“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Konsep Kebebasan Dalam Perspektif Liberal dan Marxis


Oleh Haryo Prasodjo
Meskipun kini kehidupan umat manusia telah memasuki era abad ke 21, dimana sistem dalam masyarakat modern pada umumnya menjadi semakin kompleks dan terintegrasi secara ekonomi, sosial dan politik. Hal tersebut tidak berarti membuat dua perspektif liberal dan marxis yang pernah menjadi sebuah perspektif dominan menjadi usang dan tidak terpakai. Globalisasi yang menyajikan kemajuan dalam bidang tekhnologi informasi dan transformasi, telah berhasil membawa kehidupan umat manusia dalam sebuah transformasi akan nilai-nilai sosial baru dalam interaksi sehari-hari. Dengan adanya nilai-nilai baru, sistem baru, serta interaksi ekonomi dan produksi baru tidak berarti menjadikan dua perspektif ini menjadi tumpul dalam melihat fenomena sosial yang ada.
Para kaum liberalis maupun marxis justru membuat suatu terobosan-terobosan dan upaya baru agar perspektif ini tetap menjadi sebuah perspektif yang dapat digunakan dalam melihat fenomena sosial saat ini. Dan yang pada akhirnya menjadikan dua perspektif ini tetap menjadi sebuah perspektif yang relevan untuk melihat keadaan interaksi sosial yang ada. Dalam tulisan ini saya akan mencoba untuk membandingkan dua perspektif besar ini, baik melalui perspektif liberal maupun melalui perspektif marxis dalam melihat konsep kebebasan dan bagaimana peran pemerintah dalam hal ini negara dalam pendistribusian mengenai kebebasan tersebut.
Liberalisme merupakan teori yang positif dan idealis dalam memandang hubungan antara negara dari politik dunia. Selain itu, liberalisme juga merupakan salah satu doktrin utama dalam filsafat ilmu politik Barat.  Yang mana berangkat dari sebuah konsep kebebasan bagi individu dan kesetaraan, serta memiliki pandangan bahwa semua manusia pada dasarnya adalah baik. Dan kalaupun terdapat manusia jahat, hal tersebut merupakan bentukan dari lembaga yang ada. Cita-cita inti dari liberalisme adalah menekankan pada aspek individualisme, hak asasi manusia, uviversalitas, kebebasan dari adanya otoritas, serta persamaan hak di mata hukum.[1] Dalam politik, perspektif liberal memandang bahwa kebebasan individu merupakan tujuan yang paling utama. Pemerintah hadir untuk melindungi hak-hak individu serta memberikan kesempatan yang sama bagi tiap individu. Adapun prinsip-prinsip kebebasan dalam perspketif liberal meliputi kebebasan untuk berfikir, berbicara, serta kebebasan dalam ekonomi dan adanya transparansi serta demokratis dalam iklim pemerintahan negara.
Bagi perspketif liberal, hak asasi manusia merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah dan diganggu. Adapun hak asasi tersebut juga meliputi hak untuk hidup serta memiliki kekayaan. Pada tahun 1968 John Locke mengemukakan dua ide mengenai dasar dari liberalisme yaitu kebebasan ekonomi seperti hak untuk memiliki dan menggunakan kekayaan, serta kebebasan intelektual yang meliputi kebebasan manusia untuk mengikuti kata hati nurani. Dan dua hal tersebut dirangkum dalam teori yang dikenal dengan “Hak Alami” yang merupakan kebebasan individu untuk hidup dan memiliki materi.[2]
Perspektif ini percaya bahwa kerjasama internasional dapat diwujudkan dalam bentuk kelembagaan internasional yang juga berfungsi untuk mengontrol dunia yang dianggap oleh kaum Realis sebagai dunia yang anarki. Liberalisme lebih mengedepankan etika dan moral yang universal sebagai salah satu cara untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Dimana untuk mengedepankan moral tersebut perspektif ini berangkat dari argumen dasar yaitu manusia pada umumnya haruslah diberi kebebasan yaitu  kebebasan untuk berfikir dan bertindak.[3] Dalam liberalisme klasik, kebebasan dapat diartikan sebagai bebas dari paksaan. Sedangkan dalam liberalisme sosial, menekankan pada peran aktif pemerintah dalam mempromosikan kebebasan warga negara. Dimana seseorang dikatakan memiliki kebebasan jika seseorang tersebut sudah dapat dikatakan hidup sehat, berpendidikan, dan jauh dari kemiskinan. Dalam hal ini, peran negara ditekankan pada aspek menciptakan layanan kesehatan dan pendidikan serta upah yang layak bagi warga negaranya. Selain itu, liberalisme juga menggunakan kekuasaan negara untuk memberikan kesempatan akan kebebasan yang sama bagi individu yang kurang mampu dalam hal kebebasan untuk bertindak, berbicara dan juga bebas dari deskriminasi.

Adapun kebebasan dalam ekonomi liberal, memandang bahwa negara akan menjadi kuat jika warga negaranya bebas mengikuti inisiatif individunya masing-masing. Kalaupun terdapat  intervensi negara dalam hal ekonomi, hal itu  merupakan sebuah kekuatan yang digunakan untuk  memaksa guna membatasi kekayaan individu. Bagi kaum liberal, kebebasan merupakan kunci utama untuk menciptakan perdamianan dunia yang  abadi. mereka yakin bahwa kerjasama global antar negara sangat dimungkinkan karena dengan adanya kebebasan maka akan tercipta apa yang dinamakan sebagai saling ketergantungan aktor antar negara. Dimana dengan adanya kerjasama tersebut akan tercipta sebuah perdamaian yang akan menghasilkan sebuah keuntungan dari adanya stabilitas ekonomi dan politik. Karena dalam perspektif liberal, perdamaian abadi dapat dicapai dengan cara menciptakan negara yang bebas dimana setiap individu yang ada di dalamnya memiliki komitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban global serta adanya semangat untuk melakukan perdaganan bebas. Di mana perdamaian itu sendiri dicapai melalui  adanya sebuah upaya dengan agenda dari institusi global yang dapat memainkan perannya secara aktif dalam politik internasional.[4]
Sedangkan perspektif Marxisme adalah, sebuah perspektif yang selalu memandang dunia internasional sebuah sistem besar yang digunakan oleh kaum kelas atas atau yang sering disebut sebagai kaum borjuis untuk menekan dan menguasai kaum kelas bawah atau yang disebut sebagai kaum proletar. Yang mana berangkat dari argumen dasar yaitu adanya pembagian kelas di masyarakat. Dimana Marxisme sendiri menganggap bahwa perdamaian akan muncul jika para kaum proletar ini mendapatkan kebebasannya dari cengkraman kaum borjuis. Paling tidak terdapat dua ide dalam pandangan kaum marxist, yang pertama adalah marxis menawarkan sebuah teori tentang masyarakat. Yaitu sebuah penjelasan mengenai bagaimana sistem pada masyarakat bekerja, serta bagaimana sebuah sejarah manusia sedang berlangsung. Dan yang paling utama adalah penjelasannya tentang kapitalisme. Dan ide kedua adalah, bagaimana perspektif ini berusaha untuk mengantikan kapitalisme dengan sistem sosialis.[5]
Pandangan marxisme melihat bahwa ide dominan yang ada di masyarakat merupakan ide yang berasal dari kondisi material dan ekonomi. Fokus marxisme adalah pada kelas masyarakat yang dilihat melalui mode produksi pada masyarakat beserta kekuatan dan hubungan sistem produksi yang ada. Hubungan sosial yang ada merupakan hubungan yang melibatkan dua kelas berbeda, dan penentu dasar dari kelas yang ada adalah kepemilikan akan alat-alat produksi. Ketidaksetaraan menjadi perhatian utama dalam perspektif ini. Karena tujuan utama dari perspektif ini adalah menciptakan masyarakat tanpa kelas, dimana masyarakat dapat menikmati kekayaan serta memiliki kekuasaan yang sama[6].
Dan saat kita berbicara tentang kebebasan, maka kebebasan itu sendiri memiliki perbedaan antara bagaimana liberalisme memandang kebebasan itu dan juga bagaimana cara Marxis memandang dan mengartikan kebebebasan. Marxisme berusaha untuk memsiahkan antara individu dan kebebasan dengan apa yang dinamakan masyarakat sosial. Analisa yang digunakan dalam marxis bukan berangkat dari individu melainkan melalui masyarakat. Dimana tindakan kelas selalu dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi milik kelas dominan.[7] Berbeda dengan pandangan kaum liberal yang menitikberatkan pada individu. Dalam marxisme, kelompok sosial adalah yang menentukan kerakteristik dari individu yang ada.  Dan sifat individu merupakan hasil dari semua interaksi hubungan sosial. Adapun kebebasan bagi individu merupakan kebebesan yang tergantung dari adanya hubungan sosial, kelas, dan ekonomi.
Hal ini dikarenakan, keterasingan individu sebagai tenaga kerja dari sistem produksi yang ada menjadikannya sebagai manusia yang tidak memiliki kebebasan. Yang dibutuhkan untuk meraik kebebesan individu dalam pandangan marxisme adalah adanya transformasi dari kepemiliknan faktor produksi milik pribadi menjadi milik bersama. Yang nantinya dengan adanya transformasi ini, individu kelas pekerja dapat menjadi pekerja bebas yang bekerja untuk melayani demi kebaikan besama dalam masyarakat. Dalam hal ini, kekayaan sosial menjadi kepentingan bersama. Jika dalam pandangan kaum liberal pemerintah berfungsi sebagai alat untuk mendistribusikan paham tentang persamaan hak individu sebagai tujuan dari kebebasan, maka dalam pandangan marxis pemerintah berfungsi sebagai pendistribusi kekayaan nasional yang nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam kelompok sosial.
Selain itu, jika dalam perspektif liberal kebebasan dan nasib individu merupakan tanggung jawab dari individu tersebut, maka dalam perspektif marxisme nasib individu ditentukan oleh nasib kolektif. Dan pemerintah bertanggungjawab dalam memperkuat pengembangan kolektifitas tersebut. Selain itu sama seperti dalam liberal, dimana dalam marxisme juga terdapat batas batas akan kepentingan individu. Jika tujuan pembatasan kebebasan dalam liberal digunakan agar kebebasan tersebut tidak berbenturan dengan kebebasan indvidu lainnya, maka dalam marxisme pembatasan akan kebebasan tersebut dikarenakan kepentingan bersama merupakan hal yang lebih utama dari kepentingan individu. Bagi kaum marxis, kebebasan individu lebih ditentukan oleh bentuk eksploitasi kapitalis dan kepemilikan pribadi dari sistem produksi.
Jika dalam liberalisme kebebasan ditekankan pada aspek individu, maka pada pandangan marxis kebebasan lebih ditekankan pada aspek kepentingan mayoritas dan kesejahteraan kaum minoritas dalam hal ini kelas pekerja sebagai intepretasi kebebasan individu secara umum. Dimana kebebasan dapat diartikan sebagai sebuah konsep untuk menghilangkan penindasan manusia atas diri manusia lainnya. Lebih luas lagi, pandangan kaum marxisme mengartikan kebebasan sebagai kebebasan dari eksploitasi, kebebasan dari penindasan kelas, dan juga kebebasan dari konflik antar kelas. Dalam marxisme, kebebasan antara individu memiliki hubungan erat dengan kepemilikan alat produksi. Perbedaan yang paling terlihat antara perspektif liberal dan marxis adalah dalam hal kebebasan yang berhubungan dengan kepemilikan pribadi. Marxis menolak akan kebebasan tentang kepemilikan hak milik individu, eksploitasi, serta menolak kebebasan dalam dominasi politik dan ekonomi oleh kelas dominan. Karena dalam perspektif marxis, sejarah umat manusia adalah sejarah perjuangan kelas. [8]
Untuk membentuk sebuah kebebasan masyarakat, maka sekali lagi perangkat pemerintah dalam hal ini negara berfungsi sebagai pembuat aturan yang wajib dilakukan oleh semua anggota dalam masyarakat. Meskipun demikian, sama speti halnya pandangan kaum liberal, pemerintah dalam pandangan marxis, juga menjamin akan adanya hak-hak kebebasan individu selama kebebasan tersebut tidak berada diatas kebebasan individu lainnya. Karena dalam pandangan marxis, kebebasan milik individu bukan hanya untuk individu tersebut melainkan untuk kepentingan bersama dalam struktur masyarakat yang ada. Dalam perspektif liberal, setiap individu diberikan kebebasan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam mengumpulkan materi sebagai hak milik individu tersebut sehingga cenderung menjadikan individu yang kapitalis karena tidak ada batasan yang jelas akan arti kebebasan tersebut. Sedangkan dalam marxis, perspektif ini menentang keras akan budaya kapitalis yang memperkaya individu dengan meteri. Karena bagi perspektif marxis, kebebasan bersama lebih utama dari pada kebebasan individu.
Meskipun dalam perspektif marxis membicarakan mengenai beberapa fungsi dari negara, namun negara bukan merupakan aktor utama dalam perspektif ini. Karena dalam perspektif ini aktor utamanya adalah kelas-kelas ekonomi. Lebih jauh lagi, Kebebasan diartikan sebagai posisi dimana tidak adanya pemerintahan hingga sebuah masyarakat tanpa kelas dibentuk. Sebagaimana yang dikatakan lenin “Selama terdapat negara, maka tidak akan ada kebebasan. Dan ketika ada kebebasan, maka negara tidak ada”.[9]
Kesimpulan
Dari tulisan diatas, dapat diambil kesimpulan mengenai perbedaan dan persamaan mengenai konsep kebebasan dari kedua perspektif tersebut. Bagi liberal yang menekankan pada aspek individu mengartikan kebebasan sebagai jalan untuk menciptakan perdamaian dunia. Yaitu dengan adanya kebebasan bagi individu untuk berbuat dan bertindak dengan melakukan interaksi dengan individu lainnya. Sedangkan pada marxis, kebebasan dartikan dalam hal penghapusan kelas dalam masyarakat. Yaitu tidak adanya dominasi manusia atas manusia lainnya. Meskipun demikian kedua perspektif ini memliki persamaan mengenai konsep kebebasan, yaitu kebebasan sama-sama merupakan syarat yang diperlukan sebagai dasar pembangunan dan keamanan untuk menjamin kesempatan yang sama dan digunakan negara untuk memberikan perlindungan sosial. Selain itu baik dalam liberal maupun marxis sepakat, bahwa kebebasan individu tidak hanya untuk individu tersebut melainkan kebebasan untuk bersama yang universal. Selain dalam dua perspetif tersebut, negara memiliki peran yang berbeda namun dengan tujuan yang sama. Dalam perspektif liberal negara berfungsi sebagai pendistribusi nilai-nilai kebebasan melalui konsep-konsep hak asasi dan demokrasi. Sedangkan dalam marxis negara berfungsi untuk mendistribusikan kekayaan untuk mencapai kesetaraan dan kemakmuran bersama. Namun inti dari keduanya adalah, negara sama-sama dituntut untuk dapat memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta kesetaraan masyarakatnya di mata hukum.
Adapun perbedaan pandangan mengenai kebebasan antara kedua perspektif tersebut adalah, kebebasan mengenai hak milik individu. Jika dalam liberal individu berhak menentukan nasibnya sendiri, tidak demikian halnya dengan marxis yang mana lebih  menekankan pada kepemilikan bersama. Karena jika dalam liberalis setiap individu diberikan kebebasan untuk menentukan nasib masing-masing. Sedangkan dalam marxis, individu lebih diarahkan untuk memiliki kebebasan secara bersama dan menentukan nasib bersama. Penekanan perbedaan kedua perspektif di atas, menitikberatkan pada fokus individu dan kelompok.
Daftar Pustaka
Giddens, Anthony. “Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber”. Universitas Indonesia Press, Jakarta 2009.
Burchill, Scott-Andrew Linklater. “Theories of International Relations”. Nusamedia Press, Bandung 1996.
Jones, PIP. “ Introducing Social Theory”. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 2009.
Jackson, Robert & Georg Sorensen. “ Introduction to International Relations”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009.
W. Mansbach, Richard & irsten L. Rafferty. “Introduction to Global Politics”. Nusamedia, Bandung 2012.
Internet
Ludwig von Mises. Dalkam “Liberalism The Foundations of Liberal Policy Freedom” . Diakses melalui http://mises.org/liberal/ch1sec2.asp. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Weebies. Dalam “Liberal vs. Conservative from a Free Market/Freedom Perspective. Column”. Posted on September 08, 2004. Diakses melalui http://www.strike-the-root.com/4/weebies/weebies1.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Campbell, Menzies. Dalam “Five liberal freedoms In the wake of Labour's long march rightwards since 1997 liberalism has never been more needed, argu”. Published 3 March, 2009 - 15:48. Diakses melalui http://www.newstatesman.com/uk-politics/2009/02/liberal-freedom-rights-party. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Borghini, Andrea. Dalam “Liberalism The Quest for Individual Freedom”. Diakses melalui     http://philosophy.about.com/od/Political_Science/a/Liberalism.htm.Pada tanggal 17 Juni 2014.
Dalam “Faith, Freedom, and the First Amendment: A Liberal Perspective”. Diakses melalui http://www.vwc.edu/center-for-the-study-of-religious-freedom/education/directors-reflections/faith-freedom-and-the-first-amendment-a-liberal-perspective-.php. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Stilz, Anna. Dalam “Liberal Loyalty: Freedom, Obligation, and the State”. Princeton UP, 2009, 230pp., $29.95 (hbk), ISBN 9780691139142.Reviewed by  Lea Ypi, Nuffield College, Oxford. Diakses melalui https://ndpr.nd.edu/news/24294-liberal-loyalty-freedom-obligation-and-the-state/. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Rawl, John. Dalam “Liberal International”. Diakses melalui http://www.liberal-international.org/editorial.asp?ia_id=686. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Translated and Edited with a Biographical Sketch by. K. J. Kenafick. Dalam “Marxism, Freedom, and the State”. Diakses melalui http://dwardmac.pitzer.edu/Anarchist_Archives/bakunin/marxnfree.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Simirnov. G. Dalam  The Marxist, Karl Marx on the. Individual and the Conditions for His Freedom and Development”.  Volume: 3, No. 3-4 July – December 1985. Diakses melalui  http://www.cpim.org/marxist/198504_marxist_marxism&indv_simirnov.htm. Pada tanggal 17 Juni 2014.
L. Prychitko, David. Dalam “The Concise Encyclopedia Economics Marxisme”. Diakses melalui http://www.econlib.org/library/Enc/Marxism.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
Laurie E. Adkin. Dalam “Marxism, Human Nature, and Society published in The Baha'i Faith and Marxism. pages 1-7 Ottawa, ON: Baha'i Studies Publications, 1987. Diakses melalui http://bahai-library.com/adkin_marxism_human_nature. Pada tanggal 17 Juni 2014.


[1] Jackson, Robert & Georg Sorensen. “ Introduction to International Relations”. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009. Hal 141.

[2] Dalam “ The Basic of Pholosophy: Liberalism”. Diakses melalui http://www.philosophybasic.com//branch_liberalisme.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.
[3] W. Mansbach, Richard & irsten L. Rafferty. “Introduction to Global Politics”. Nusamedia, Bandung 2012. Hal 30
[4] Burchill, Scott-Andrew Linklater. “Theories of International Relations”. Nusamedia Press, Bandung 1996. Hal 47-48.
[5] Trainer, Ted. Dalam Marxist Theory; A brief Introduction. 3.2010. Diakses melalui https://socialsciences.arts.unsw.edu.au/tsw/Marx.html. Pada tanggal 17 Juni 2014.

[6] Burchill, Scott-Andrew Linklater. Hal 165

[7] Siminov. G. Dalam “ The Marxist, Karl Marx on the individual and the conditions for his freedom and development” Volume: 3, No. 3-4 December 1985. Diakses melalui http://www.cpim.org/marxist/198504_marxist_marxism&indv_simirnov.htm. Pada tanggal 17 Juni 2014.



[8] W. Mansbach, Richard & irsten L. Rafferty. “Introduction to Global Politics”. Nusamedia, Bandung 2012. Hal 55.

[9] Understanding the Times: The Collision of Today’s Competing Worldviews “Marxis Politics”. (Rev 2nd ed), David Noebel, Summit Press, 2006. Compliments of John Stonestreet, David Noebel, and the Christian Worldview Ministry at Summit Ministries. Diakses melalui http://www.allaboutworldview.org/marxist-politics.htm. Pada tanggal 17 Juni 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar