Oleh: Haryo Prasodjo (haryoprasodjo@ymail.com)
Pertemuan
rutin antara negara-negara yang tergabung dalam forum Bali Process terus dilakukan setiap tahunnya. Pertemuan yang
dilakukan dalam kerangka Bali Process
meliputi Ministerial Meeting, Senior
Official Meeteng, Steering Group Meeting, Ad Hoc Expert Group (AHEG) Meeting, serta melalui beberapa side
event dan lokarya lainnya. Hingga saat ini, setidaknya telah dilaksanakan
sebanyak lima kali pertemuan tingkat menteri dan meghasilkan beberapa kesepakatan
penting.
Di
tahun 2011 pertemuan kelima dari Bali
Process diselenggarakan pada tanggal 12 Oktober di Sydney Australia. Dalam
pertemuan tersebut dibahas lanjutan dari kemajuan hasil Regional Ministerial Conference keempat mengenai penyelundupan manusia,
perdaganan manusia dan kejahatan transnasinal yang diselanggarakan pada tanggal
30 Maret sebelumnya. Dalam kesempatan yang sama, pertemuan tersebut juga
membahas langkah-langkah selanjutnya dalam usaha negara-negara anggota untuk
mengimplementasikan kerangka kerjasama regional. Pertemuan tersebut juga
menyajikan sebuah iskusi mengenai catatan oprasionalisasi kerangka kerjasama
regional oleh UNHCR, sehingga negara-negara anggota dapat memberikan komentar
dan masukan bagi keberlangsungan forum tersebut.[1]
Pada
tahun 2014 lalu, pertemuan diselenggarakan pada tanggal 6 Agustus di Canberra,
Australia. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah, untuk melakukan peninjauan
kembali mengenai kemajuan dari kegiatan yang telah berlangsung selama kurang
lebih lima tahun. Pertemuan tersebut juga membahas menganai kelanjutan dari
persetujuan strategi dan meningkatkan kerjasama regional yang disepakati pada
pertemuan tingkat menteri dalam Bali
Process tahun 2013 lalu. Pada pertemuan yang diselenggarakan pada tanggal
1-2 April di Bali tersebut tersebut, para menteri perwakiland ari negara nggota
sepakat untuk terus melakukan kalaborasi di bawah empat pilar pencegahan Jakarta Declaration mengenai pencegahan,
perlindungan, dan presecution dlam mengatasi gerakan dari migrasi ilegal.
Panduan kebijakan yang praktis dan singkat menjadi alat pengantar yang dapat
membantu para pembuat kebijakan dan para praktisi untuk memperkuat kerangka
legislatif untuk mengkriminalkan kegiatan penyelundupan dan perdagangan
manusia.
Pada
tanggal 20 Agustus tahun 2013 lalu, pertemuan lanjutan dari Bali Process juga membahas mengenai
upaya dan langkah-;angkah negara anggota dalam melakukan pencegahan termasuk menejemen
perbatasan dan penegakan hukum bersama melalui kemitraan Bali Process. Pertemuan tersebut merupakan sebuah konferensi
tingkat regional “Special Conference in
Irregular Movement of Persons” yang diselenggarakan di Jakarta. Konferensi
tersebut dipimin oleh Menteri Laur Negeri Indonesia dan dihadiri oleh para
pejabat tinggi dari 13 negara anggota seperti Australia, Afghanistan,
Bangladesh, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malasia, Myanmar, akistan,
Papuanugini, Selandia Baru, Thaland, Srilanka, dan dua organisasi internasional
seperti UNHCR dan IOM. Para menteri selaku perwakilan negara juga sepakat untuk
membentuk kelompok kerja yang fokus pada isu-isu perdangan manusia dan membantu
mengembangkan panduan kebijakan dalam mengkriminalisasi penyelundupan dan
perdagangan manusia. Pad apertemuan yang diselenggarakan di Jakarta tersebut, masing-masing
anggota sepakat untuk melakukan upaya untuk memperkuat upaya pencegahan,
deteksi dini, serta perlindungan terhadap korban dari penyelundupan dan
perdanganan manusia.[2]
[1] Dalam “Final Co Chair Statement”, dakses
melalui http://www.baliprocess.net/ministerial-conferences-and-senior-officials-meetings-doc , pada tanggal 26 Juni
2015.
[2] Dalam “Satu Dekade Bali Process Akan Dirayakan
Ditanah Kelahirannya”, diakses melalui http://www.baliprocess.net/ministerial-conferences-and-senior-officials-meetings, Kamis 8 November 2012,
tanggal akses 26 Juni 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar