Oleh Haryo Prasodjo
Meskipun
kini kehidupan umat manusia telah memasuki era abad ke 21, dimana sistem dalam
masyarakat modern pada umumnya menjadi semakin kompleks dan terintegrasi secara
ekonomi, sosial dan politik. Hal tersebut tidak berarti membuat dua perspektif
liberal dan marxis yang pernah menjadi sebuah perspektif dominan menjadi usang
dan tidak terpakai. Globalisasi yang menyajikan kemajuan dalam bidang
tekhnologi informasi dan transformasi, telah berhasil membawa kehidupan umat
manusia dalam sebuah transformasi akan nilai-nilai sosial baru dalam interaksi
sehari-hari. Dengan adanya nilai-nilai baru, sistem baru, serta interaksi
ekonomi dan produksi baru tidak berarti menjadikan dua perspektif ini menjadi
tumpul dalam melihat fenomena sosial yang ada.
Para
kaum liberalis maupun marxis justru membuat suatu terobosan-terobosan dan upaya
baru agar perspektif ini tetap menjadi sebuah perspektif yang dapat digunakan
dalam melihat fenomena sosial saat ini. Dan yang pada akhirnya menjadikan dua
perspektif ini tetap menjadi sebuah perspektif yang relevan untuk melihat keadaan
interaksi sosial yang ada. Dalam tulisan ini saya akan mencoba untuk
membandingkan dua perspektif besar ini, baik melalui perspektif liberal maupun melalui
perspektif marxis dalam melihat konsep kebebasan dan bagaimana peran pemerintah
dalam hal ini negara dalam pendistribusian mengenai kebebasan tersebut.
Liberalisme
merupakan teori yang positif dan idealis dalam memandang hubungan antara negara
dari politik dunia. Selain itu, liberalisme juga merupakan salah satu doktrin
utama dalam filsafat ilmu politik Barat. Yang mana berangkat dari sebuah konsep kebebasan
bagi individu dan kesetaraan, serta memiliki pandangan bahwa semua manusia pada
dasarnya adalah baik. Dan kalaupun terdapat manusia jahat, hal tersebut
merupakan bentukan dari lembaga yang ada. Cita-cita inti dari liberalisme
adalah menekankan pada aspek individualisme, hak asasi manusia, uviversalitas,
kebebasan dari adanya otoritas, serta persamaan hak di mata hukum.[1]
Dalam politik, perspektif liberal memandang bahwa kebebasan individu merupakan
tujuan yang paling utama. Pemerintah hadir untuk melindungi hak-hak individu
serta memberikan kesempatan yang sama bagi tiap individu. Adapun
prinsip-prinsip kebebasan dalam perspketif liberal meliputi kebebasan untuk
berfikir, berbicara, serta kebebasan dalam ekonomi dan adanya transparansi
serta demokratis dalam iklim pemerintahan negara.
Bagi
perspketif liberal, hak asasi manusia merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah
dan diganggu. Adapun hak asasi tersebut juga meliputi hak untuk hidup serta
memiliki kekayaan. Pada tahun 1968 John Locke mengemukakan dua ide mengenai
dasar dari liberalisme yaitu kebebasan ekonomi seperti hak untuk memiliki dan
menggunakan kekayaan, serta kebebasan intelektual yang meliputi kebebasan
manusia untuk mengikuti kata hati nurani. Dan dua hal tersebut dirangkum dalam
teori yang dikenal dengan “Hak Alami”
yang merupakan kebebasan individu untuk hidup dan memiliki materi.[2]
Perspektif
ini percaya bahwa kerjasama internasional dapat diwujudkan dalam bentuk
kelembagaan internasional yang juga berfungsi untuk mengontrol dunia yang dianggap
oleh kaum Realis sebagai dunia yang anarki. Liberalisme lebih mengedepankan
etika dan moral yang universal sebagai salah satu cara untuk mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi. Dimana untuk mengedepankan moral tersebut
perspektif ini berangkat dari argumen dasar yaitu manusia pada umumnya haruslah
diberi kebebasan yaitu kebebasan untuk
berfikir dan bertindak.[3]
Dalam liberalisme klasik, kebebasan dapat diartikan sebagai bebas dari paksaan.
Sedangkan dalam liberalisme sosial, menekankan pada peran aktif pemerintah
dalam mempromosikan kebebasan warga negara. Dimana seseorang dikatakan memiliki
kebebasan jika seseorang tersebut sudah dapat dikatakan hidup sehat,
berpendidikan, dan jauh dari kemiskinan. Dalam hal ini, peran negara ditekankan
pada aspek menciptakan layanan kesehatan dan pendidikan serta upah yang layak
bagi warga negaranya. Selain itu, liberalisme juga menggunakan kekuasaan negara
untuk memberikan kesempatan akan kebebasan yang sama bagi individu yang kurang
mampu dalam hal kebebasan untuk bertindak, berbicara dan juga bebas dari
deskriminasi.
Adapun
kebebasan dalam ekonomi liberal, memandang bahwa negara akan menjadi kuat jika
warga negaranya bebas mengikuti inisiatif individunya masing-masing. Kalaupun
terdapat intervensi negara dalam hal
ekonomi, hal itu merupakan sebuah
kekuatan yang digunakan untuk memaksa guna
membatasi kekayaan individu. Bagi kaum liberal, kebebasan merupakan kunci utama
untuk menciptakan perdamianan dunia yang
abadi. mereka yakin bahwa kerjasama global antar negara sangat dimungkinkan
karena dengan adanya kebebasan maka akan tercipta apa yang dinamakan sebagai
saling ketergantungan aktor antar negara. Dimana dengan adanya kerjasama
tersebut akan tercipta sebuah perdamaian yang akan menghasilkan sebuah
keuntungan dari adanya stabilitas ekonomi dan politik. Karena dalam perspektif
liberal, perdamaian abadi dapat dicapai dengan cara menciptakan negara yang
bebas dimana setiap individu yang ada di dalamnya memiliki komitmen untuk
menjaga keamanan dan ketertiban global serta adanya semangat untuk melakukan
perdaganan bebas. Di mana perdamaian itu sendiri dicapai melalui adanya sebuah upaya dengan agenda dari
institusi global yang dapat memainkan perannya secara aktif dalam politik
internasional.[4]
Sedangkan
perspektif Marxisme adalah, sebuah perspektif yang selalu memandang dunia
internasional sebuah sistem besar yang digunakan oleh kaum kelas atas atau yang
sering disebut sebagai kaum borjuis untuk menekan dan menguasai kaum kelas
bawah atau yang disebut sebagai kaum proletar. Yang mana berangkat dari argumen
dasar yaitu adanya pembagian kelas di masyarakat. Dimana Marxisme sendiri
menganggap bahwa perdamaian akan muncul jika para kaum proletar ini mendapatkan
kebebasannya dari cengkraman kaum borjuis. Paling tidak terdapat dua ide dalam
pandangan kaum marxist, yang pertama adalah marxis menawarkan sebuah teori
tentang masyarakat. Yaitu sebuah penjelasan mengenai bagaimana sistem pada
masyarakat bekerja, serta bagaimana sebuah sejarah manusia sedang berlangsung.
Dan yang paling utama adalah penjelasannya tentang kapitalisme. Dan ide kedua
adalah, bagaimana perspektif ini berusaha untuk mengantikan kapitalisme dengan
sistem sosialis.[5]
Pandangan
marxisme melihat bahwa ide dominan yang ada di masyarakat merupakan ide yang
berasal dari kondisi material dan ekonomi. Fokus marxisme adalah pada kelas
masyarakat yang dilihat melalui mode produksi pada masyarakat beserta kekuatan
dan hubungan sistem produksi yang ada. Hubungan sosial yang ada merupakan
hubungan yang melibatkan dua kelas berbeda, dan penentu dasar dari kelas yang
ada adalah kepemilikan akan alat-alat produksi. Ketidaksetaraan menjadi
perhatian utama dalam perspektif ini. Karena tujuan utama dari perspektif ini
adalah menciptakan masyarakat tanpa kelas, dimana masyarakat dapat menikmati
kekayaan serta memiliki kekuasaan yang sama[6].
Dan
saat kita berbicara tentang kebebasan, maka kebebasan itu sendiri memiliki
perbedaan antara bagaimana liberalisme memandang kebebasan itu dan juga
bagaimana cara Marxis memandang dan mengartikan kebebebasan. Marxisme berusaha
untuk memsiahkan antara individu dan kebebasan dengan apa yang dinamakan
masyarakat sosial. Analisa yang digunakan dalam marxis bukan berangkat dari
individu melainkan melalui masyarakat. Dimana tindakan kelas selalu
dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi milik kelas dominan.[7]
Berbeda dengan pandangan kaum liberal yang menitikberatkan pada individu. Dalam
marxisme, kelompok sosial adalah yang menentukan kerakteristik dari individu
yang ada. Dan sifat individu merupakan
hasil dari semua interaksi hubungan sosial. Adapun kebebasan bagi individu
merupakan kebebesan yang tergantung dari adanya hubungan sosial, kelas, dan
ekonomi.
Hal
ini dikarenakan, keterasingan individu sebagai tenaga kerja dari sistem
produksi yang ada menjadikannya sebagai manusia yang tidak memiliki kebebasan.
Yang dibutuhkan untuk meraik kebebesan individu dalam pandangan marxisme adalah
adanya transformasi dari kepemiliknan faktor produksi milik pribadi menjadi
milik bersama. Yang nantinya dengan adanya transformasi ini, individu kelas
pekerja dapat menjadi pekerja bebas yang bekerja untuk melayani demi kebaikan
besama dalam masyarakat. Dalam hal ini, kekayaan sosial menjadi kepentingan
bersama. Jika dalam pandangan kaum liberal pemerintah berfungsi sebagai alat
untuk mendistribusikan paham tentang persamaan hak individu sebagai tujuan dari
kebebasan, maka dalam pandangan marxis pemerintah berfungsi sebagai
pendistribusi kekayaan nasional yang nantinya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bersama dalam kelompok sosial.
Selain
itu, jika dalam perspektif liberal kebebasan dan nasib individu merupakan
tanggung jawab dari individu tersebut, maka dalam perspektif marxisme nasib
individu ditentukan oleh nasib kolektif. Dan pemerintah bertanggungjawab dalam
memperkuat pengembangan kolektifitas tersebut. Selain itu sama seperti dalam
liberal, dimana dalam marxisme juga terdapat batas batas akan kepentingan
individu. Jika tujuan pembatasan kebebasan dalam liberal digunakan agar
kebebasan tersebut tidak berbenturan dengan kebebasan indvidu lainnya, maka
dalam marxisme pembatasan akan kebebasan tersebut dikarenakan kepentingan
bersama merupakan hal yang lebih utama dari kepentingan individu. Bagi kaum
marxis, kebebasan individu lebih ditentukan oleh bentuk eksploitasi kapitalis
dan kepemilikan pribadi dari sistem produksi.
Jika
dalam liberalisme kebebasan ditekankan pada aspek individu, maka pada pandangan
marxis kebebasan lebih ditekankan pada aspek kepentingan mayoritas dan
kesejahteraan kaum minoritas dalam hal ini kelas pekerja sebagai intepretasi
kebebasan individu secara umum. Dimana kebebasan dapat diartikan sebagai sebuah
konsep untuk menghilangkan penindasan manusia atas diri manusia lainnya. Lebih
luas lagi, pandangan kaum marxisme mengartikan kebebasan sebagai kebebasan dari
eksploitasi, kebebasan dari penindasan kelas, dan juga kebebasan dari konflik
antar kelas. Dalam marxisme, kebebasan antara individu memiliki hubungan erat
dengan kepemilikan alat produksi. Perbedaan yang paling terlihat antara
perspektif liberal dan marxis adalah dalam hal kebebasan yang berhubungan
dengan kepemilikan pribadi. Marxis menolak akan kebebasan tentang kepemilikan
hak milik individu, eksploitasi, serta menolak kebebasan dalam dominasi politik
dan ekonomi oleh kelas dominan. Karena dalam perspektif marxis, sejarah umat
manusia adalah sejarah perjuangan kelas. [8]
Untuk
membentuk sebuah kebebasan masyarakat, maka sekali lagi perangkat pemerintah
dalam hal ini negara berfungsi sebagai pembuat aturan yang wajib dilakukan oleh
semua anggota dalam masyarakat. Meskipun demikian, sama speti halnya pandangan
kaum liberal, pemerintah dalam pandangan marxis, juga menjamin akan adanya
hak-hak kebebasan individu selama kebebasan tersebut tidak berada diatas
kebebasan individu lainnya. Karena dalam pandangan marxis, kebebasan milik
individu bukan hanya untuk individu tersebut melainkan untuk kepentingan
bersama dalam struktur masyarakat yang ada. Dalam perspektif liberal, setiap
individu diberikan kebebasan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
dalam mengumpulkan materi sebagai hak milik individu tersebut sehingga
cenderung menjadikan individu yang kapitalis karena tidak ada batasan yang
jelas akan arti kebebasan tersebut. Sedangkan dalam marxis, perspektif ini menentang
keras akan budaya kapitalis yang memperkaya individu dengan meteri. Karena bagi
perspektif marxis, kebebasan bersama lebih utama dari pada kebebasan individu.
Meskipun
dalam perspektif marxis membicarakan mengenai beberapa fungsi dari negara,
namun negara bukan merupakan aktor utama dalam perspektif ini. Karena dalam
perspektif ini aktor utamanya adalah kelas-kelas ekonomi. Lebih jauh lagi, Kebebasan diartikan sebagai posisi dimana tidak adanya
pemerintahan hingga sebuah masyarakat tanpa kelas dibentuk. Sebagaimana yang
dikatakan lenin “Selama terdapat negara,
maka tidak akan ada kebebasan. Dan ketika ada kebebasan, maka negara tidak
ada”.[9]
Kesimpulan
Dari
tulisan diatas, dapat diambil kesimpulan mengenai perbedaan dan persamaan
mengenai konsep kebebasan dari kedua perspektif tersebut. Bagi liberal yang
menekankan pada aspek individu mengartikan kebebasan sebagai jalan untuk
menciptakan perdamaian dunia. Yaitu dengan adanya kebebasan bagi individu untuk
berbuat dan bertindak dengan melakukan interaksi dengan individu lainnya.
Sedangkan pada marxis, kebebasan dartikan dalam hal penghapusan kelas dalam
masyarakat. Yaitu tidak adanya dominasi manusia atas manusia lainnya. Meskipun
demikian kedua perspektif ini memliki persamaan mengenai konsep kebebasan,
yaitu kebebasan sama-sama merupakan syarat yang diperlukan sebagai dasar
pembangunan dan keamanan untuk menjamin kesempatan yang sama dan digunakan
negara untuk memberikan perlindungan sosial. Selain itu baik dalam liberal
maupun marxis sepakat, bahwa kebebasan individu tidak hanya untuk individu
tersebut melainkan kebebasan untuk bersama yang universal. Selain dalam dua
perspetif tersebut, negara memiliki peran yang berbeda namun dengan tujuan yang
sama. Dalam perspektif liberal negara berfungsi sebagai pendistribusi
nilai-nilai kebebasan melalui konsep-konsep hak asasi dan demokrasi. Sedangkan
dalam marxis negara berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan untuk mencapai
kesetaraan dan kemakmuran bersama. Namun inti dari keduanya adalah, negara
sama-sama dituntut untuk dapat memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta
kesetaraan masyarakatnya di mata hukum.
Adapun
perbedaan pandangan mengenai kebebasan antara kedua perspektif tersebut adalah,
kebebasan mengenai hak milik individu. Jika dalam liberal individu berhak
menentukan nasibnya sendiri, tidak demikian halnya dengan marxis yang mana
lebih menekankan pada kepemilikan bersama.
Karena jika dalam liberalis setiap individu diberikan kebebasan untuk
menentukan nasib masing-masing. Sedangkan dalam marxis, individu lebih
diarahkan untuk memiliki kebebasan secara bersama dan menentukan nasib bersama.
Penekanan perbedaan kedua perspektif di atas, menitikberatkan pada fokus
individu dan kelompok.
Daftar Pustaka
Giddens,
Anthony. “Kapitalisme dan Teori Sosial
Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber”.
Universitas Indonesia Press, Jakarta 2009.
Burchill,
Scott-Andrew Linklater. “Theories of International
Relations”. Nusamedia Press, Bandung 1996.
Jones,
PIP. “ Introducing Social Theory”.
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2009.
Jackson,
Robert & Georg Sorensen. “
Introduction to International Relations”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009.
W.
Mansbach, Richard & irsten L. Rafferty. “Introduction to Global Politics”.
Nusamedia, Bandung 2012.
Internet
Ludwig von Mises. Dalkam “Liberalism The Foundations of Liberal Policy Freedom” . Diakses
melalui http://mises.org/liberal/ch1sec2.asp. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Weebies.
Dalam “Liberal vs. Conservative from a
Free Market/Freedom Perspective. Column”. Posted on September 08, 2004.
Diakses melalui http://www.strike-the-root.com/4/weebies/weebies1.html. Pada tanggal 17
Juni 2014.
Campbell,
Menzies. Dalam “Five liberal freedoms In
the wake of Labour's long march rightwards since 1997 liberalism has never been
more needed, argu”. Published 3 March, 2009 - 15:48. Diakses melalui http://www.newstatesman.com/uk-politics/2009/02/liberal-freedom-rights-party. Pada tanggal 17
Juni 2014.
Borghini, Andrea. Dalam “Liberalism The Quest for Individual Freedom”.
Diakses melalui http://philosophy.about.com/od/Political_Science/a/Liberalism.htm.Pada tanggal 17
Juni 2014.
Dalam
“Faith, Freedom, and the First Amendment:
A Liberal Perspective”. Diakses melalui http://www.vwc.edu/center-for-the-study-of-religious-freedom/education/directors-reflections/faith-freedom-and-the-first-amendment-a-liberal-perspective-.php. Pada tanggal 17
Juni 2014.
Stilz,
Anna. Dalam “Liberal Loyalty: Freedom, Obligation, and the State”. Princeton
UP, 2009, 230pp., $29.95 (hbk), ISBN 9780691139142.Reviewed by Lea Ypi, Nuffield College, Oxford. Diakses
melalui https://ndpr.nd.edu/news/24294-liberal-loyalty-freedom-obligation-and-the-state/.
Pada tanggal 17 Juni 2014.
Rawl,
John. Dalam “Liberal International”. Diakses melalui http://www.liberal-international.org/editorial.asp?ia_id=686.
Pada tanggal 17 Juni 2014.
Translated and Edited with
a Biographical Sketch by. K. J. Kenafick. Dalam “Marxism, Freedom, and the
State”. Diakses melalui http://dwardmac.pitzer.edu/Anarchist_Archives/bakunin/marxnfree.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Simirnov. G. Dalam
“The Marxist, Karl Marx on the. Individual
and the Conditions for His Freedom and Development”. Volume: 3, No. 3-4 July – December 1985.
Diakses melalui http://www.cpim.org/marxist/198504_marxist_marxism&indv_simirnov.htm. Pada tanggal 17
Juni 2014.
L.
Prychitko, David. Dalam “The Concise Encyclopedia Economics Marxisme”. Diakses
melalui http://www.econlib.org/library/Enc/Marxism.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Laurie E. Adkin. Dalam “Marxism,
Human Nature, and Society published in The Baha'i Faith and
Marxism”. pages 1-7 Ottawa,
ON: Baha'i Studies Publications, 1987. Diakses melalui http://bahai-library.com/adkin_marxism_human_nature.
Pada tanggal 17 Juni 2014.
[1] Jackson, Robert
& Georg Sorensen. “ Introduction to
International Relations”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009. Hal 141.
[2] Dalam “ The Basic of Pholosophy: Liberalism”. Diakses melalui http://www.philosophybasic.com//branch_liberalisme.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
[3] W. Mansbach, Richard & irsten
L. Rafferty. “Introduction to Global Politics”. Nusamedia, Bandung 2012. Hal 30
[4] Burchill,
Scott-Andrew Linklater. “Theories of
International Relations”. Nusamedia Press, Bandung 1996. Hal 47-48.
[5] Trainer, Ted. Dalam “Marxist Theory; A brief Introduction.” 3.2010.
Diakses melalui https://socialsciences.arts.unsw.edu.au/tsw/Marx.html. Pada tanggal
17 Juni 2014.
[6] Burchill, Scott-Andrew Linklater.
Hal 165
[7] Siminov. G. Dalam “ The Marxist, Karl Marx on the individual and the conditions for his
freedom and development” Volume: 3, No. 3-4 December 1985. Diakses melalui http://www.cpim.org/marxist/198504_marxist_marxism&indv_simirnov.htm. Pada tanggal 17
Juni 2014.
[8] W. Mansbach,
Richard & irsten L. Rafferty. “Introduction
to Global Politics”. Nusamedia, Bandung 2012. Hal 55.
[9] Understanding the Times: The Collision of Today’s Competing
Worldviews “Marxis
Politics”. (Rev 2nd ed), David Noebel, Summit Press, 2006. Compliments of John
Stonestreet, David Noebel, and the Christian
Worldview Ministry at Summit Ministries. Diakses melalui http://www.allaboutworldview.org/marxist-politics.htm.
Pada tanggal 17 Juni 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar