Keamanan PBB selaku lembaga tertinggi dalam struktur internasional sudah dapat memainkan perannya dengan baik dalam melakukan upaya perdamaian. Peperangan yang terjadi di tahun 1971 tersebut, sepertinya telah menjadi perang terbuka terakhir antara India dan Paksitan. Yan g mana kita tidak pernah lagi melihat peperangan terjadi antara kedua negara tersebut terjadi hingga saat ini. Secara perlahan, konflik dalam bentuk struktural berusaha diredam oleh kedua negara melalui cara peace building dengan cara melakukan berbagai macam rangkaian kerjasama dalam bidang ekonomi.





Daftar Pustaka
Galtung, Johan. “Violence, Peace, and, Peace Research”. International Peace Research Institute Oslo.
Francis, Diana. “Teori Dasar Trasnformasi Konflik Sosial”. Quills Press, Yogyakarta 2006.
Dalam “India-Pakistan Relation: A 50 Year History”. Diakses melalui http://asiasociety.org/asia/india-pakistan-relations-50-year-history. Pada tanggal 22 Juni 2014.

Dalam “United Nation MilitaryObserver Group in India and Pakistan”. Diakses melalui http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unmogip/background.shtml. Pada tanggal 22 Juni 2014.




[1] Dalam “India-Pakistan Relation: A 50 Year History”. Diakses melalui http://asiasociety.org/asia/india-pakistan-relations-50-year-history. Pada tanggal 22 Juni 2014.
[2] Dalam “United Nation MilitaryObserver Group in India and Pakistan”. Diakses melalui http://www.un.org/en/peacekeeping/missions/unmogip/background.shtml. Pada tanggal 22 Juni 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar