Oleh: Maharano Dwi Sepriani, Anita Shaleha, Haryo Prasodjo, Arfianto Rifqi, Nur Zakia Nasution
Dalam
politik dunia mencapai sebuah kesepakatan kerjasama sangatlah sulit. Hal ini
terjadi karena di dalam dunia yang anarki, tidak ada peraturan yang bersifat
mengikat dan memaksa seperti yang diungkapkan oleh kaum realis. Dalam
asumsi neorealis juga menjelaskan bahwa struktur internasional adalah anarki,
dimana tidak adanya satu kekuatan dominan yang dapat mengatur negara-negara
dalam sistem internasional. Ketiadaan kekuatan yang dominan di dalam dunia yang
anarki berarti tidak ada jaminan bahwa terciptanya kepatuhan diantara
negara-negara. Dengan kondisi seperti ini, negara akan menjadi aktor yang
dominan, dimana negara akan menjadi aktor yang rasional dalam hubunganya dengan
negara lain dan mencapai kepentingan-kepentingan nasionalnya semaksimal
mungkin. Namun tekadang kerjasama dapat dilakukan, karena
isu-isu dalam hubungan internasionl asa sekarang tidak hanya masalah perang
namun juga isu kerjasama yang bervariasi dari waktu ke waktu. Untuk
mengatakan bahwa dunia politik adalah anarkis tidak berarti bahwa itu
sepenuhnya tidak memiliki organisasi.
Dimensi situasional mempengaruhi kecenderungan aktor dalam
hubungan internasional untuk bekerja sama: mutualitas kepentingan, shadow of the
future , dan jumlah pelaku.
A.
Struktur Payoff
Ide ini pertama kali diresmikan oleh Axelrod
yang mengatakan bahwa struktur payoff mempengaruhi tingkat kerjasama
dengan menjelaskan beberapa model permainan untuk mengukur
seberapa besar struktur payoff mempengaruhi kecenderungan aktor untuk
bekerjasama. Dari inilah kemudian muncul Games Theory seperti Prisoner’s
Dilemma. Struktur Payoff sering bergantung pada peristiwa yang terjadi di luar kendali aktor.
Struktur payoff yang saling
menguntungkan akan berbeda tingkat kerjasamanya dibanding dengan
payoff yang menawarkan suatu pilihan yang sulit. Lebih besar konflik
kepentingan antara aktor, maka akan lebih besar pula kemungkinan aktor memilih to defect dalam kerjasama. Strukutur
payoff yang mempengaruhi mutuality of
interest tidak berdasarkan pada faktor tujuan, tetapi didasarkan pada
persepsi aktor atas kepentingan mereka
Struktur payoff yang menentukan kebersamaan dari hasil
yang didapatkan tidak hanya
didasarkan pada faktor obyektif, tetapi didasarkan pada persepsi para aktor kepentingan mereka sendiri. Persepsi mendefinisikan kepentingan. Oleh karena itu, untuk memahami mutualitas derajat kepentingan kita harus memahami proses dimana kepentingan dianggap dan preferensi ditentukan.
Salah satu cara untuk memahami proses ini adalah untuk
melihatnya sebagai perubahan imbal balik, sehingga permainan seperti Dilema tahanan yang sebelumnya sudah disinggung di
atas menjadi baik lebih atau kurang konfliktual. Dalam
Prisoner’s Dilemma, orang cenderung mencari keuntungan
pribadinya, oleh karena itu orang akan cenderung melakukan defect dalam Prisoner’s Dilemma. Karena DC (Defect-Cooperation)
nilainya lebih besar daripada CC (Cooperation-Cooperation). Bahkan nilai DD
(defect-defect) nilainya lebih besar dibanding CD (cooperation-defect). Dalam Prisoner’s Dilemma menunjukkan
bahwa konflik kepentingan diantara pemain sangat besar, maka lebih besar pula
kemungkinan pemain memilih to defect atau tidak bekerjasama.
B.
The
shadow of the future
Dimensi kedua yang mempengaruhi kecenderungan aktor
untuk bekerjasama adalah kekhawatiran tentang masa depan. Hasil yang
akan dicapai dimasa depan dalam
sebuah kerjasama adalah
nilai-nilai relatif terhadap hasil saat ini.
Maksudnya apa yang didapat sekarang meskipun kecil nilainya namun suatu
kerjasama akan bernilai jika kerjasama tersebut memiliki potensi menguntungkan
di masa depan. Kerjasama Internasional dalam sebuah
Rezim Internasional memang tidak dapat sepenuhnya menjamin peroleha keuntungan
maksimal. Tapi keterjaminan kerjasama jangka panjang (iterated play) setidaknya
lebih menguntungkan dibandingkan defect untuk keuntungan yang hanya bersifat
sementara (myopic pursuit) yang dapat membawa kerugian di jangka
panjang. Itulah sebabnya diperlukan Shadow of the future dalam bentuk Long
time horizon sehingga dapat diperoleh keuntungan yang terbaik yang bisa
didapat melalui kerjasama internasional.
Bayangan akan masa depan efektif
dalam mempromosikan kerjasama dipengaruhi oleh faktor:
1. Long time horizons
2. Interaksi yang terus menerus
3. Informasi tentang tindakan orang lain
4. Tanggapan cepat terhadap perubahan tindakan
aktor lain
Dimensi
bayangan masa depan tampaknya untuk membedakan militer dari isu-isu ekonomi
lebih tajam daripada dimensi payoff. Empat
komponennya dapat digunakan untuk menganalisis beberapa alasan mengapa isu-isu
ekonomi politik internasional dapat diselesaikan lebih kooperatif daripada
isu-isu keamanan internasional, bahkan ketika matriks payoff yang mendasari
adalah sama-misalnya, ketika Dilema Narapidana 'berlaku. Paling penting adalah
kombinasi dari dua faktor pertama; cakrawala waktu yang lama dan keteraturan
keteraturan taruhannya. Long Time Horizon adalah belajar untuk
membuka cakrawala bahwa kerjasama bukan hanya merupakan bentuk single play (one
time transaction) tetapi dalam bentuk iterated play atau
hubungan kerjasama yang terus berlanjut dalam kurun waktu yang tak terhingga.
Meskipun terbentuknya rezim tidak bisa sepenuhnya menjamin perolehan
keuntungan maksimal. Dalam hubungan
ekonomi, pelaku harus berharap bahwa hubungan mereka akan terus berlalu dan
waktu yang tidak terbatas; yaitu, kerjasama yang mereka lakukan satu sama lain
akan berulang. Biasanya tidak ada pihak
dalam interaksi ekonomi dapat menghilangkan yang lain, atau mengubah aturan dalam sebuah
langkah tunggal.
Kerjasama
Internasional dalam sebuah Rezim Internasional memang tidak dapat sepenuhnya
menjamin perolehan keuntungan maksimal. Tapi keterjaminan kerjasama jangka
panjang setidaknya lebih menguntungkan ketimbang defect untuk keuntungan
yang hanya bersifat sementara yang dapat membawa kerugian di jangka
panjang. Itulah sebabnya diperlukan Shadow of the future dalam bentuk Long
time horizon sehingga dapat diperoleh keuntungan yang terbaik yang bisa
didapat melalui kerjasama internasional.
C.
Banyak
aktor yang terlibat
Kemampuan pemerintah untuk
bekerja sama dalam mixed-motive game dipengaruhi tidak hanya oleh struktur
payoff dan bayangan
masa depan, tetapi juga oleh jumlah pemain dalam permainan dan oleh bagaimana hubungan mereka yang terstruktur.
Semakin banyak aktor dan kepentingan di dalamnya yang terlibat maka akan
semakin fragile suatu kerjasama. Strategi yang efektif untuk memelihara
kerjasama dalam adalah prinsip resiprositas. Resiprositas akan efektif jika:
- Aktor dapat mengidentifikasi
defectors
- Mereka dapat fokus apa yang akan
dilakukan terhadapsi defector
- Mereka mempunyai insentive jangka
panjang yang cukup untuk menekan si
defectors.
Namun, sulit untuk melakukan
hal diatas jika suatu kerjasama memilki aktor yang banyak. Masalah
yang dihadapi akto antara lain:
1. Ketidakmampuan
untuk mengidentifikasi defector. Masalah mengidentifikasi defector adalah salah satu aspek dari masalah mendasar yang menimpa upaya untuk bekerja sama dalam politik dunia. Dalam rangka
mempertahankan kerjasama pemerintah harus memiliki keyakinan dalam
kemampuan mereka untuk memantau rekan-rekan mereka agar merespons secara efektif
terhadap pengkhianatan.
2. Pemberian
sanksi akan menjadi masalah ketika para aktor tidak bisa fokus memberikan
hukuman terhadap si defector, misalnya ketika menghadapi si defector yang
sangat kuat.
3. Pemberian
sanksi akan menjadi masalah ketika sebagian anggota kelompok justru tidak
bersikap sama, ada yang merasa perlu memberikan hukuman tetapi ada yang merasa tidak
perlu memberikan hukuman pada si defector.
n Menurut Keohane, kerjasama harus dibedakan dengan harmoni.
n Harmoni menunjuk
kepada situasi di mana kebijakan-kebijakan para aktor (dalam mengejar
kepentingan pribadi mereka tanpa memperhatikan yang lain) secara otomatis
memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan pihak lain. Ketika harmoni yang terjadi,
maka kerjasama tidaklah penting. Ia bahkan bisa berbahaya ketika
individu-individu tertentu berkonspirasi untuk mengeksploitasi yang lain.
n Kerjasama merupakan
sebuah objek yang sukar untuk dipahami dan sumber-sumbernya memiliki banyak
segi dan saling bertalian
n Oleh karena itu,
sangatlah tidak mudah, atau dalam bahasa Keohane ’impossible’, untuk
menginvestigasinya dengan tindakan ilmiah yang ketat
n Menurut
Axelrod dan Keohane untuk mencapai kerjasama dalam sistem yang anarki memang
merupakan hal yang sulit karena tidak adanya pemerintahan bersama untuk
menjalankan peraturan dan dengan standar masyarakat domestik, institusi
internasional lemah di dalam anarki
n Kecurangan
dan muslihat merupakan hal yang lumrah dalam kerjasama dengan sistem yang
anarki. Pada beberapa situasi, kerjasama terjadi ketika aktor menyesuaikan
perilaku mereka untuk menghadapi atau mengantisipasi aktor lainnya
n Kaum
neo-liberal institusionalis meyakini bahwa kerjasama bukanlah sebuah kebetulan,
melainkan tindakan yang disadari untuk mencapai tujuan bersama dan institusi internasional ada sebagai salah satu cara
memfasilitasi kerjasama internasional. Memang tidak semua institusi
internasional memfasilitasi kerjasama pada tatanan global, tetapi hampir
seluruh bentuk kerja sama internasional dituangkan dalam sebuah bentuk
institusi
Reciprocity
dan Strategi Dalam Multilevel Games
Sebuah
bentuk kerjasmaa dapat pindah ke posisi keluar kemudia kembali untuk melihat
keadaan didalamnya. Sebuah pemerintahan dapat berada dalam sebuah kondisi
reciprocity jika berada dalam sebuah kondisi dimana antara kepentingannya
memiliki kecendrungan yang sama dengan keadaan sekitarnya. Analis aoye
menunjukkan bahwa pembangunan moneter melalui politik sering kali menjadi
sebuah strategi Inggris dalam melakukan hubungan dengan negara sekitarnya.
Berbeda dengan Amerika Serikat yang cenderung melakukan deskriminasi dengan
melakukan aggresive reprocity dalam trade negosiasinya. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah maslaah militer dan keamanan
kawasan. Dengan adanya hubungan timbal balik maka terdapat isu akan terciptanya
hubungan saling ketergantungan antar aktor.
Pentingnya
Sebuah Persepsi
Kontribusi
dari kerjasama dibawah sebuah sistem yang anarki tidak hanya selalu fokus pada
aturan dari persepsi pembuatan kebijakan. Namun yang paling terpentng adalah,
bagaimana sebuah persepsi tersebut dapat lebih menegaskan posisi dari persepsi
itu sendiri. Hal yang paling sinifikan dari sebuah persepsi adalah kepercayaan
dan kognisi. Sebuah pembuatan kebijakan akan menjadi suatu hal yang ambigu saat
terpengaruh dengan berbagai masalah yang ada dalam diri aktor pembuat
kebijakan. Selain itu pembuatan kebijakan juga cukup dipengaruhi oleh hal-hal
yang berkenaan dengan psikologi dalam diri aktor tersebut. Semua kepala negara
sebenarnya berada pada tempat yang saling berbeda antara satu dengan yang
lainya. Sehingga banyak dari keputusan yang diambil selalu berdasarkan asumsi
dasar dari rasionalitas yang ada dalam diri mereka seperti apa hal yang paling
terpenting untuk dilakukan, apa yang akan didapat, apa yang sudah didapat, dan
yang terpentng adalah tanggungjawab untuk melakukan perubahan.
Selan
hal tersebut hal yang paling mendasar dari sebuah pentingnya persepsi datang
dari keamanan area (kawasan suatu negara). Seperti halnya kawasan berbukit dan
bebatuan, yang mana sebuah negara yang sedang berada dalam keadaan perlombaan
senjata selalu melakukan keputusan pertahanan yang deffensife dibandingkan
offensife. Karena dalam persepsi mereka tertanam, bahwa pernsejataan tersebut
memiliki daya tawar yang lebih besar dari pada keamanan itu sendiri. Karena
dari itulah,b anyak dari perlombaan senjata antar negara yang tidak memikirkan
konsekuensi dari perlombaan itu sendiri.
Isu mengenai keamanan selalu menyajikan sebuah contoh yang dramatik,
dimana pemerintah tidak lebh baik memahami mengenai aksi mereka dalam sebuah
dunia ekonomi politik yang mana selalu menjadi perhatian negara lainnya.
Peperangan dalam hal perekonomian sering sekali terjadi dengan diawali oleh
kesalahan negara dalam mempercayai negara lainnya dalam keengganan untuk
menaikkan tarif makanan yang jauh lebih penting ketimbang barang manufaktur.
Grouping Institusi dan Norma Baru
Berawal
dari pertanyaan bagaimana sebuah agenda setting efektif dalam mengubah
kerjasama pembangunan. Adapun beberapa faktor yang ada didalamnya seperti
mutualitas kepentingan, bayangan akan masa depan, dan juga jumlah dari aktor
yang ada didalamnya. Semua hal ini berawal saat pertengahan abad ke 14 dimana
terjadi kekacauan ekonomi, kebijakan moneter, perlombaan senjata dan kekacauan
lainnya. Setidaknya terdapat tiga faktor yang dapat membantu kit auntuk
memetakan antara konflik dan kerjasama. Yang pertama adalah seorang aktor tidak
akan pernah puas untuk membuat kebijakan strategis yang sederhana dengan bergantung
pada situasi yang mereka temukan pada diri mereka sendiri. Namun dari banyak
kasus terdapat kesengajaan untuk mengubah situasi dari sebuah struktur dengan
cara mengubah konteks yang ada dalam struktur tersebut. Konsep strategi yang
paling fundamental dalam mencapai obyektifitas adalah dengan adanya timbal
balik (reciprocity). Kerjasama internasional tidak akan dapat berjalan dengan
baik jika tidak ada keuntungan yang didapat dari semua anggota yang tergabung
dalam sebuah perserikatan.
Aktor
negara yang berada dalam dunia politik akan dapat menyetujui sebuah hubungan
timbal balik jika memang aktor tersebut memiliki power yang memadai. Yang mana
dalam hubungan antar power, negara yang memiliki power yang kuat akan cenderung
memilih berhubungan dengan negara yang memiliki power dibawahnya. Hal ini jgua
untuk mempermudah negara tersebut untuk mengendalikan negara-negara yang
tergabung dalam kesatuan tersebut. Sehingga rezim sendiri dapat didefinisikan
sebagai sebuah kumpulan dari prinsip baik secara implisit maupun eksplisit,
nilai, aturan, dan juga prosedur pembuatan kebijakan yang terdapat pada diri
aktor. Power dapat digunakan untuk memfasilitasi pembuatan sebuah rezim. Sebuah
rezim tidak akan dapat melawan aturan dalam sebuah sistem yang hirarki, namun
rezim dapat mengubah bentuk dari transaksi dan juga menyajikan informasi kepada
semua anggotanya. Seprti halnya Eropa yang mempermudah par aelit politiknya
untuk dapat saling memahami satu dengan lainnya.
Rezim
internasional bkanlah bagian dari hubungan timbal balik, selama rezim tersebut
kuat dan terinstitusionalkan. Rezim menghubungkan dan mendelegtimasi hubungan
timbal balik yang tidak searah dan menjadikannya dengan biaya yang mahal. Dan
dalam hal ini, reputasi menjadi sebuah hal yang amat penting, yang mana sebuah
negara dengan reputasi yang baik akan lebih mudah mendapatkan akses dari pada
negara yang memiliki reputasi buruk. Rezim internasional juga dapat membuat
sebuah norma baru, pembangunangi apra aktor dalam sebuah sistem yang hirarki, setting ulang
terhadap rezim internasional, dan kuga mencoba menerima hal dan nilai baru
menjadi sebuah bekal dalam menerima perubahan struktur interaksi antar aktor.
Hal
yang paling utama menjadi sumber kegagalan adalah keinginan untuk menrestruktur
hubungan yang mungkin tidak akan pernah dapat mencapai tingkat yang paling
bawah. Beberapa argumen telah terinstitusikan, namun terkadang timbal balik
yang didapatkan sangat kontradiktif. Kesuksesan dalam melakukan pengaturan,
terkadang justru menjadi sumber kegagalan itu sendiri. Beberapa institusi
terkadang sudah menjadi usang. Pertanyaan selanjutnya adalah, dalam kondisi
seperti apa kondisi institusi internasional sebenarnya. Terdapat beberapa
definisi mengenali bentuk dari praktik bersama. Sebuah fasilitas kerjasama yang
dapat digunakan dlam batasan waktu tertentu. Interaksi yang intensif dalam
sebuah institusi merupakan bagian yang terpenting dalam sebuah teori strategi.
Meskipun terdapat beberapa dorongan dari sebuah institusi begi negara untuk
saling bekerjasama, namun terdapat juga dorongan dari lingkungan yang
mengharuskan negara untuk dapat bekerjasama.
Kesimpulan
Pandangan
realis akan power masih cendrung dominan dalam hubungan institusi dan juga
rezim internasional. Diamna negara yang memiliki kekuatan power lbih besar akan
cendrung memiliki peranan dan pengaruh yang lebih besar dari negara-negara
lainnya. Negara besar yang memiliki power juga cenderung agresif, meskupun
demikian hubungan institusi tersebut tetap harus dalam kondisi yang hirarki
dimana kesemua negara memiliki kedudukan yang sama. Sehingga pandangan akan
power disini tidak terlalu terlihat meskipun power tersebut masih sangat kental
terasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar