“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Resume Achieving Cooperation Under Anarchy : Strategies And Institutions (Robert Axelrod and Robert O. Keohane)



Oleh: Maharano Dwi Sepriani, Anita Shaleha, Haryo Prasodjo, Arfianto Rifqi, Nur Zakia Nasution


Dalam politik dunia mencapai sebuah kesepakatan kerjasama sangatlah sulit. Hal ini terjadi karena di dalam dunia yang anarki, tidak ada peraturan yang bersifat mengikat dan memaksa seperti yang diungkapkan oleh kaum realis. Dalam asumsi neorealis juga menjelaskan bahwa struktur internasional adalah anarki, dimana tidak adanya satu kekuatan dominan yang dapat mengatur negara-negara dalam sistem internasional. Ketiadaan kekuatan yang dominan di dalam dunia yang anarki berarti tidak ada jaminan bahwa terciptanya kepatuhan diantara negara-negara. Dengan kondisi seperti ini, negara akan menjadi aktor yang dominan, dimana negara akan menjadi aktor yang rasional dalam hubunganya dengan negara lain dan mencapai kepentingan-kepentingan nasionalnya semaksimal mungkin. Namun tekadang kerjasama dapat dilakukan, karena isu-isu dalam hubungan internasionl asa sekarang tidak hanya masalah perang namun juga isu kerjasama yang bervariasi dari waktu ke waktu. Untuk mengatakan bahwa dunia politik adalah anarkis tidak berarti bahwa itu sepenuhnya tidak memiliki organisasi.
Dimensi situasional mempengaruhi kecenderungan aktor dalam hubungan internasional untuk bekerja sama: mutualitas kepentingan, shadow of the future , dan jumlah pelaku.
A.    Struktur Payoff
Ide ini pertama kali diresmikan oleh Axelrod yang mengatakan bahwa struktur payoff mempengaruhi tingkat kerjasama dengan menjelaskan beberapa model permainan untuk mengukur seberapa besar struktur payoff mempengaruhi kecenderungan aktor untuk bekerjasama. Dari inilah kemudian muncul Games Theory seperti Prisoner’s Dilemma. Struktur Payoff sering bergantung pada peristiwa yang terjadi di luar kendali aktor.
Struktur payoff yang saling menguntungkan akan berbeda tingkat kerjasamanya dibanding dengan payoff yang menawarkan suatu pilihan yang sulit. Lebih besar konflik kepentingan antara aktor, maka akan lebih besar pula kemungkinan aktor memilih to defect dalam kerjasama. Strukutur payoff yang mempengaruhi mutuality of interest tidak berdasarkan pada faktor tujuan, tetapi didasarkan pada persepsi aktor atas kepentingan mereka
Struktur payoff yang menentukan kebersamaan dari hasil yang didapatkan tidak hanya didasarkan pada faktor obyektif, tetapi didasarkan pada persepsi para aktor kepentingan mereka sendiri. Persepsi mendefinisikan kepentingan. Oleh karena itu, untuk memahami mutualitas derajat kepentingan kita harus memahami proses dimana kepentingan dianggap dan preferensi ditentukan.
Salah satu cara untuk memahami proses ini adalah untuk melihatnya sebagai perubahan imbal balik, sehingga permainan seperti Dilema tahanan yang sebelumnya sudah disinggung di atas menjadi baik lebih atau kurang konfliktual. Dalam Prisoner’s Dilemma, orang cenderung mencari keuntungan pribadinya, oleh karena itu orang akan cenderung melakukan defect dalam Prisoner’s Dilemma. Karena DC (Defect-Cooperation) nilainya lebih besar daripada CC (Cooperation-Cooperation). Bahkan nilai DD (defect-defect) nilainya lebih besar dibanding CD (cooperation-defect). Dalam Prisoner’s Dilemma menunjukkan bahwa konflik kepentingan diantara pemain sangat besar, maka lebih besar pula kemungkinan pemain memilih to defect atau tidak bekerjasama.


B.     The shadow of the future
Dimensi kedua yang mempengaruhi kecenderungan aktor untuk bekerjasama adalah kekhawatiran tentang masa depan. Hasil yang akan dicapai dimasa depan dalam sebuah kerjasama adalah nilai-nilai relatif terhadap hasil saat ini. Maksudnya apa yang didapat sekarang meskipun kecil nilainya namun suatu kerjasama akan bernilai jika kerjasama tersebut memiliki potensi menguntungkan di masa depan. Kerjasama Internasional dalam sebuah Rezim Internasional memang tidak dapat sepenuhnya menjamin peroleha keuntungan maksimal. Tapi keterjaminan kerjasama jangka panjang (iterated play) setidaknya lebih menguntungkan dibandingkan defect untuk keuntungan yang hanya bersifat sementara (myopic pursuit) yang dapat membawa kerugian di jangka panjang. Itulah sebabnya diperlukan Shadow of the future dalam bentuk Long time horizon sehingga dapat diperoleh keuntungan yang terbaik yang bisa didapat melalui kerjasama internasional.
Bayangan akan masa depan efektif dalam mempromosikan kerjasama dipengaruhi oleh faktor:
1.      Long time horizons
2.      Interaksi yang terus menerus
3.      Informasi tentang tindakan orang lain
4.      Tanggapan cepat terhadap perubahan tindakan aktor lain
Dimensi bayangan masa depan tampaknya untuk membedakan militer dari isu-isu ekonomi lebih tajam daripada dimensi payoff. Empat komponennya dapat digunakan untuk menganalisis beberapa alasan mengapa isu-isu ekonomi politik internasional dapat diselesaikan lebih kooperatif daripada isu-isu keamanan internasional, bahkan ketika matriks payoff yang mendasari adalah sama-misalnya, ketika Dilema Narapidana 'berlaku. Paling penting adalah kombinasi dari dua faktor pertama; cakrawala waktu yang lama dan keteraturan keteraturan taruhannya. Long Time Horizon adalah belajar untuk membuka cakrawala bahwa kerjasama bukan hanya merupakan bentuk single play (one time transaction) tetapi dalam bentuk iterated play  atau hubungan kerjasama yang terus berlanjut dalam kurun waktu yang tak terhingga. Meskipun terbentuknya rezim tidak bisa sepenuhnya menjamin perolehan keuntungan maksimal. Dalam hubungan ekonomi, pelaku harus berharap bahwa hubungan mereka akan terus berlalu dan waktu yang tidak terbatas; yaitu, kerjasama yang mereka lakukan satu sama lain akan berulang. Biasanya tidak ada pihak dalam interaksi ekonomi dapat menghilangkan yang lain, atau mengubah aturan dalam sebuah langkah tunggal.
Kerjasama Internasional dalam sebuah Rezim Internasional memang tidak dapat sepenuhnya menjamin perolehan keuntungan maksimal. Tapi keterjaminan kerjasama jangka panjang setidaknya lebih menguntungkan ketimbang defect untuk keuntungan yang hanya bersifat sementara yang dapat membawa kerugian di jangka panjang. Itulah sebabnya diperlukan Shadow of the future dalam bentuk Long time horizon sehingga dapat diperoleh keuntungan yang terbaik yang bisa didapat melalui kerjasama internasional.

C.    Banyak aktor yang terlibat
Kemampuan pemerintah untuk bekerja sama dalam mixed-motive game dipengaruhi tidak hanya oleh struktur payoff dan bayangan masa depan, tetapi juga oleh jumlah pemain dalam permainan dan oleh bagaimana hubungan mereka yang terstruktur. Semakin banyak aktor dan kepentingan di dalamnya yang terlibat maka akan semakin fragile suatu kerjasama.  Strategi yang efektif untuk memelihara kerjasama dalam adalah prinsip resiprositas. Resiprositas akan efektif jika:
            - Aktor dapat mengidentifikasi defectors
            - Mereka dapat fokus apa yang akan dilakukan terhadapsi defector
            - Mereka mempunyai insentive jangka panjang  yang cukup untuk menekan si defectors. 
Namun, sulit untuk melakukan hal diatas jika suatu kerjasama memilki aktor yang banyak. Masalah yang dihadapi akto antara lain:
1.      Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi defector. Masalah mengidentifikasi defector adalah salah satu aspek dari masalah mendasar yang menimpa upaya untuk bekerja sama dalam politik dunia. Dalam rangka mempertahankan kerjasama pemerintah harus memiliki keyakinan dalam kemampuan mereka untuk memantau rekan-rekan mereka agar merespons secara efektif terhadap pengkhianatan.
2.      Pemberian sanksi akan menjadi masalah ketika para aktor tidak bisa fokus memberikan hukuman terhadap si defector, misalnya ketika menghadapi si defector yang sangat kuat.
3.      Pemberian sanksi akan menjadi masalah ketika sebagian anggota kelompok justru tidak bersikap sama, ada yang merasa perlu memberikan hukuman tetapi ada yang merasa tidak perlu memberikan hukuman pada si defector.
n  Menurut Keohane, kerjasama harus dibedakan dengan harmoni.
n  Harmoni menunjuk kepada situasi di mana kebijakan-kebijakan para aktor (dalam mengejar kepentingan pribadi mereka tanpa memperhatikan yang lain) secara otomatis memfasilitasi pencapaian tujuan-tujuan pihak lain. Ketika harmoni yang terjadi, maka kerjasama tidaklah penting. Ia bahkan bisa berbahaya ketika individu-individu tertentu berkonspirasi untuk mengeksploitasi yang lain.
n  Kerjasama merupakan sebuah objek yang sukar untuk dipahami dan sumber-sumbernya memiliki banyak segi dan saling bertalian
n  Oleh karena itu, sangatlah tidak mudah, atau dalam bahasa Keohane ’impossible’, untuk menginvestigasinya dengan tindakan ilmiah yang ketat
n  Menurut Axelrod dan Keohane untuk mencapai kerjasama dalam sistem yang anarki memang merupakan hal yang sulit karena tidak adanya pemerintahan bersama untuk menjalankan peraturan dan dengan standar masyarakat domestik, institusi internasional lemah di dalam anarki
n  Kecurangan dan muslihat merupakan hal yang lumrah dalam kerjasama dengan sistem yang anarki. Pada beberapa situasi, kerjasama terjadi ketika aktor menyesuaikan perilaku mereka untuk menghadapi atau mengantisipasi aktor lainnya
n  Kaum neo-liberal institusionalis meyakini bahwa kerjasama bukanlah sebuah kebetulan, melainkan tindakan yang disadari untuk mencapai tujuan bersama dan institusi internasional ada sebagai salah satu cara memfasilitasi kerjasama internasional. Memang tidak semua institusi internasional memfasilitasi kerjasama pada tatanan global, tetapi hampir seluruh bentuk kerja sama internasional dituangkan dalam sebuah bentuk institusi
Reciprocity dan Strategi Dalam Multilevel Games
Sebuah bentuk kerjasmaa dapat pindah ke posisi keluar kemudia kembali untuk melihat keadaan didalamnya. Sebuah pemerintahan dapat berada dalam sebuah kondisi reciprocity jika berada dalam sebuah kondisi dimana antara kepentingannya memiliki kecendrungan yang sama dengan keadaan sekitarnya. Analis aoye menunjukkan bahwa pembangunan moneter melalui politik sering kali menjadi sebuah strategi Inggris dalam melakukan hubungan dengan negara sekitarnya. Berbeda dengan Amerika Serikat yang cenderung melakukan deskriminasi dengan melakukan   aggresive reprocity dalam trade negosiasinya. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah maslaah militer dan keamanan kawasan. Dengan adanya hubungan timbal balik maka terdapat isu akan terciptanya hubungan saling ketergantungan antar aktor.
Pentingnya Sebuah Persepsi
Kontribusi dari kerjasama dibawah sebuah sistem yang anarki tidak hanya selalu fokus pada aturan dari persepsi pembuatan kebijakan. Namun yang paling terpentng adalah, bagaimana sebuah persepsi tersebut dapat lebih menegaskan posisi dari persepsi itu sendiri. Hal yang paling sinifikan dari sebuah persepsi adalah kepercayaan dan kognisi. Sebuah pembuatan kebijakan akan menjadi suatu hal yang ambigu saat terpengaruh dengan berbagai masalah yang ada dalam diri aktor pembuat kebijakan. Selain itu pembuatan kebijakan juga cukup dipengaruhi oleh hal-hal yang berkenaan dengan psikologi dalam diri aktor tersebut. Semua kepala negara sebenarnya berada pada tempat yang saling berbeda antara satu dengan yang lainya. Sehingga banyak dari keputusan yang diambil selalu berdasarkan asumsi dasar dari rasionalitas yang ada dalam diri mereka seperti apa hal yang paling terpenting untuk dilakukan, apa yang akan didapat, apa yang sudah didapat, dan yang terpentng adalah tanggungjawab untuk melakukan perubahan.
Selan hal tersebut hal yang paling mendasar dari sebuah pentingnya persepsi datang dari keamanan area (kawasan suatu negara). Seperti halnya kawasan berbukit dan bebatuan, yang mana sebuah negara yang sedang berada dalam keadaan perlombaan senjata selalu melakukan keputusan pertahanan yang deffensife dibandingkan offensife. Karena dalam persepsi mereka tertanam, bahwa pernsejataan tersebut memiliki daya tawar yang lebih besar dari pada keamanan itu sendiri. Karena dari itulah,b anyak dari perlombaan senjata antar negara yang tidak memikirkan konsekuensi dari perlombaan itu sendiri.  Isu mengenai keamanan selalu menyajikan sebuah contoh yang dramatik, dimana pemerintah tidak lebh baik memahami mengenai aksi mereka dalam sebuah dunia ekonomi politik yang mana selalu menjadi perhatian negara lainnya. Peperangan dalam hal perekonomian sering sekali terjadi dengan diawali oleh kesalahan negara dalam mempercayai negara lainnya dalam keengganan untuk menaikkan tarif makanan yang jauh lebih penting ketimbang barang manufaktur.
Grouping Institusi dan Norma Baru
Berawal dari pertanyaan bagaimana sebuah agenda setting efektif dalam mengubah kerjasama pembangunan. Adapun beberapa faktor yang ada didalamnya seperti mutualitas kepentingan, bayangan akan masa depan, dan juga jumlah dari aktor yang ada didalamnya. Semua hal ini berawal saat pertengahan abad ke 14 dimana terjadi kekacauan ekonomi, kebijakan moneter, perlombaan senjata dan kekacauan lainnya. Setidaknya terdapat tiga faktor yang dapat membantu kit auntuk memetakan antara konflik dan kerjasama. Yang pertama adalah seorang aktor tidak akan pernah puas untuk membuat kebijakan strategis yang sederhana dengan bergantung pada situasi yang mereka temukan pada diri mereka sendiri. Namun dari banyak kasus terdapat kesengajaan untuk mengubah situasi dari sebuah struktur dengan cara mengubah konteks yang ada dalam struktur tersebut. Konsep strategi yang paling fundamental dalam mencapai obyektifitas adalah dengan adanya timbal balik (reciprocity). Kerjasama internasional tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tidak ada keuntungan yang didapat dari semua anggota yang tergabung dalam sebuah perserikatan.
Aktor negara yang berada dalam dunia politik akan dapat menyetujui sebuah hubungan timbal balik jika memang aktor tersebut memiliki power yang memadai. Yang mana dalam hubungan antar power, negara yang memiliki power yang kuat akan cenderung memilih berhubungan dengan negara yang memiliki power dibawahnya. Hal ini jgua untuk mempermudah negara tersebut untuk mengendalikan negara-negara yang tergabung dalam kesatuan tersebut. Sehingga rezim sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah kumpulan dari prinsip baik secara implisit maupun eksplisit, nilai, aturan, dan juga prosedur pembuatan kebijakan yang terdapat pada diri aktor. Power dapat digunakan untuk memfasilitasi pembuatan sebuah rezim. Sebuah rezim tidak akan dapat melawan aturan dalam sebuah sistem yang hirarki, namun rezim dapat mengubah bentuk dari transaksi dan juga menyajikan informasi kepada semua anggotanya. Seprti halnya Eropa yang mempermudah par aelit politiknya untuk dapat saling memahami satu dengan lainnya. 
Rezim internasional bkanlah bagian dari hubungan timbal balik, selama rezim tersebut kuat dan terinstitusionalkan. Rezim menghubungkan dan mendelegtimasi hubungan timbal balik yang tidak searah dan menjadikannya dengan biaya yang mahal. Dan dalam hal ini, reputasi menjadi sebuah hal yang amat penting, yang mana sebuah negara dengan reputasi yang baik akan lebih mudah mendapatkan akses dari pada negara yang memiliki reputasi buruk. Rezim internasional juga dapat membuat sebuah norma baru, pembangunangi apra aktor dalam  sebuah sistem yang hirarki, setting ulang terhadap rezim internasional, dan kuga mencoba menerima hal dan nilai baru menjadi sebuah bekal dalam menerima perubahan struktur interaksi antar aktor.
Hal yang paling utama menjadi sumber kegagalan adalah keinginan untuk menrestruktur hubungan yang mungkin tidak akan pernah dapat mencapai tingkat yang paling bawah. Beberapa argumen telah terinstitusikan, namun terkadang timbal balik yang didapatkan sangat kontradiktif. Kesuksesan dalam melakukan pengaturan, terkadang justru menjadi sumber kegagalan itu sendiri. Beberapa institusi terkadang sudah menjadi usang. Pertanyaan selanjutnya adalah, dalam kondisi seperti apa kondisi institusi internasional sebenarnya. Terdapat beberapa definisi mengenali bentuk dari praktik bersama. Sebuah fasilitas kerjasama yang dapat digunakan dlam batasan waktu tertentu. Interaksi yang intensif dalam sebuah institusi merupakan bagian yang terpenting dalam sebuah teori strategi. Meskipun terdapat beberapa dorongan dari sebuah institusi begi negara untuk saling bekerjasama, namun terdapat juga dorongan dari lingkungan yang mengharuskan negara untuk dapat bekerjasama.
Kesimpulan
Pandangan realis akan power masih cendrung dominan dalam hubungan institusi dan juga rezim internasional. Diamna negara yang memiliki kekuatan power lbih besar akan cendrung memiliki peranan dan pengaruh yang lebih besar dari negara-negara lainnya. Negara besar yang memiliki power juga cenderung agresif, meskupun demikian hubungan institusi tersebut tetap harus dalam kondisi yang hirarki dimana kesemua negara memiliki kedudukan yang sama. Sehingga pandangan akan power disini tidak terlalu terlihat meskipun power tersebut masih sangat kental terasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar