“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Liberalisasi Masa Rajeev Gandhi (1984-1990)



Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Di tahun 1980 India sedikit demi sedikit mengadopsi sistem ekonomi apa yang sering disebut sebagai “Asian Model[1].  Yaitu sebuah model pertumbuhan ekonomi klasik di Asia yang berorientasi ekspor. Dengan menerapkan model ini negara dapat  menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, juga meningkatkan ketergantungan negara pada akses ke pasar ekonomi global guna menyerap ekspor-impor.[2] Liberalisasi penting dilakukan kerena memberikan akses dan peluang bagi India untuk dapat keluar dari teritorialnya dan berkompetisi dengan negara-negara lainnya. Tidak hanya itu liberalisasi memungkinkan India untuk terus memperbaharui tekhnologi yang ada, dengan adanya kebebasan investasi dan pasar setiap aktor dituntut untuk dapat kreatif dan inovatif yang pada akhirnya harus memaksa mereka memperbaharui tekhnologi yang ada.
Kemajuan ekonomi berjalan lambat namun stabil, investasi meningkat pada awal tahun 1970 sekitar 19 % dari PDB menjadi hampir 25 % pada awal tahun 1980[3]. Ditahun 1980 an perdana mentri India Rajiv Gandhi memulai sejumlah langkah restrukturasi ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat pada tahun 1980. Sejak tahun 1985 pemerintah India mulai melaksanakan program ekonomi neo liberal dengan membuka beberapa izin industrialisasi[4]. Dan pada tahun yang sama beberapa regulasi perizinan dan pengawasan dihapuskan[5]. Sejak tahun 1985, impor telah meningkat sebesar 19 persen dan ekspor sebesar 71 persen[6]. Pada tahun 1985 dan 1986 India mendapat kesempatan untuk melakukan kerjasama yang lebih luas dalam bidang kerjasama ekonomi, sosial-budaya serta juga ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan Uni Soviet. Pada tahun 1988 India dan Soviet pun menandatangani sebuah pakta perjanjian peniningkatan dan perluasan perdagangan bilateral serta penyediaan investasi dalam bentuk teknis bagi industri telekomunikasi dan proyek transportasi India[7].

Tingkat tabungan swasta yang selama ini sebagian besar diperoleh dari investasi dalam negeri India sudah berada pada tingkat yang tinggi sehingga memaksa pemerintah India melakukan pinjaman luar negeri. Langkah liberalisasi yang dijalankan di era tahun 1980 belum berhasil dikarenakan tidak seimbangnya makro ekonomi yang berkaitan dengan meningkatnya  defisit fiskal di India akibat krisis neraca pembayaran pinjaman luar negeri[8]. Selain itu masalah poltik yang tidak stabil turut mewarnai tiga periode pemerintahan berturut-turut 1989-1991. Perang teluk yang berlangsung pada tahun 1990 juga berdampak pada ekonomi dalam negeri India yang rapuh tersebut.[9]
Selain itu prinsip dari rezim Lisensi Raj sendiri adalah kemandirian. Yang mana sistem kontrol pusat mengatur masuk dan kegiatan produksi barang  dan artinya segala sesuatu yang bisa diproduksi di dalam negeri maka tidak boleh diimpor[10]. Akibatnya, insentif yang kuat diberikan kepada modal sektor industri intensif di mana India tidak memiliki keunggulan komparatif.[11] Melaui hambatan tarif dan non tarif pada impor, secara otomatis melalui izin pelabuhan lisensi raj membatasi jumlah impor. Pembatasan juga terjadi pada pengusaha dalam negeri dan pengusaha asing. Yang mana pembatasan tersebut berupa pembatasan investasi asing langsung terhadap banyak sektor ekonomi. Saham asing pada perusahaan dalam negeri dibatsi hanya sampai angka 40% saja dari nilai investasinya[12]. Namun usaha liberalisasi ekonomi pada masa pemerintahan Rajiv Gandhi belum dapat dikatakan sepenuhnya berhasil karena keadaan politik dan makro ekonomi yang belum stabil menyebabkan ketidak seimbangan fiskal yang pada akhirnya justru menyebabkan India mengalami defisit neraca pembayaran[13]. Namun Rajiv berhasil untuk meletakan dasar pengukuran signifikan yang dapat mengurangi Lisensi Raj, dan memungkinkan untuk perseorangan dan perusahaan membeli modal setelah tahun 1990-an.



[1] Ashok Kotwal. Bharat Ramaswami. Wilima Wadhwa. Dalam “Discussion Papers in Economics: Economic Liberalization and Indian Economic Growth:What’s the evidence?”. September 2011. Discussion papaer 11-13Indian Statistical Institute, Delhi Planning Unit. Diakses pada tanggal 15 Juli 2013.
[2]Diakses melalui  http://www.adbi.org/working paper/2011/03/29/4497.crisis.imbalances.india/asian.economic.integration.and.indias.potential.role/ Dalam “Asian Economic Integration and India's Potential Role”.crisis.imbalances.india/asian.economic.integration.and.indias.potential.role/#sthash.oezMw4pJ.dpuf Pada tanggal 3 Nopember 2013.
[3] Dalam “India Liberalization in the early 1990”. Diakses melalui http://www.photius.com/countries/india/economy/india_economy_liberalization_in_th~8830.html. Pada tanggal 23 Juli 2013.
[4] Dalam The real costs of India's economic liberalisation”. Green Left weekly, Rabu 24 Januari 1996. Diakses melalui http://www.greenleft.org.au/node/12700. Pada tanggal 25 Juli 2013.
[5] Dalam “India Economy”.  Diakses melalui http://www.mongabay.com/reference/country_studies/india/ECONOMY.html. Pada tanggal 2 Juli 2013, Opcit.
[6] Bhalotra, Sonia. “The Impact of Economic Liberalization on Employment and Wages in India”. Paper submitted to the international policy group, international labour office. Geneva 31 January 2002. Diakses melalui www.efm.bris.ac.uk/ecsrb/papers/indialib.pdf‎. Pada tanggal 23 Juli 2013.
[7] Dalam “ India-Rusia Coutry Studies”. diakses melalui http://countrystudies.us/india/133.htm. Pada tanggal 1 September 2013. Opcit.
[8] Dalam “India Liberalization in the early 1990”. Diakses melalui http://www.photius.com/countries/india/economy/india_economy_liberalization_in_th~8830.html. Pada tanggal 23 Juli 2013. Opcit.
[9] S. Rajan, Ramkeshan. Sen, rahul. Dalam “India A Decade of Economic Liberalization”, diakses melalui http://ramkishenrajan.gmu.edu/pdfs/publications/other_policy_briefs_and_opeds/2002_2003/04-71.pdf. Pada tanggal 2 Juli 2013.
[10] Philippe Aghion, Robin Burgess, Stephen Redding, and Fabrizio Zilibotti Dikases melalui http://econ.lse.ac.uk/staff/rburgess/wp/abrz.pdf. Dalam “The Unequal Effects of Liberalization: Evidence from Dismantling the License Raj in India” . Pada tanggal 3 Nopember 2013.
[11] Ramkishen S. Rajan. Dalam “India: A Decade of Economic Liberalization”. Senior Lecturer, School of Economic, University of Adelaide Rahul Sen. Research Associate, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore. Evian Group Compendium April2002.Diakses melalui http://ramkishenrajan.gmu.edu/pdfs/publications/other_policy_briefs_and_opeds/2002_2003/04-71.pdf. Opcit hal 10.

[12] ibid
[13] Bhattacharjee , Subhomoy . Dalam How WB, IMF got India to adopt reforms in 1991”.New Delhi, Sep 17 2010. Diakses melalui http://www.financialexpress.com/news/how-wb-imf-got-india-to-adopt-reforms-in-1991. Pada tanggal 24 Juli 2013

1 komentar:

  1. Dubril Firm Loan menawarkan pinjaman aman dan tidak aman untuk individu, pembentukan pribadi dan umum tanpa agunan.
    tingkat bunga kami adalah pada tingkat yang terjangkau dari 2% dan kami proses pinjaman / pengadaan adalah yang terbaik yang pernah Anda dapat mendapatkan.
    Kami menawarkan setiap jumlah pinjaman dan untuk alasan yang masuk akal.
    Hubungi kami hari ini untuk pinjaman Anda melalui,
    Email: dubrilloanfirm@gmail.com
    Skype: dubrilloanfirm1

    BalasHapus