Oleh: Haryo Prasodjo, Caesar Oktavia, Anita Sholeha.
Pendahuluan
Indonesia merupakan
satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, terdiri dari 17 ribu lebih pulau
dan luas wilayah terluas adalah perairan. Secara geografis Indonesia memiliki
topografi wilayah yang cukup kompleks dimana terdiri dari dataran tinggi,
rendah, hutan, gunung, dan lautan yang memiliki tingkatan kedalaman, luas, yang
berbeda-beda. Selain itu pula, Indonesia sendiri berbatasan langsung dengan
banyak negara semisal India, Malaysia, Australia, Papua Nugini, Palau, dan
Timor Leste. Dalam mengelola, melindungi, dan mempertahankan kedaulatan
wilayahnya, peran sistem pertahanan dalam hal ini militer sangat diperlukan. Hal
ini pula juga dipengaruhi oleh aspek geostrategis sendiri, dimana wilayah
Indonesia merupakan jalur dari transportasi dunia.
Indonesia tidak bisa mengelak bahwa letak wilayahnya
merupakan satu area dimana secara strategis berpotensi pula terhadap keamanan
nasionalnya. Secara sistem keamanan global dalam cakupan geostrategis sendiri,
Indonesia dapat dikatakan sendirian dalam regional wilayahnya jika dibanding
dengan negara0negara tetangganya. Hal ini mengingkat terhadap fenomena patron
pertahanan yang dimiliki oleh Malaysia, Singapura, Australia, dan Filipina yang
didukung atau dapat dikatakan bersekutu dengan Amerika Srikat, sedangkan
Indonesia, sejak awal berdirinya negara tidak memilki jalinan patron pertahanan
yang terinstusi secara resmi.
Secara sosio-kultural sendiri Indonesia
dapat dikatakan mejadi satu negara yang rawan. Hal ini dikarenakan jumlah dari
banyaknya kesukuan, ras, yang mendiami wilayah dan tergabung menjadi satu
identitas Bangsa Indonesia sangatlah banyak. Setiap suku-suku ini memilki
potensi untuk saling bersitegang baik dengan suku lain maupun dengan
pemerintah, walaupun konsepsi persatuan Indonesia telah digulirkan katika sumpah pemuda maupun proklamasi kemerdekaan.
Banyak bukti yang kemudian
menjadikan hal ini layak menjadi potensi keamanan dari lingkup domestik dan
tidak menganl era, sebut saja ketika awal kemerdekaan, muncul banyak usaha-usaha
pemberontakan seperti Permesta, PRRI, hingga kemudian di tahun-tahun berikutnya
berkembangnya gerakan-gerakan separatis seperti OPM, RMS, GAM, hingga
konflik-konflik horizontal kontemporer seperti di Poso, Ambon, Sampit, dan
Lampung. Disinilah peran pemerintah mutlak diperlukan, tidak hanya dalam
pemerataan kesejahteraan, dan atau pengelolaan persatuan Indonesia, bahkan
untuk menghadapi hal-hal tersebut sistem pertahanan nasional juga perlu
ditingkatkan.
Kondisi lain yang kemudian
menjadikan kompleksitas dari letak dan keadaan Indonesia adalah potensi-potensi
ancaman yang timbul akibat dari Globalisasi. Globalisasi telah menjadikan batas
wilayah dari sebuah negara menjadi bias. Hal ini bukan berarti negara tidak
lagi memliki batas wilayah yang riil, namun adanya kebebasan dan kemudahan
akses untuk memasuki wilayah satu negara, khsusnya Indonesia mengakibatkan
berkembangnya potensi-potensi ancaman terhadap negara tersebut.
Dahulu, aspek keamanan
mencakup ancaman-ancaman tradisional seperti perang, namun sekarang potensi
ancaman telah bertransformasi ke arah yang lebih spesifik seperti terorisme,
kejahatan transnasional, penyelundupan, dan sebagainya. Oleh sebab itu maka
pertahanan yang baik secara kualitas dan kuantitas mutlak diperlukan Indonesia
dalam menjaga kedaulatan wilayahnya. Contohnya ialah ketika dahulu diawal pra
kemerdekaan, Indonesia menghadapi berbagai upaya belanda untuk kembali
menguasai NKRI, salah satunya dengan peperangan, namun sekarang hal tersebut
bergeser ketika banyak masalah-masalah keamanan non-tradisonal yang mengancam
Indonesia. Contoh dari hal tersebut adalah Terorisme sendiri yang marak terjadi
di Indonesia.
Berbicara tentang sistem
pertahanan, maka hal sebelumnya kita harus mengerti apa yang dimaksud dengan
sistem pertahanan itu sendiri dalam perannya terhadap keamanan suatu negara.
Sistem pertahanan adalah satu sistem yang didalamnya terdapat struktur,
mekanisme dan tujuannya. Khusus mengenai kaitan sistem pertahanan dengan
kemanan nasional, maka hal yang kemudian menjadi penting adalah militer,
sebagai salah satu struktur yang dominan dalam sistem tersebut. Dominasi milter
ini berangkat dari fungsi dasar militer itu sendiri yakni sebuah kekuatan
bersenjata yang menjadi alat negara untuk menjamin kedaulatan wilayah,
keamanan, dan tidak digunakan untuk kepentingan lain seperti politik.
Dalam penguatan sistem
pertahanan nasional, maka dengan merujuk pada uraian singkat diatas, penguatan
tersebut juga secara otomatis berkaitan dengan penguatan terhadap kekuatan
militer di satu negara. Salah satu hal yang kemudian menentukan kuat atau
tidaknya kualitas dan kapabilitas militer dari satu negara adalah perkembangan
sistem persenjataannya, selain dari jumlah personel militer dan kualitas
kemampuan teknis yang dimilikinya. Indonesia sendiri merupakan satu negara yang
memiliki kekuatan militer dan sistem pertahanan militer dimana hal tersebut
mengalami banyak dinamika terutama dalam hal kebijakan. Kebijakan disini
merujuk pada keputusan-keputusan yang menyangkut dari penguatan militer terhadap
sistem pertahanan nasional dan dalam pengkhususan kajiannya adalah penguatan
persenjataan.
Rumusan Masalah:
Bagaimana pengembangan sistem persenjataan militer
di Indonesia baik dari awal kemerdekaan hingga era kontemporer terkait dengan
kepentingan nasionalnya ? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dinamika
tersebut?.
Landasan Konseptual.
Dalam kebijakan suatu
pemerintahan di satu negara terkait dengan pengembangan dan penguatan sistem
persenjataanya, hal yang kemduian menjadi tujuannya adalah terciptanya
kepentingan nasionalnya. Hal ini merujuk pada prespektif realisme dimana
kepentingan nasional menjadi satu tujuan yang kemudian menentukan kebijakan
suatu negara, baik dalam politik domestik hingga internasionalnya. Salah satu
bentuk dari kepentingan nasional sendiri ialah menyangkut dari aspek keamanan
dan pertahanan negara. Banyaknya potensi yang sangat mungkin memiliki pengaruh
buruk dan mengancam keamanan nasional dapat dijadikan rujukan mengapa satu
negara tetap menjadikan militer sebagai basis utama pertahanannya.
Merujuk pada konsepsi tentang
persenjataan yang erat kaitannya dengan realisme itu sendiri, maka untuk
mengupas dinamika kebijakan terkait dari penguatan sistem persenjataan antar
rezim di Indonesia, maka konseptualisasi analisanya dapat menggunakan apa yang
Barry Buzan telah sampaikan salah satunya adalah deterence dan offense dan
defense. Deterrence merujuk pada
pengertian yang telah diberikan Barry Buzan, ialah sebuah upaya dengan menggunakan
ancaman untuk menangkal agar sesuatu tidak terjadi.
Dalam konsepsi ini hal yang lebih spesifik
adalah mengenai deterrence strategy,
yakni penggunakan persenjataan dengan mengawalinya terlbih dahulu tetapi tidak
berarti menggagalkan serangan setelah serangat itu terjadi.[1]
Untuk konsepsi tentang offense
sendiri, K.R Adams menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan satu bentuk
tindakan yang melibatkan antar negara atau antar kekuatan militer, dimana
biasanya berkaitan dengan persengketaan wilayah dan atau persaingan antar
kepentingan nasional.[2]
Selain itu pula konsepsi terhadap Defense
adalah merujuk pada upaya pemvbangunan kekuatan militer dalam hal pertahanan
untuk mencapai dan atau melindungi dari ancaman-ancaman yang berpotensi
merugikan kepentingan nasional.[3]
Kepentingan nasional sendiri mencakup banyak hal dan keamanan nasional
merupakan salah satu bentuk dari kepentingan nasional.
Adapun kebijakan upaya negara
untuk memperkuat persenjataanya militernya juga sangat dipengaruhi oleh aspek
perekonomian dan kesejahteraan nasional.[4]
Hal ini merupakan satu bentuk logis hubungan antara aspek ekonomi dan dengan
aspek militer, yakni bilamana negara yang mendapatkan pemasukan yang kurang
secara ekonomis, dapat dikatakan tidak akan mampu untuk membangun tingkat
pesenjataan yang berkualitas. Hal itu nantinya berujung pada kualitas dari
sistem pertahanan yang tidak memadai sebab secara nilai ekonomis, harga yang
dibayar untuk pembeliaan persenjataan atau pengembangan sistem persenjataan
tidaklah murah. Negara kemudian memerlukan sumber dana yang besar untuk
mencukupi kebutuhan pertahanan tersebut.
Dinamika Kebijakan Antar Rezim Terhadap Pengembangan
Sistem Persenjataan Militer di
Indonesia
Sebelum melihat bagaimana dinamika yang terjadi di
Indonesia terkait dengan penguatan sistem persenjataannya, maka hal yang
kemudian menjadi penting adalah sejarah dari perkembangan persenjataan militer
di Indonesia sendiri. Hal ini pula nantinya dapat dilihat bagaimana kebijakan
pemerintah sangat berperan dalam dinamika tersbeut, selain dari situasi dan
kondisi pada masa-masa tertentu. Dalam melihat adanya dinamika tersebut, maka
hal yang dapat dilakukan adalah dengan membagi periode-periode kekuasaan di
tiap-tiap rezim yang telah dan atu sedang berkuasa di Indonesia, dimana
didalamnya terdapat berbagai aspek yang mempengaruhi kebijakan rezim tersebut
nantinya pada pengembangan persenjataan di Indonesia.
- Kebijakan Penguatan Persenjataan pada masa Pra Kemerdekaan, Revolusi dan Demokrasi Terpimpin di era Presiden Soekarno.
Indonesia merupakan satu negara yang
berhasil meraih kemerdekaan dengan jalan perlawanan fisik dan diplomasi. Khusus
dalalm perlawanan fisik sendiri fakta sejarah mencatat bahwa perlawanan itu
dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat dan terjadi di berbagai temapt di
Indonesia, hingga pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia berhasil meraih
kemerdekaannya secara mandiri dari tangan Jepang yang merupakan penjajah
terakhir yang ada di bumi nusantara. Pasca kemerdekaan tersebut tidak serta
nantinya menjadikan Indonesia menjadi aman, namun pada wal-awal masa
kemerdekaan itulah kondisi keamanan negara menjadi rawan. Hal ini diakibatkan
oleh berbagai situasi dan kondisi baik itu berasal dari pengaruh eksternal yang
berupa situasi dan kondisi politik internasional
dan dari situasi internal Indonesia sendiri.
Adapun
potensi ancaman yang ditimbulkan dari politik internasional saat itu adalah
bagaimana Belanda dalam masa tersebut bergabung dalam kekuatan sekutu tidak
menghendaki kemerdekaan Indonesia dan tampil sebagai persekutuan pemenang
perang. Jepang yang mengalami kekalahan telak pada perang dunia kedua tidak
lagi mampu untuk mempertahankan posisi tawarnya di muka internasional sehingga
dapat dikatakan secara de facto Jepang kemudian tunduk terhadap pasukan
sekutu.[5]
Implikasi yang kemudian muncul terhadap kemerdekaan Indonesia adalah pihak
sekutu, dalam hal ini Belanda kemudian mengingkan agar Indonesia kembali
menjadi wilayah jajahan Belanda, sehingga terjadilah Agresi Militer Belanda 1
dan 2 di Indonesia.
Dalam
menghadapi situasi ini, Militer Indonesia yang baru saja terbentuk yakni TKR
yang merupakan cikal bakal TNI sebenarnya tidak memiliki alat persenjataan yang
seimbang jika dibandingkan dengan persenjataan pihak sekutu ketika terjadi
invasi berupa agresi terhadap Indonesia. Persenjataan yang dimiliki oleh
tentara pada masa itu praktis merupakan persenjataan dari hasil rampasan perang
atau dari apa yang dimiliki oleh tentara Jepang sendiri serta dikombinasikan
dengan senjata tradisionil dari unsur kekuatan rakyat yang ikut serta dalam
upaya mempertahankan negara. Selain itu pula tidak adanya perbaikan sistem
persenjataan juga dipengaruhi banyak faktor yang mendasar dan tidak dapat
terelakan, antara lain:
1.) Pada masa awal kemerdekaan, kondisi
perekonomian hancur akibat dari warisan kolonialisme dan kekalahan Jepang dalam
Perang Dunia Kedua. Pengalokasian hasil sumber daya alam Indonesia yang menjadi
penopang kekuatan Jepang dalam menghadapi perang dunia ditengarai menjadikan
Indonesia sebagai sapi perah, sehingga kondisi perekonomian Indonesia pasca ditinggalkan
Jepang masih relatif hancur. Untuk memperbaiki kondisi perekonomian itu sendiri
memerlukan waktu yang tidak singkat disamping itu pula pemerintahan awal
Soekarno dihadapkan dengan berbagai masalah menyangkut penyatuan
wilayah-wilayah Indonesia dalam misi-misi diplomatik yang mengalami pasang
surut.
2.) Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia
sangat disibukan dengan misi diplomatik mengenai cakupan wilayah NKRI yang
diperjuangkan dalam perundingan-perundingan dan di satu sisi disertai dengan
perang terhadap upaya invasi Belanda, sedangkan pada saat itu pula tidak ada
bantuan senjata yang masuk ke Indonesia secara nyata dari luar sehingga praktis
dalam menghadapi konforntasi-konfrontasi itu senjata yang digunakan oleh
tentara nasional adalah senjata hasil dari rampasan perang dan dibantu oleh
rakyat dengan persenjataan tradisionalnya.
3.) Indonesia sendiri dalam perpolitikan
domestiknya masih mengalami pasang surut dalam persatuannya. Hal ini ditandai
dengan persaingan-persaingan intern antar elit pada masa itu yang kemudian
berujung pada pasang surutnya kondisi pemerintahan Presiden Soekarno, salah
satunya ditandai dengan bongkar pasang kabinet yang terjadi pada masa itu.
Pada akhirnya bentuk
NKRI terbentuk dimana Belanda kemudian mengakui kedaulatan Indonesia pada hasil
Konferensi Meja Bundar.[6]
Belanda kemudian berjanji bahwa wilayah Papua barat akan diserahkan kepada
pemerintah Indonesia setahun setelah hasil dari konferensi tersebut dalam poin
kesepakatan yang tertulis. Namun dalam perkembangannya pada masa itu, ternyata
Belanda tidak memenuhi apa yang telah dijanjikan kepada Indonesia, sehingga
Presiden Soekarno kemudian mengambil kebijakan untuk melakukan perang untuk
merebut Papua Barat dari tangan Belanda pada tahun 1961. Agenda perebutan Papua
Barat dari tangan Belanda untuk kemudian dimasukan ke wilayah NKRI kemduain
langsung menjadi agenda kepentingan nasional. Disinilah nantinya penguatan
persenjataan di Indonesia kemudian menjadi jelas akibat dari kebijakan yang
bersifat ofensif Soekarno. Ketika sebuah pemerintahan menyatakan perang, maka
persiapan alat utama sistem persenjataan menjadi sangat krusial. Pada masa
itulah Presiden Soekarno kemudian meminta bantuan asing dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan pasokan senjata guna menghadapi perang perebutan wilayah
Papua Barat. Negara yang kemudian menjadi pemasok tunggal senjata untuk tentara
Indonesia adalah Uni Sovyet.
Uni Sovyet yang pada
masa itu terlibat diawal perang dingin dengan Amerika Serikat menyambut hal ini
dengan baik. Hal ini dikarenakan persaiangan ideologi ketika perang dingin
berlangsung sangatlkah kental dan pasokan senjata ke negara yang sedang
melakukan perang menjadi salah satu kunci untuk nantinya menancapkan pengaruh
terhadap negara tersebut.. Pada Bulan Januari 1960, Pemimpin tertinggi Uni
Sovyet pada masa itu yakni Nikita Khruschev berkunjung ke Jakarta dan
memberikan kredit sebesar 250 juta dolar AS kepada Indonesia dan setelahnya
pada bulan Januari 1961, Jenderal Nasution pergi ke Moskow dan berhasil
mendapatkan pinjaman sebesar 450 juta AS dalam bentuk persenjataan dari Uni
Sovyet.[7]
Perkembangan senjata Indonesia pada masa tersebut menjadi sangat masif. Hal ini
berupa kepemilkian Indonesia terhadap alat-alat sistem utama persenjataan
seperti kapal Perang, Pesawat tempur, Senjata Konvensional dan sebagainya.
Pada masa itu Indonesia
memiliki banyak persenjataan mutakhir pada zamanya, sebut saja pesawat-pesawat
pembom tercanggih zaman itu seperti MiG 15, MiG 17, MiG 19, dan tipe yang
paling canggih saat itu MiG 21, Pesawat Seperti Tupolev, Antonov dan beberapa
alutsista yang berasal dari Uni Sovyet, namun bukan berarti Indonesia pada masa
itu tidak mendapat pasokan dari Amerika Serikat sendiri. Amerika Serikat juga
memasuk beberapa alutsista seperti pesawat Hercules, tank atau panser buatan
Inggris (Saladin, Ferret, Saracen) dan Perancis (AMX-13/75), yang notabene
adalah blok Barat.[8] Dapat dilihat bahwa kebijakan Soekarno yang
cenderung ke Blok Timur kemudian menjadi anti Barat, namun hal tersebut hanya
pada tataran politis saja dan konfrontatif membawa dampak pada pengembangan
sistem persenjataan militer pada masa itu. Sikap ofensif Soekarno ini memang
kemudian dapat dilihat merujuk pada politik luar negeri yang bebas aktif,
dimana walaupun dunia tengah terbelah menjadi dua kubu dalam Perang Dingin,
Indonesia tetap menjalin kerjasama dengan dua belah blok, namun kecenderungan
kedekatan lebih ke Uni Sovyet. Dengan ini apa yang ddinginkan Soekarno yakni
penguatan sektor militer berupa suplai persenjtaan akan tetap terpenuhui, sebab
kedua belah blok juga bersaing dalam perluasan ideologi dan pengaruhnya dimana
pasokan persenjataan menjadi salah satu mekanisme terhadap visi tersebut.
Selain dari Konfrontasi yang
bertujuan untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda dan implikasinya
terhadap pengembangan persenjataan dari bantuan Uni Sovyet, serta beberapa
diantara suplai persenjataan juga dari Amerika Serikat adalah adanya kejadian
lain yang juga mempengaruhi pengunaan persenjataan yakni konfrontasi dengan
Malaysia di masa-masa akhir kepemimpinan Soekarno. Konfrontasi ini juga
mendorong pembangunan alat persenjataan di kalangan militer Indonesia, walaupun
nantinya hal ini tidak mendapatkan bantuan langsung seperti halnya yang didapat
ketika perang untuk merebut Papua Barat. Pengaruh Uni Sovyet pada pembangunan
sistem persenjataan di Indonesia kemudian menjadi hilang pada masa setelah
lengsernya Presiden Soekarno dan runtuhnya Orde Lama. Hal ini nantinya
dikarenakan peristiwa G30S/PKI yang sebelumnya terjadi di Jakarta yang
ditengari merupakan sebuah gerakan insurgency
PKI terhadap pemerintah. Setelah itu hal-hal yang berbau komunisme menjadi
sesuatu yang haram di Indonesia terlebih ketika rezim baru yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto tumbuh dan menjadi penguasa baru di perpolitikan Indonesia
yakni rezim Orde Baru.
- Kebijakan Penguatan Persenjataan pada masa kepemerintahan Presiden Soeharto.
Jalannya sistem pemerintah
Presiden Soeharto sangat berbeda dengan pendahulunya yakni Presiden Soekarno.
Letak dari perbedaannya yang kemudian menjadi esesnial adalah tendensi rezim
ini yang lebih ke arah Barat dan kontras dengan pemerintahan sebelumnya yang
cenderung kekiri-kirian. Presiden Soeharto dikenal sebagai pemimpin yang
bersahabatan dengan banyak negara-negara Barat, tidak terkecuali dengan Amerika
Serikat dan negara-negara lainnya, sehingga arah kebijakan di semua sektor di
Indonesia menjadi sangat kebarat-baratan. Selain itu pula keberhasilan Presiden
Soeharto dalam menumpas komunisme di Indonesia dan menekan pengaruhnya
menjadikannya sebagai orang yang dianggap sahabat barat. Hal ini pula yang
nantinya menjadikan kebijakan terhadap penguatan sistem persenjataan di
Indonesia yang condong ke arah negara-negara penghasil produk-produk
persenjataan militer seperti Amerika Serkiat dan Inggris.
Walaupun demikian, bukan
berarti arah kebijakan terhadap penguatan sektor militer di Indonesia menjadi
berubah. Hal ini menjadi lebih kompleks manakala Presiden Soeharto menempatkan
militer sebagai alat politik dan menopang sumber kekuatan dukungan terhadap rezimnya
lebih dari 30 tahun. Pengadopsian dwi fungsi ABRI yang dicetuskan Jenderal
Nasution menjadikan militer secara sistematis tidak lagi berfungsi sebagai alat
untuk membela kepentingan negara dan pertahanan saja, namun juga menjadi
struktur baru dalam perpolitikan di Indonesia.
Kembali lagi dalam kaitan
pengembangan persenjataan di kalangan militer pada zaman Orde Baru, hal yang
menjadi sangat mencolok adalah adanya ketimpangan dalam pengembangan
persenjataan diantara matra-matra TNI.
Salah satu yang menjadikan itu
nyata adalah Angkatan Darat menjadi anak emas dari rezim dan dalam pengembangan
persenjataan, matra ini mendapatkan alokasi yang lebih besar walaupun secara
total pengembangan kekuatan sistem persenjataan di rezim ini tidak terlalu
besar seperti zaman pendahulunya. Hal ini lantaran kebijakan pertahanan dan
ketahanan nasional rezim Orde Baru memang lebih ditujukan pada pertumbuhan
ekonomi, pembangunan kesejahteraan dan stabilitas pangan. Pembangunan Indonesia
dan pertumbuhan ekonomi menjadi agenda utama pemerintahan orde baru dibawah
Presiden Soeharto karena apa yang diwarisi rezim ini adalah kehancuran
perekonomian dari rezim sebelumnya. Indonesia pada masa setelah runtuhnya rezim
orde lama mengalami inflasi mecapai angka 600%, sehingga kemudian memaksa rezim
penggantinya untuk segera menyelsaikan permasalahan perekonomian tersebut..
Pada zaman ini memang terjadi
banyak reduksi dari pasokan persenjataan asal Uni Sovyet, dan juga tidak adanya
perhatian secara khsusu terhadap penmabhan alutsista, namun Indonesia tetap
mendapatkan berbagai pasokan senjata ringat seperti Seperti dari Singapura
misalnya, negeri tetangga yang identik dengan jasa keuangan dan bisnis itu,
ternyata juga memiliki industri persenjataan yang terbilang maju, nama
pabrikannya adalah Chartered Industries of Singapore (CIS).[9] Salah satu produknya adalah pelontar
granat otomatis CIS-40-AGL (kaliber 40 mm), yang sudah dipakai pada beberapa
satuan TNI, seperti Kopassus. Produk Singapura lain yang juga digunakan TNI AD
(Yon Armed), adalah meriam lapangan kaliber 155 mm FH-2000, sedangkan ntuk
persenjataan ringan lainnya, semua tipe terbaik dunia digunakan oleh TNI, meski
dalam jumlah terbatas dan biasanya untuk satuan-satuan khusus saja. Seperti
Steyr MPi (Austria), HK MP5 (Jerman), AR Galiel dan Uzi (Israel), FA MAS
(Perancis), FN Minimi (Belgia), dan Ultimax 100 (Singapura).[10] Hal ini dikarenakan pada masa itu telah
muncul beberapa negara-negara industri maju yang dapat memproduksi alat militer
seprti halnya Uni Sovyet maupun Amerika Serikat.
Hal ini berbeda ketika melihat
kondisi persenjataan yang dimiliki oleh Angkatan Laut dan Udara. Angkatan Laut
yang notabene menjadi sangat vital perannya dalam penjagaan teritorial
kedaulatan negara karena mayoritas dari wilayah Indonesia adalah meliputi
perairan ternyata dapat dinilai menjadi anak tiri dari rezim ini. Memang ada
upaya penguatan sistem persenjataan pada matra Angkatan Laut, namun proyek
terbesarnya adalah pembelian kapal-kapal yang hanya merupakan kapal bekas
Perang Dunia saja, salah satunya dari Jerman Timur berupa dua buah kapal selam.[11]
Hal ini jelas berbeda dengan apa yang didapat dari kesatuan Angkatan Darat yang
selalu mendapatkan persenjataan kontemporer seperti salah satu contohnya tank Scorpion
dari Inggris, Panser dari Jerman, walaupun dalam jumlah yang sedikit pula jika
dibanding zaman rezim sebelumnya.
Nasib dari Angkatan Udara
sendiri hampir sama dengan apa yang dialami kesatuan Angkatan laut. Terlebih
angkatan udara dulunya dipandang tidak netral ketika rezim orde lama berkuasa
dan cenderung pro terhadap PKI, yakni dengan memfasilitasi Pangakalan Militer
Halim sebagai pusat pelatihan Pemuda Rakyat, BTI, SOBSI dan Gerwani yang
merupakan underbow dari PKI itu sendiri. Setelah itu marjinalisasi
terhadap Angkatan Udara semakin terasa di rezim Orde Baru, pun begitu dengan
pengalokasian penguatan sistem persenjataan. Pada masa rezim Orde baru
berkuasa, proyek yang menonjol dari pengadaan persenjataan terhadap Angkatan
Udara hanya berupa pembelian F-16 dari Amerika Serikat.. Praktis kekuatan
tambahan pesawat tempur Indonesia hanya F-5 Tiger lalu disusul 1 skuadron F-16
block 15.[12] Setelah itu sampai rezim ini jatuh ketika
terjadi krisis ekonomi 1998, tidak ada lagi kebijakan yang dinilai besar dan
strategis dalam penguatan persenjataan di matra ini.
Hal yang kemudian dapat
dilihat dari fenomena terkait pengadaan persenjataan di rezim Orde Baru adalah
adanya tendensi, pemberian porsi lebih oleh Presiden Soeharto terhadap Angkatan
Darat baik dalam bidang politik, struktur tertinggi TNI (yang menjadi Pangab hanya
dari Angkatan Darat) dan penguatan persenjataan dan kesejahteraan personel. Hal
ini dikarenakan ada dua faktor yang kemungkinan besar menjadi dasar dari
kebijakan ini yakni,
1.)
Presiden
Soeharto dahulu merupakan seorang Jenderal dari kesatuan Angkatan Darat. Dalam
kesatuan ini Soeharto tampil sebagai satu kekuatan yang berhasil mencatatkan
dirinya sebagai seorang yang gemilang terlebih dalam penumpasan PKI.
2.)
Angkatan
Darat menjadi satu matra dari TNI yang kemudian berhasil mangantarkan Soeharto
menjadi Presiden RI, di satu sisi ketika peristiwa G30S/PKI, ada kecenderungan
yang melihat bahwa Angkatan Udara lebih cenderung memiliki kedekatan dengan
PKI, salah satu yang kemudian dicurigai dan sempat dihukum oleh rezim ini
adalah Marsekal Oemar Dhani.[13]
Dari hal-hal diatas, jika
dilihat memang terjadi transformasi arah kebijakan dari orde lama dan orde baru
terkait dari kebijakan terhadap penguatan sistem persenjataan terhadap kekuatan
militer Indonesia. Kebijakan yang ada pada masa Presiden Soeharto banyak dilandasi
oleh sikap antipatinya terhadap komunisme yang berujung pada banyaknya kerja
sama yang dilakukan dengan dunia barat sehingga pembaruan sistem pertahanan
selalu didapat dari barat. Walaupun demikian, Amerika Serikat sendiri kemudian
menerapkan embargo senjata dan suku cadang terhadap Indonesia ketika rezim ini
memasuki dekade terakhir berkuasanya.[14]
Hal ini banyak disebabkan oleh penilaian Amerika Serikat bahwa rezim ini
walaupun berhasil membangun Indonesia menjadi satu kekautan baru di Asia, namun
tingkat pelanggaran terhadap HAM sangatlah tinggi. Embargo Amerika Serikat ini
pula yang membuat melemahnya persenjataan militer Indonesia karena banyak dari
persenjataan Indonesia adalah berasal dari negara tersebut. Ketika embargo
dilancarkan, suku cadang yang sangat penting untuk persenjtaan tidak lagi dapat
didatngakan sehingga banyak dari alutsista yang rusak terbengkalai.
Selain itu pula, kebijakan
pengembangan industri militer di Indonesia juga dimulai pada zaman rezim ini
berkuasa. Beberapa contoh dari pengembangan industri militer adalah pembangunan
pusat-pusat industri seperti PINDAD, IPTN, DAHANA, PT PAL, LEN, dsb.[15]
Pusat-pusat industri militer ini juga kemudian menghasilkan produk-produk yang
dapat digunakan untuk penguatan sistem persenjataan militer di Indonesia
walaupun pada masa itu skalanya hanya digunakan untuk konsumsi dalam negeri dan
belum memproduksi alat-alat persenjataan yang canggih dan strategis. Beberapa
produk yang dihasilkan oleh industri-industri ini seperti peluru dari berbagai
kaliber, granat, roket, bom, dinamit, kapal-kapal skala kecil hingga sistem
informasi dan radar. Dengan dirintisnya pembangunan industri ini merupakan
salah satu langkah baik, dimana nantinya diharapkan Indonesia dapat mencapai
kemandiriannya dalam mempersenjatai militer negara.
Pembangunan
Sistem Keamanan Indonesia Pasca Reformasi
Pembangunan kekuatan pertahanan merupakan keharusan
karena kekuatan militer suatu negara menunjukkan kuatnya pertahanan negara. Kemajuan alutsista sangat berpengaruh
terhadap pertahanan negara di masa seperti sekarang ini, bahkan bisa
berpengaruh terhadap kedudukan negara dalam diplomasipolitik internasional.
Kekuatan pertahanan juga harus terus diperkuat mengingat Indonesia merupakan
negara kepulauan dan sangat luas berpotensi adanya ancaman keamanan nasional.
Sebagai negara berkembang,
Pemerintah Indonesia selalu berupaya agar pembangunan di segala lini terus
dilakukan, baik itu pembangunan ekonomi, pembangunan daerah tertinggal maupun
pembangunan kekuatan pertahanan. Indonesia juga merupakan negara yang bebas
aktif sehingga tidak menganut salah satu blok pertahanan. Amerika merupakan negara utama sebagai pemasok alusista ke
Indonesia, dan menjadikan Indonesia sangat tergantung dari negara tersebut. Dan
saat di mana terjadi embargo oleh Amerika Serikat dalam kurun waktu 1997-2005
menjadikan sistem pertahanan Indonesia lumpuh sementara waktu karena tidak
adanya embargo oleh AS terkait persediaan suku cadang dengan alasan
perlindungan terhadap HAM. Krisis
keuangan yang melanda kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia di dalamnya.
Serta tragedi kemanusiaan yang pada akhirnya berujung pada lengsernya Soeharto
dari kursi kekuasaan menjadi agenda penting dalam reformasi di tahun 1998.
Peristiwa ini menjadi titik penting dalam perubahan rezim di Indonesia
khususnya yang berkenaan dengan dualisme dalam militer. Dalam dekade tahun
tersebut, Indonesia kembali di sorot oleh dunia internasional terkait dengan
hal-hal yang berkenaan dengan hak asasi manusia.
Embargo
pembelian alutsista yang dilakukan oleh Amerika Serikat pada era tahun
tersebut, menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia untuk tidak hanya mengantungkan
pengadaan sistem keamanannya dengan satu negara dalam pengadaan alusista
pertahanan militer. Maka Kerjasama militer dalam bidang pengadaan berbagai
macam alusista dengan negara-negara selain Amerika Serikat merupakan langkah
tepat bagi Indonesia terkait pengalaman embargo yang dilakukan oleh Amerika
Serikat menjadikan Indonesia kesulitan dalam pemenuhan suku cadang alat-alat militer.
Maka di tahun
2003, Presiden Megawati Soekarno Putri mengadakan kerjasama mengadaan pesawat
Sukhoi Su-27 Flanker, Sukhoi Su-30MK, dan helikopter perang je nis MI-35 dengan
Rusia. Transaksi senilai US$ 193 juta itu dilakukan dengan cara imbal dagang berupa
komoditas pertanian. Sebagai langkah awal, Rusia meminta 12,5 persen atau US$
26 juta dari nilai imbal dibayar tunai. Sedangkan sisanya dilunasi dengan
komiditas crude palm oil dan karet
beserta produk turunannya. Pembayaran berupa komoditas ini diharapkan impas
dalam waktu 18 bulan[16].
Selain dengan
Rusia Pemerintah Indonesia juga melakukan kontrak kerjasama dengan beberapa
negara produsen persenjataan militer seperti adanya pembelian beberapa unit
pesawat latih KT-1 B Wong bee yang di dalamnya juga terdapat skema hibah
beberapa unit LVT 7 (landing Vehicle Tank) dari Korea Selatan untuk Marinir TNI
AL.[17]
Serta pembelian beberapa unit baterai peluncur roket RM 70 Grad dari Ceko, dan
pembelian beberapa Helicopter Colibri untuk TNI AU dan TNI AL, Rudal QW 3 dari
China dan beberapa kontrak pembelian lainnya.[18]
Penataan militer yang ada dewasa ini jauh lebih baik
dibandingkan pada masa orde baru. Dimana militer tidak lagi menjadi sebuah alat
politik dan tidak lagi didominasi oleh Angkatan Darat saja. Hal ini dapat
dilihat dari keseimbangan pembelanjaan anggaran baik untuk memenuhi kebutuhan
sistem keamanan di angkatan darat, udara, maupun laut. Dari angkatan Udara, hal
ini ditandai dengan pembelian 16 unit pesawat tempur T-50i Golden Eagle dengan
nilai 400 juta dollar dari Korea
Selatan, yaitu sebuah pesawat buatan kerjasama antara Amerika-Korea Selatan
dan dikembangkan oleh Korean Aerospace Industry dengan bantuan Lockheed
Martin.[19]
Selain pesawat dari Korea Selatan akan datang juga pesawat tempur F-16 yang
setara dengan Blok 52 buatan Amerika Serikat sebanyak 24 unit.[20]
Secara berurutan telah tiba di Indonesia sebagian besar dari sembilan unit
pesawat CN-295 yang merupakan hasil kerja sama produksi antara PT DI dengan Airbus
Military. Serta penambahan kekuatan sebanyak sembilan pesawat angkut berat
Hercules C-130H.[21]
Ancaman kejahatan yang kontemporer di mana aktor dari
kejahatan tersebut bukan lagi berupa
sebuah negara melainkan dapat berbentuk kelompok atuapun indovidan adanya
pengaburan akan batas wilayah serta munculnya kejahatan-kejahatan seperti cyber
crime, penyelundupan, senjata, perdagangan orang dan obat-obatan, serta ancaman
perbatasan, semakin menjadikan hal akan
pembangunan sistem keamanan pertahanan militer Indonesia di masa kontemporer
saat ini sangat penting. Melihat ancaman
yang ada di era kontemporer seperti saat ini, sunguh sangat tidak rasional jika
Pemerintah Indonesia yang masih bergantung pada APBN belanja militer. Hal ini
ditandai dengan adanya peningkatan anggaran belanja militer Indonesia dari
tahun ke tahunnya. Yaitu 2007 29,5 triliun, 2008 36,3 triliun, 2009 33,6
triliun, 2010 40,7 triliun, 2011 47,5 triliun, 2012 64,4 triliun, 2013 78,3
triliun.[22]
Di tahun 2011, Pemerintah Indonesia menyediakan dana
US$5 miliar atau sekitar Rp60 triliun untuk pengadaan Alat Utama Sistem
Persenjataan atau Alutsista terutama untuk meningkatkan keamanan di wilayah
perbatasan.[23]
Dan di tahun selanjutnya, yaitu tahun 2012 Pemerintah Indonesia kembali membeli
peluncur rekoet dari negara Brasil. Kesepakatan pembelian ini berisi nota
jual-beli alat utama sistem senjata bernilai antara US$400-800 juta (Rp 3,8
sampai 7,6 triliun.Peluncur roket dengan Sistem Roket Saturasi Artileri
(Artillery Saturation Rocket Systemmerupakan buatan Avibras yang paling
canggih, sementara yang akan dikirim ke Indonesia adalah jenis Astros II.[24]
Selain pembelian, militer Indonesia juga terus melakukan revitalisasi
persenjataan dengan melakukan eremajaan pesawat-pesawat latih TNI AU telah
dilakukan dengan mengganti pesawat latih T-34 C, dan AS-202 Bravo yang sudah
berusia sekitar 30 tahun dengan pesawat latih generasi baru yaitu Grob G-120 TP
buatan Jerman sebanyak 18 unit yang direncananya akan menjadi 24 unit.[25]
Untuk
mengatasi ancaman yang terdapat di perbatasan Pemerintah Indonesia memperkuat
dengan pengadaan PSU (Penangkis Serangan Udara) sebanyak tiga batere/6 firing
unit buatan Rainmetall Air Defence Switserland untuk satuan-satuan di
Korps Paskhas TNI AU tujuh unit radar canggih yang telah dan akan dipasang di
beberapa lokasi antara lain Merauke, Saumlaki, Timika dan Morotai.[26]
Pengadaan
kekuatan keamanan Indonesia juga masih dipengaruhi hal-hal yang terkait dengan
kondisi lingkungan geografis dan politik. Sebagaimana Indonesia memiliki
sejarah Indonesia yang penuh dengan peperangan. Untuk mengembangkan kekuatan
militernya Indonesia tidak hanya harus melihat dalam segi kekuatan ekonomi
dalam negeri tapi juga pada kondisi perkembangan lingkungan kawasan. Selain
itu, untuk pengadaan alutsista Pemerintah Indonesia jgua harus memperhatikan
konstelasi politik terkait aliansi-aliansi militer negara-negara di kawasan
Asia Tenggara. Seperti yang kita ketahui, bahwa negara induk dari Malaysia
adalah Inggris dan aliansi dari militer Singapura dan Australia adalah Amerika
Serikat. Perkembangan politik global saat ini juga menjadi perhitungan
pemerintah Indonesia dalam pengadaan alutsista. Hal ini dikarenakan dalam
pengadaan alutsista bukan hanya harus memperhatikan faktor-faktor internal
namun juga memperhatikan faktor eksternal kawasan. Namun demikian, pengadaan
peralatan keamanan seperti persenjataan militer Indonesia masih jauh dari kata
ideal. Pengadaan tersebut masih berorientasi pada anggaran militer yang
diberikan pada APBN, bukan memfokuskan pada apa yang dibutuhkan oleh militer
saat ini. Berbeda dengan kekuatan militer yang dimiliki oleh negara-negara
tetangga Indoensia seprti Singapura, Malaysia, dan Australia
Australia sebagai negara yang berbatasan
langsung dengan Indonesia juga harus menghabiskan banyak anggaran negaranya
untuk keberlangsungan masa depannya dalam memenuhi kebutuhan strategisnya. Hal
ini terkait memburuknya lingkungan keamanan negara tersebut. Seperti ancaman
yang datang di kawasan Laut China Selatan ataupun adanya ancaman dari
imigran-imigran gelap yang menuju Negara tersebut untuk mencari suaka.[27] Di tahun 2014 ini dibawah
dibawah pemerintahan Perdana menteri Tony Abbott Australia mengalokasikan
sebesar $ 122.700.000.000 untuk pengeluaran belanja militer hingga Juni 2018.
Jumlah tersebut, jauh lebih besar $ 9.600.000.000 dari pemerintahan sebelumnya.
Seperti yang juga disampaikan oleh Menteri Pertahanan Australia David Johnston
dimana Pemerintah akan mengeluarkan sekitar $1,5 milyar untuk membiayai
pembelian persenjataan.[28]
Pada sumber lain juga dikatakan,
bahwa Pemerintah Australia akan meningkatkan anggaran militernya sampai dengan
2 persen dari PDB negara tersebut hingga sepuluh tahun kedepan. Diamana
anggaran belanja pertahanan untuk tahun 2014-2015 akan naik dari 2,3 miliar AUD
menjadi 29,3 miliar AUD atau naik sebesar 6,1% .[29]
Selain Australia, Singapura merupakan negara terkecil di kawasan Asia
Tenggara yang dikelilingi oleh negara-negara besar dengan tingkat ekonomi di bawahnya.
Jumlah penduduk negara tersebut hanya sekitar 5,3 juta jiwa, amun antara tahun
2008 hingga 2012 menurut Stockholm International Peace
Research Institute. Singapura
merupakan negara importir senjata terbesar kelima di dunia. Setelah adanya
perpecahan antara Singapura dan Malaysia di tahun 1965, Singapura telah
menempatkan kekuatan militer menjadi sebuah hal yang utama.[30] Kekuatan militer Singapura patut diperhitungkan karena meskipun tidak memiliki
kekuatan personel yang sedikit dalam bidang militer, namun Singapura memiliki peralatan yang
canggih seprti adanya Republic of Singapore Navy (RSN) yang
memiliki pesawat-pesawat lebih canggih dari yang dimiliki Indonesia seperti
radar Raytheon
APG-63 (V) 3 AESA dan pesawat F-35 Joint
Strike Fighter (JSF). [31] Terkait
rencana Singapura untuk menciptakan pertahanan negara yang stabil di tahun 2014
ini. Singapura akan terus melakukan peningkatan anggaran belanja pertahanannya.
Dimana hal ini dilakukan sebagai upaya Singapura untuk menjaga kepentingan
strategisnya dari waktu ke waktu. Singapura terus berusaha untuk membangun
sistem keamanan jarak menengah, dimana anggaran yang dikeluarkan negara
tersebut tidak hanya digunakan untuk membeli peralatan senajta namun juga
digunakan untuk melatih personel militernya. Ditahun 2004 anggaran pertahanan
negara tersebut adalh $8.600.000.000 sedangkan di tahun 2013 meningkat menjadi
$12.200.000.000.[32] Ketakutan
terbesar bagi sebuah negara kecil seperti Singapura terletak pada dua hal. Yaitu paksaan oleh
kekuatan yang lebih besar dan ketidakpastian strategis yang muncul dari konflik
antara kekuatan-kekuatan besar yang
ada disekitar negara tersebut. Maka alasan dari peningkatan belanja pertahanan
negara Singapura dapat dilihat melalui konteks tersebut.
Dan yang terakhir adalah anggaran belanja Malaysia. Seperti yang kita
ketahui, Selain berbatasan langsung dengan Indonesia. Malaysia juga memiliki
pengalaman sejarah yang buruk dengan Indonesia terkait dengan peristiwa yang
kita kenal dengan Ganyang Malaysia. Maka dari halo tersebut, tidak heran jika
negara-negara yang juga berbatsan langsung dengan Indoensia memiliki jumlah
anggaran pertahanan yang besar. Menurut survei pertahanan analitis Global Firepower (GFP) 2014, Malaysia diklaim memiliki kekuatan militer yang lebih besar dari Singapura, Norwegia, Uni Emirat Arab
(UEA), Denmark dan Afrika Selatan.[33]Hal ini tentu menjadi pertimbangan
bagi Pemerintah Indonesia untuk terus meningkatkan sistem pertahanan yang ada
di seluruh wilayah nusantara. Pada
tahun 2013, anggaran pertahanan tahunan Malaysia hampir sebesar $ 5 miliar. Sementara Indonesia, sebagai negara dengan
perekonomian terbesar di Asia Tenggara, meluncurkan anggaran pertahanan tahunan
sekitar $ 7.900.000.000.[34] Untuk tahun
2014, Kementerian Pertahanan Malaysia mendapat anggaran sebesar
RM16.1 miliar - RM13.355 miliar sebagai belanja operasi
(OE) dan RM2.745 miliar untuk biaya pengembangan (DE) Angka ini menunjukkan, RM849 juta lebih
tinggi dibandingkan anggaran tahun 2013 yang hanya sebesar RM15.251.[35]
Secara
khusus, pengeluaran militer di Asia Tenggara naik 5,0 persen, disebabkan oleh kenaikan anggaran di Indonesia,
Filipina dan Vietnam, yang mana pada dua tahun terakhir mengalami
peningkatan yang signifikan yang disebabkan oleh
ketegangan dengan China atas sengketa teritorial di Laut Cina Selatan.
Berdasarkan data yang diperoleh di
tahun 2012, belanja militer Singapura adalah $ 9.7b
(3,6% dari PDB); Indonesia sebesar $ 6.9 (0,7%); Malaysia sebesar $ 4.7 (1,5%); Vietnam sebesar $ 3.4 (2,4%); dan Filipina sebesar $ 3.0 (1,2%).[36]
Perkembangan
Industri Senjata di Indonesia dan Peraturan Pemerintah Mengenai Industri
Senjata
Sejarah Industri Senjata di Indonesia
Industri
strategis Indonesia telah berkembang sejak masa pemerintahan kolonial Belanda.
Pada waktu itu ada beberapa industri strategis milik Pememrintah Kolonial
Belanda yang bertugas memasok kebutuhan senjata mereka, diantaranya NV de Broom (1865), NV de Vulcaan (1913), NV de Industrie (1887), NV
Braat (1901), dan NV Molenvliet (1920).[37]
Kemudian setelah kemerdekaan, sebagaian besar perusahaan tersebut
dinasionalisasi menjadi perusahaan nasional oleh pemerintah Indonesia. Pada
tahun 1960-an, pemerintah menggalakkan pengembangan industri dan manufaktur, di
mana kemudian perusahaan-perusahaan nasional tersebut berkembang menjadi BBI
(Boma Bisma Indra) (1971), Barata Indonesia (1971), Krakatau Steel (1971), Inti
(1974), PAL Indonesia (1980), Pindad (1983), LEN Industri (1992), Dahana
(1973), dan sebagainya.[38]
Pada
tahun 1989 dengan Keputusan Presiden No. 59 tahun 1989 maka dibentuk Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang
ditugaskan untuk membina, mengelola dan mengembangkan sepuluh Industri
Strategis, yaitu PT Dirgantara Indonesia (industri pesawat terbang nasional);
PT PAL Indonesia (pabrik kapal indonesia); PT PINDAD (industri
senjata/pertahanan); PT Dahana (industri bahan peledak); PT Krakatau Steel
(industri baja); PT Barata Indonesia (industri alat berat); PT Boma Bisma Indra
(industri permesinan/diesel); PT Industri Kereta Api (industri kereta api); PT
Industri Telekomunikasi Indonesia (industry telekomunikasi); PT LEN Industri
(industri elektronika dan komponen). Pembentukan LPND-BPIS ini merupakan
kelanjutan dari dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1989 tentang
Pembentukan Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS) yang merupakan lembaga
pembina BPIS.
Pada
tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya PP No 35 Tahun 1998, maka diterbitkan
Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Dewan Pembinan Industri
Strategis (DPIS) pada tanggal 17 Mei 1999 yang mebubarkan BPIS. Sejak
dikembalikannya pembinaan BUMN Industri Strategis dari BPIS ke Kementrian
Negara BUMN pada tahun 2002, maka pembinaanya menjadi wewenang Deputi
Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi (PISAT) dan Menteri
Negara BUMN.
Kebijakan Pemerintah
Pembukaan
UUD 1945 telah menyatakan tujuan nasional adalah: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial”. Dengan demikian, segala potensi bangsa dan negara
diarahkan demi mewujudkan tujuan tersebut. Pembangunan dan potensi pertahanan
dan keamanan merupakan salah satu pilar terdepan demi mengamankan kepentingan
dan tujuan nasional. Sistem dan peralatan pertahanan dan keamanan yang kuat
merupakan modal penting bagi keutuhan suatu negara. Dengan sistem dan peralatan
pertahanan yang kuat dan memadai, sebuah negara dapat mengatasi ancaman yang
datang dari luar dan dalam negeri. Keberadaan sistem dan peralatan pertahanan
dan keamanan suatu negara tidak terlepas dari keberadaan industri pertahanan
dan keamanan negara tersebut. Begitu juga dengan Indonesia, kemampuan dan
kekuatan pertahanan dan keamanannya bergantung pada industri nasional.
Maka dari
itu, sebagai bentuk perwujudan dari tujuan negara yang dituangkan dalam
pembukaan UUD 1945, maka dibentuklah UU no.16 tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan pada 5 Oktober 2012. Pengesahan UU ini selain menjadi tonggak
bangkitnya industri pertahanan dalam negeri Republik Indonesia, juga akan
menjadi satu payung hukum yang akan menjadikan Indonesia menjadi lebih mandiri,
unggul, dan berdaya saing lebih tinggi, di bidang industri pertahanan
Indonesia, terutama dalam kesiapan produksi alat utama sistem persenjataan
(Alutsista) menjadi lebih bermutu. Secara umum yang disebut Alutsista itu
sebenarnya adalah Peralatan Combat, sedangkan yang dimaksud Non Combat itu
adalah pendukung alutsista. Jadi yang termasuk combat (alat perang) di
antaranya seperti senjata, kapal perang, tank dan persenjataan; sedang yang
termasuk non combat seperti kapal tanker, baju, parasit, ransel, makanan
(ransum), dan peralatan komunikasi.[39]
Dalam UU
tersebut diatur beberapa pasal seperti dalam hal pembiayaan. Selain itu, ada
juga pasal yang mengatur mengenai lokasi produksi yang disesuaikan dengan
kemampuan produksi dari BUMN seperti produksi persenjataan untuk memenuhi kebutuhan
TNI AU diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan sarana
dan persenjataan TNI Angkatan Laut diproduksi di PT PAL, sementara sarana
kebutuhan TNI AD diproduksi di PT PINDAD.
Undang
Industri Pertahanan diyakini mampu mendorong akselerasi pertumbuhan industri
perkapalan nasional ke depan. Pasalnya, UU itu memberi angin segar bagi
pemberdayaan industri padat modal, padat karya dan padat teknologi ini.
Terutama untuk memenuhi berbagai permintaan pengadaan kapal perang sebagai alat
utama sistem senjata (alutsista) Kementerian Pertahanan dan Polri. Apalagi,
Pasal 43 Ayat 1 mengamanatkan, kewajiban memakai produk dalam negeri. Jika
harus impor pun pada pasal 43 ayat 5 diberikan syarat – karena belum diproduksi oleh dalam negeri –
maka harus memenuhi syarat harus Government to Government (G to G).
Melibatkan industri pertahanan dalam negeri, transfer teknologi, yang dalam
jangka panjang dijalin joint production dengan melibatkan industri
pertahanan dalam negeri.
Kemandirian Sektor pertahanan
Embargo senjata yang dilakukan Amerika Serikat kepada
Indonesia pada tahun 1999-2005 karena kasus pelanggaran HAM di Timor-Timur
ternyata sekarang berbuah manis dengan berkembangnya industri senjata di dalam
negeri. Selain embargo suku cadang dan persenjataan lainnya, AS juga melarang
pendidikan dan pelatihan kepada Indonesia. Pada waktu itu petinggi militer
Indonesia kalang kabut mencari alternatif lain untuk merawat dan memperbaiki
alutsista yang sudah terlanjur bergantung pada AS. Situasi tersebut membuat
Indonesia menentukan beberapa pilihan yaitu antara mencari negara eksportir
persenjataan lain atau berinovasi dengan membangun sendiri industri
persenjataan dalam negeri.
Beberapa
industri persenjataan dalam negeri pun sudah mulai bergerak dan melihat
kesempatan ini sebagai kesempatan untuk unjuk kebolehan. Selain perusahaan BUMS
seperti PT Famatex,
PT Lundin Industry Invest, PT Saba Wijaya Persada, PT Sari Bahari, PT Palindo
Marine, PT Indo Guardika Cipta Kreasi, PT Infoglobal Teknologi Semesta, PT
Garda Persada, dan PT Persada Aman Sentosa serta PT Daya Radar Utama[40], BUMN juga
melakukan terobosan dalam persenjataan untuk membantu TNI dalam memproduksi
produk industri pertahanan yakni:[41]
·
PT PAL sebagai instansi
penjuru terutama dalam rekayasa kapal perang
·
PT Dirgantara Indonesia
mendukung pembuatan roket/rudal, helikopter, dan fix wing aircraft
·
PT PINDAD memenuhi
kebutuhan senjata, meriam, amunisi, dan panser
·
PT Dahana mengembangkan
Amonium Nitrat dan Propelan untuk bahan peledak
·
PT Krakatau Steel
menyiapkan plat baja sesuai spesifikasi yang dibutuhkan untuk produksi
Alutsista platform kendaraan tempur
·
PT LEN dan PT INTI
mengembangkan fasilitas Alkomsus, Siskomsat dan radar.
Salah satu BUMN yang cukup berhasil memasok persenjataan
dalam negeri adalah PT PINDAD. PT PINDAD berinovasi dalam menyiapkan
persenjatan seperti senapan serbu ss, panser angkut, panser serbu, helm perang,
rompi anti peluru, pistol, dan berbagai alat dan pendukun untuk persenjataan
dalam mendukung keamanan dan pertahanan Indonesia. Kini setelah embargo
berakhir tahun 2005, PT PINDAD telah menjadi pemasok utama dalam persenjataan
Indonesia yang membuat TNI mengurangi ketergantungan terhadap produk
persenjataan luar negeri. TNI sudah siap untuk mandiri atau paling tidak sekarang
sudah tidak menggantungkan alat persenjataan kepada satu negara. Selain
untuk memenuhi kebutuhan persenjataan dalam negeri, produk-produk persenjataan
dari BUMN ataupun perusahaan swasta Indonesia sekarang juga sudah mulai
memasuki pasar luar negeri yang menunjukkan perkembangan yang cukup besar dari
industri ini. Perkembangan industri persenjataan Indonesia dapat dilihat dengan
banyaknya negara-negara mengimpor persenjataan dari Indonesia yang bisa dilihat
dari table di bawah:
Tabel 1. Ekspor Industri Senjata Indonesia
No
|
Perusahaan
|
Barang
|
Negara Pengimpor
|
1
|
PT.PINDAD
|
amunisi
kaliber kecil 5,56 mm
|
Amerika
Serikat, Nigeria, Singapura, Thailand, Laos, Filipina
|
2
|
PT. Sari Bahari
|
Kepala roket 'Smoke Warhead'
|
Chile
|
3
|
PT Dirgantara Indonesia
|
Pesawat CN
235-MPA
|
Korea Selatan
|
4
|
PT Dirgantara Indonesia
|
pesawat CN 235
jenis pesawat angkut militer VIP
|
Sinegal
|
5
|
PT PAL
|
kapal perang
jenis patroli cepat (Fast Patrol Boat)
|
Timor Leste
|
6
|
PT PINDAD
|
Panser Anoa
|
Oman &
Malaysia
|
7
|
PT PINDAD
|
Senapan serbu SS-2
|
Zimbabwe, Mozambik, Nigeria,Thailand dan Singapura
|
Sumber: diolah penulis dari Merdeka, 6
Senjata Buatan Indonesia yang Dibeli Militer Asing, diakses di http://www.merdeka.com/peristiwa/6-senjata-buatan-indonesia-yang-dibeli-militer-asing.html dan Merdeka, Ekspor Amunisi senjata Pindad
sampai ke negeri Adidaya Amerika, diakses di http://www.merdeka.com/uang/ekspor-amunisi-senjata-pindad-sampai-ke-negeri-adidaya-amerika.html
Kepercayaan
negara-negara pengimpor senjata dari Indonesia itu bukanlah tidak beralasan.
Senjata-senjata dari industri dalam negeri industri dalam negeri terbukti
sering memenangi kontes seperti ARM ASEAN dengan memakai laras panjang SS-2 PT
PINDAD, BISAM ASEAN plus Brunei[42]. Selain itu senapan serbu 2
(SS-2) PT PINDAD juga telah menjadi juara umum pada Australian Army Skill at
Arms Meeting (AASAM) tahun 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013.[43] Kenyataan tersebut
membuktikan bahwa negara kita masih dapat berjaya di dunia internasional, dengan
hasil-hasil produk alutsista buatannya. Selain itu Indonesia dipastikan menjadi
negara pertama di Asean yang memproduksi kapal selam dan sekarang sedang
mempersiapkan pembuatan pesawat tempur bersama Korea Selatan.[44] Melihat capaian di atas
tentu saja bukan isapan jempol semata untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara
pertama di ASEAN yang mandiri dan pengekspor alutsista.
Kesimpulan
Pengadaaan sistem keamanan dan
persenjataan TNI masih kondisional, dimana pada saat masa pemerintahan orde
lama dibawah kepemimpinan Soekarno, alat-alat persenjataan yang dimiliki oleh
TNI merupakan hasil dari pada rampasan perang dan bantuan hibah luar negeri
seperti Rusia dan Amerika Serikat. Seperti halnya pada saat terjadi konfrontasi
mengenai masalah Irian Barat, Indonesia dapat memainkan perannya dan mendapat
bantuan berupa persenjataan baik dari Rusia maupun Amerika Serikat. Sehingga
menjadikan Indonesia pada saat itu, satu-satunya negara yang memiliki sistem
pertahanan tercangih dan terkuat di Asia Tenggara. Pada masa awal perang
dingin, kepemilikan persenjataan menjadi salah satu mekasnisme dalam memberikan
pengaruh di dunia internasional. Kebijakan ovensif Soekarno yan glebih
dipengaruhi pada penyatuan wilayah dan menjaga kedaulatan NKRI, menjadikan
kepemilikan persenjataan bagi Indonesia saat itu, menjadi amat sangat penting.
Berbeda saat masa pemerintahan
Indonesia dibawah kepemimpinan Soeharto yang lebih cenderung terfokus pada
pembangunan infrastruktur dan ekonomi. Fungsi militer bukan hanya sebagai alat
pertahanan negara melainkan juga memainkan peran penting sebagai alat legtimasi
kekuasaan politik.Dan juga, patron Indonesia dalam kerjasmaa militer berubah
menjadi lebih condong ke Barat. Pada masa reformasi, ancaman keamanan tidak
lagi datang dari hal-hal yang sifatnya kejahatan tradisional. Ancaman menjadi
amat kompleks, berbagai macam bentuk kejahatan bari lebih sering terjadi yang
belum pernah kita lihat sebelumnya.
Untuk menganggapi dan menanggulangi
kejahatan-kejahatan yang sifatnya kontemporer, Pemerintah Indonesia selalu
berusaha untuk meningkatkan anggaran belanja militernya. Berbagai macam
pengembangan dan produksi alat persenjataan dilakukan oleh Peerintah Indonesia.
Produksi ini bukan hanya sebagai sarana pembangunan militer namun juga untuk
menopang kekuatan militer itu sendiri.Pembangunan militer yang ada saat ini
masih berorientasi pada jumlah anggaran yang ada, bukan kepada kebutuhan
militer di lapangan. Pada era kontemporer saat ini, potensi ancaman domestik
relatif sama seperti masa sebelumnya. Yaitu adanya konflik yang sifatnya
horizontal. Namun untuk ancaman yang sifatnya eksternal, ancaman tidak lagi
seperti pada masa sebelumnya, dimana pengaruh dari kebijakan luar negeri selalu
dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa.
DAFTAR PUTAKA
Buku:
-
Adams, K.R. Attack and Conquer? International Anarchy and the Offense, Defense,
Deterrence Balance, International Security, Winter 2003/2004, vol.28.no.3
-
Buzan, Barry, An Introduction to Strategic Studies: Military, Technology, and
International Relations. MacMillan Press, London, 1987.
-
Friedman, George &
Meredith,
The Future of war, Technology, &
American World Dominance in the 21st Century, Crown Publishers
Inc. New York, 1996.
-
Huntington, Samuel, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order, Simon &
Schuster, New York, 1996.
-
Luttwak, Edward.N, Strategy, the Logic of War and Peace, Harvard
College, 1987.
-
Muhaimin, Yahya A, Bambu Runcing dan Mesiu; Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan
Indonesia, Tiara Wacana, Jakarta, 2008.
-
Rabasa, Angel. John
Haseman. The Military and Democracy in
Indonesia: Challenges, Politics, and Power. RAND, Santa Monica. Pittsburgh.
2002.
-
Ricklefs. M.C. A History of Modern Indonesia, Monash University, MacMillan
Education Ltd. London 1981
-
Suryohadiprojo,
Sayidimin. Letnan Jenderal (Purn),. Si Vis Pacem Para Bellum: Membangun Pertahanan Negara Yang Modern Dan Efektif.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
-
Screer, Benjamin. Moving Beyond Ambitions? Indonesia Military Modernisation.
Australian Strategic Policy Institute. November 2013. chapter 3.
-
Stiglitz, Joseph E. Globalisation and its Discontents, W.W. Norton & Co., New York,
2002.
Website:
Modernisasi Alutsista TNI dengan Produk Dalam Negeri, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=37946, diakses
07 Juni 2014.
Rekayasa Militer, http://jakartagreater.com/presiden-dengan-nama-depan-s/,
diakses 07 Juni 2014.
Sejarah Konferensi Meja Bundar
(KMB), http://indonesiaindonesia.com/f/101663-sejarah-konferensi-meja-bundar-kmb/,
diakses 07 Juni 2014,
Dalam, “Megawati Menandatangani Imbal Beli
Sukhoi” . Diakses melalui http://news.liputan6.com/read/53399/megawati-menandatangani-imbal-beli-sukhoi#sthash.JSSfD5eN.dpuf.
Pada tanggal 7 Juni 2014.
Dalam, “Pesawat Latih TNI AU Bertambah”. Diakses
melalui http://www.antaranews.com/berita/344655/pesawat-latih-tni-au-bertambah. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Dalam, “Sukses,
Uji Tembak Rudal QW-3”. Diakses melalui http://www.pelita.or.id/baca.php?id=95298. Pada tanggal 7
Juni 2014.
Dalam, “16 Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle
Diserahkan Kepada TNI AU”. Diakses melalui http://news.bisnis.com/read/20140213/15/203003/16-pesawat-tempur-t-50i-golden-eagle-diserahkan-kepada-tni-au. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Dalam, “Skadron Udara baru F-16 blok 25 di Pekanbaru
operasional Juni”. Diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/421130/skadron-udara-baru-f-16-blok-25-di-pekanbaru-operasional-juni. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Dalam, “PT DI Serahkan 3 CN 295 dan 6 Bell 412 EP
kepada Kemenhan”. Diakses melalui http://m.bisnis.com/quick-news/read/20131217/78/192928/pt-di-serahkan-3-cn-295-dan-6-bell-412-ep-kepada-kemenhan. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Kementrian
Pertahanan Indonesia.
Dalam, “Singapore’s Defence Stance”. Diakses melalui http://www.asianmilitaryreview.com/regional-singapores-defence-stance/.
Pada tanggal 7 Juni 2014.
Dalam, “Malaysia ranks 38th in military strength, 6 past Singapore: Survey”.
Diakses melalui http://news.asiaone.com/news/malaysia/malaysia-ranks-38th-military-strength-6-past-singapore-survey.
Pada tanggal 7 Juni 2014.
Achmad Dirwan, Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum tentang
Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Badan Pembinaan Hukum NAsional, 2011
Kina, Bangkitnya Industri Pertahanan Lokal, edisi 2-2012
SindoNEWS, Hebat! Industri Pertahanan RI Pamer Kecanggihan di Malaysia,
diakses di http://international.sindonews.com/read/2014/04/14/40/853760/hebat-15-industri-pertahanan-ri-pamer-kecanggihan-di-malaysia. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Tribun News, Senjata Pindad Juara
Kontes Senjata Dunia diakses di http://www.tribunnews.com/regional/2014/06/06/senjata-pindad-juara-kontes-senjata-dunia. Diakses pada tanggal 7 Juni 2014.
KOREM 052 Wijayakarma, 5 Prestasi
Lomba Tembak TNI AD di AASAM memakai Senapan Pindad, Diakses melalui http://www.korem052.mil.id/index.php/web/wawasan/detail/21/5-Prestasi-lomba-tembak-TNI-AD-di-AASAM-memakai-senapan-Pindad. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Investor Daily Indonesia,
Bangkitkan Industri Pertahanan, diakses di http://www.investor.co.id/home/bangkitkan-industri-pertahanan/72237. Pada tanggal 7 Juni 2014.
McGrath,
Catherine. Dalam “Australia urged to up defence spending to meet
threat from rising power China”
Updated Wed 11 Jun 2014, 3:15pm AEST. Diakses melalui http://www.abc.net.au/news/2014-05-30/call-for-review-of-australian-defence-spending/5487968. Pada tanggal 14 Juni 2014.
Oleh
Scott, Jason. Dalam “Australia Pledges to Lift Defense Spending
From 7-Decade Low” May 13, 2014.
Diakses melalui http://www.bloomberg.com/news/2014-05-13/australia-pledges-to-lift-defense-spending-from-7-decade-low.html. Pada tanggal 14 Juni 2014.
Oleh
Keck, Zachary. Dalam “Australia
Boosts Defense Spending 6.1%”. Newly released budget
documents show sizable increases in Australia’s defense spending in the coming
years. 16 Mei 2014. Diakses melalui http://thediplomat.com/2014/05/australia-boosts-defense-spending-6-1/. Pada 14 Juni 2014.
Ranasinghe, Dhara. Dalam “Singapore, the tiny state with military clout”. Sunday, 9 Feb 2014 | 6:43 PM ETCNBC.com Diakses melalui http://www.cnbc.com/id/101393982. Pada tanggal 14 Juni 2014.
Dalam, “Singapore’s Defence Stance”. Diakses
melalui http://www.asianmilitaryreview.com/regional-singapores-defence-stance/. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Chow, Ermyn. Dalam “Singapore Budget
2014: Steady defence spending will continue”. Diakses melalui http://news.asiaone.com/news/singapore/singapore-budget-2014-steady-defence-spending-will-continue. Pada tanggal 14 Juni 2014.
Dalam, “Malaysia ranks 38th in military strength, 6 past Singapore: Survey”. Diakses melalui http://news.asiaone.com/news/malaysia/malaysia-ranks-38th-military-strength-6-past-singapore-survey. Pada tanggal 7 Juni 2014.
Dalam “Military expenditure Military expenditure (current LCU)”. Diakses melalui http://www.indexmundi.com/facts/malaysia/military-expenditure. Pada tanggal 14 Juni 2014.
Dalam
“Involve civil society in military budget”. April 14, 2014 Diakses melalui http://www.freemalaysiatoday.com/category/opinion/2014/04/14/involve-civil-society-in-military-budget/. Pada tanggal 14 Juni 2014.
Spree, Shopping. Dalam “Military spending in South-East Asia, nCountries are buying lots of weapons, but does it count as an arms race?” Mar 24th 2012 | JAKARTA AND SINGAPORE. Diakses melalui |http://www.economist.com/node/21551056. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[1] Barry Buzan, An Introduction
to Strategic Studies: Military, Technology, and International Relations.
MacMillan Press, London, 1987, p.136.
[2] K.R.Adams, Attack and Conquer?
International Anarchy and the Offense, Defense, Deterrence Balance,
International Security, Winter 2003/2004, vol.28.no.3.p.53.
[3] Yahya.A.Muhaimin, Bambu
Runcing dan Mesiu; Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia, Tiara
Wacana, Jakarta, 2008. p.75.
[4] Letjen. TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo. Si Vis Pacem
Para Bellum: Membangun Pertahanan Negara Yang Modern Dan Efektif. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2005. p.11-12.
[5] Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu sehari
setelah kota Nagasaki dibom Atom oleh Amerika Serikat. Implikasinya adalah kalangan pemuda di Indonesia
menculik Soekarno untuk mendesak proklamasi kemedekaan yang dikenal sebagai
peristiwa Rengasdenglok 16 Agustus 1945.
[6] Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB), http://indonesiaindonesia.com/f/101663-sejarah-konferensi-meja-bundar-kmb/, diakses 07 Juni 2014.
[7] M.C. Ricklefs. A History of Modern Indonesia, Monash
University, MacMillan Education Ltd. London 1981. p 407.
[8] Modernisasi Alutsista TNI dengan Produk
Dalam Negeri, http://www.pelita.or.id/baca.php?id=37946, diakses 07 Juni 2014.
[9] Chartered Industries of Singapore, merupakan satu
badan usaha mili Singapura yang memproduksi banyak alat-alat teknis, aviasi
hingga militer. Perusahaan ini berafiliasi dengan ST. Kinetics.
[11] Rekayasa Militer, http://jakartagreater.com/presiden-dengan-nama-depan-s/, diakses 07 Juni 2014.
[13] Oemar Dhani merupakan pimpinan tertinggi
AU pada masa G30S/PKI atau zaman orde lama dan menjabat sebagai Menpangau. Dia
akhirnya mendapatkan grasi pembebasan secara penuh pada tanggal 15 Agustus 1995, Bersama
Waperdam Dr. Soebandrio dan Soegeng Soetarto.
[14] Embargo senjata dari Amerika Serikat
terhadap Indonesia sendiri berakhir pada masa Pemerintahan Presiden Obama di AS
tepatnya pada tahun 2005.
[15] Merupakan nama2 BUMN yang ditujukan untuk
memproduksi komoditas-komoditas yang berkiatan dengan suplai persenjtataan,
namun dalam perkembangannya dewasa ini, produksi kemduain telah bergeser ke
komoditi lainnya untuk memenuhi pendapatan dikarenakan permintaan atas barang
dari kalangan militer relatif terbatas. BUMN2 ini dibawah kontrol dari masing2 kesatuan
dalam Tubuh TNI dan dengan Kementerian Pertahanan serta Kementerian BUMN.
[16]Dalam, “Megawati
Menandatangani Imbal Beli Sukhoi”. 23 April 2003 Diakses melalui http://news.liputan6.com/read/53399/megawati-menandatangani-imbal-beli-sukhoi#sthash.JSSfD5eN.dpuf. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[17] Dalam,
“Pesawat Latih TNI AU Bertambah”. 21 Nov 2012. Diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/344655/pesawat-latih-tni-au-bertambah. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[18] Dalam, “Sukses, Uji Tembak Rudal QW-3”. 25 Oktober 2007. Diakses melalui http://www.pelita.or.id/baca.php?id=95298. Pada tanggal 7
Juni 2014.
[19] Dalam, “16 Pesawat Tempur T-50i Golden Eagle Diserahkan Kepada TNI AU”. 13 Februari 2014. Diakses melalui http://news.bisnis.com/read/20140213/15/203003/16-pesawat-tempur-t-50i-golden-eagle-diserahkan-kepada-tni-au. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[20] Dalam, “Skadron Udara baru F-16 blok 25 di Pekanbaru operasional Juni”. 26 Februari 2014. Diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/421130/skadron-udara-baru-f-16-blok-25-di-pekanbaru-operasional-juni. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[21] Dalam, “PT DI Serahkan 3 CN 295 dan 6 Bell 412 EP kepada Kemenhan”. 2 Oktober 2013. Diakses melalui http://m.bisnis.com/quick-news/read/20131217/78/192928/pt-di-serahkan-3-cn-295-dan-6-bell-412-ep-kepada-kemenhan. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[22] Kementrian Pertahanan Indonesia.
[23] Dalam,
“Anggaran senjata utama untuk jaga
perbatasan”. 8 September 2011.
Diakses melalui http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/09/110908_alutsista.shtml. Pada tanggal 7
Juni2014.
[24] Dalam,” Indonesia beli peluncur roket Rp3,8 triliun”. Terbaru 23 November 2012. Diakses melalui http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2012/11/121123_tniavibrarockets.shtml. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[25] Dalam, “Kekuatan alutsista TNI yang mulai diperhitungkan”. Diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/420542/kekuatan-alutsista-tni-yang-mulai-diperhitungkan. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[26] Dalam, “Kekuatan Alutsista TNI Mulai Diperhitungkan”. Diakses malalui http://m.eksposnews.com/view/11/67341/Kekuatan-Alutsista-TNI-Mulai-Diperhitungkan.html. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[27] McGrath, Catherine. Dalam “Australia urged to up defence spending to meet threat
from rising power China” Updated Wed 11 Jun 2014, 3:15pm AEST. Diakses melalui http://www.abc.net.au/news/2014-05-30/call-for-review-of-australian-defence-spending/5487968. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[28] Oleh Scott, Jason. Dalam “Australia Pledges to Lift Defense Spending From
7-Decade Low” May 13, 2014.
Diakses melalui http://www.bloomberg.com/news/2014-05-13/australia-pledges-to-lift-defense-spending-from-7-decade-low.html. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[29] Oleh
Keck, Zachary. Dalam “Australia Boosts Defense Spending 6.1%”. Newly released budget documents show sizable increases in Australia’s
defense spending in the coming years. 16 Mei 2014. Diakses melalui http://thediplomat.com/2014/05/australia-boosts-defense-spending-6-1/. Pada 14 Juni 2014.
[30] Ranasinghe, Dhara. Dalam “Singapore, the tiny state with military clout”. Sunday, 9 Feb 2014 | 6:43 PM ETCNBC.com Diakses melalui http://www.cnbc.com/id/101393982. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[31] Dalam, “Singapore’s Defence Stance”. Diakses melalui http://www.asianmilitaryreview.com/regional-singapores-defence-stance/. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[32] Chow, Ermyn. Dalam “Singapore Budget 2014:
Steady defence spending will continue”. Diakses melalui http://news.asiaone.com/news/singapore/singapore-budget-2014-steady-defence-spending-will-continue. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[33] Dalam, “Malaysia ranks 38th in military strength, 6 past Singapore: Survey”. Diakses melalui http://news.asiaone.com/news/malaysia/malaysia-ranks-38th-military-strength-6-past-singapore-survey. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[34] Dalam “Military expenditure Military expenditure (current LCU)”. Diakses melalui http://www.indexmundi.com/facts/malaysia/military-expenditure. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[35] Dalam “Involve
civil society in military budget”. April 14, 2014 Diakses melalui http://www.freemalaysiatoday.com/category/opinion/2014/04/14/involve-civil-society-in-military-budget/. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[36] Spree, Shopping. Dalam “Military spending in South-East Asia, nCountries are buying lots of weapons, but does it count as an arms race?” Mar 24th 2012 | JAKARTA AND SINGAPORE. Diakses melalui |http://www.economist.com/node/21551056. Pada tanggal 14 Juni 2014.
[37] Oleh, Achmad
Dirwan, Laporan Akhir Tim Pengkajian
Hukum tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Badan Pembinaan Hukum NAsional, 2011
[38] Ibid
[39] Kina, Bangkitnya Industri
Pertahanan Lokal, edisi 2-2012
[40] Dalam, “SindoNEWS, Hebat! Industri Pertahanan
RI Pamer Kecanggihan di Malaysia”.
Diakses melalui http://international.sindonews.com/read/2014/04/14/40/853760/hebat-15-industri-pertahanan-ri-pamer-kecanggihan-di-malaysia. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[41] Kina, Bangkitnya Industri
Pertahanan Lokal, edisi 2-2012
[42] Dalam, “Tribun News, Senjata Pindad Juara Kontes Senjata Dunia”. Diakses melalui http://www.tribunnews.com/regional/2014/06/06/senjata-pindad-juara-kontes-senjata-dunia. Pada tanggal & juni 2014.
[43] Dalam, “KOREM 052 Wijayakarma, 5 Prestasi Lomba Tembak TNI AD
di AASAM memakai Senapan Pindad”.
Diakses melalui http://www.korem052.mil.id/index.php/web/wawasan/detail/21/5-Prestasi-lomba-tembak-TNI-AD-di-AASAM-memakai-senapan-Pindad. Pada tanggal 7 Juni 2014.
[44] Dalam, “Investor Daily Indonesia,
Bangkitkan Industri Pertahanan”.
Diakses melalui http://www.investor.co.id/home/bangkitkan-industri-pertahanan/72237. Pada tanggal & juni 2014.
Hari baik untuk semua warga negara Indonesia dan juga seluruh ASIA, nama saya adalah Ibu Nurliana Novi, saya ingin membagikan kesaksian hidup saya di sini mengenai platform ini untuk semua warga negara Indonesia dan seluruh asia untuk berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Allah telah mendukung saya melalui ibu Nyonya Elina yang baik
BalasHapusSetelah beberapa saat mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan ditolak terus, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tapi saya ditipu dan kehilangan Rp 15.000.000 dengan pinjaman pinjaman yang berbeda.
Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya yang kemudian mengenalkan saya kepada Nyonya Elina, pemilik perusahaan pinjaman global, jadi teman saya memintaku untuk melamar dari Ibu Elina, jadi saya mengumpulkan keberanian Dan menghubungi Mrs. Elina.
Saya mengajukan pinjaman sebesar Rp500.000.000 dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman tersebut disetujui dengan mudah tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan sehubungan dengan pengalihan kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan jaminan pinjaman. Transfer saya hanya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi aplikasi Mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari dua jam uang pinjaman telah dimasukkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu adalah lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya sehingga akun saya dikreditkan sebesar Rp500.000.000. Saya sangat senang bahwa ALLAH akhirnya menjawab doaku dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman awal saya, yang telah memberi saya keinginan hati saya.
Mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan bagaimana menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda.
Semoga ALLAH memberkati Ibu Elina karena telah membuat hidup saya mudah, jadi saya menyarankan siapapun yang tertarik untuk mendapatkan pinjaman agar dapat menghubungi Ibu Elina melalui email: elinajohnson22@gmail.com untuk pinjaman Anda
Akhirnya saya ingin mengucapkan terima kasih untuk meluangkan waktu untuk membaca kesaksian tentang kehidupan sejati saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa semoga Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda.
Satu lagi nama saya adalah mrs nurliana novi, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: nurliananovi96@gmail.com