“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Konsep Rational Choice Dalam Rezim Internasional

(Studi Kasus : Keikutsertaan Myanmar dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015)


Oleh: Maharano Dwi Sepriani, Anita Shaleha, Haryo Prasodjo, Arfianto Rifqi, Nur Zakia Nasution


Pendahuluan

Masyarakat ekonomi ASEAN merupakan suatu bentuk kerjasama antara negara-negara di ASEAN dimana bentuk kerjasama tersebut direncanakan akan berlaku pada tahun 2015. Kerjasama ini diberlakukan atas dasar pemikiran-pemikiran para pemimpin ASEAN yang ingin membuat suatu pasar tunggal ASEAN. Hal ini dilakukan agar daya saing Pasar ASEAN dapat bersaing dengan China dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing ini nantinya diharapkan dapat menguntungkan ASEAN untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraannya.dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga akan terjadi kompetisi yang sangat semakin ketat. Konsep utama dari AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan.[1] Untuk dapat memperoleh hasil yang optimal tentunya perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Hal itu membuat semua negara ASEAN harus bersiap diri menghadapi pasar global ASEAN yang semakin bebas terutama untk negara Myanmar sendiri.

Konsep Rational Choice
Dalam menjelaskan keikutsertaan Myanmar dalam MEA 2015 ini menggunakan konsep rational choice. Rational choice ini digambarkan ke dalam bentuk-bentuk game theory seperti Prisioner Dilemma (Robert Keohane dan Stephen D. Krasner), Payoff Structure (Robert Axelrod), dan juga oleh Kenneth A. Oye. Dalam teori permainan tersebut, masing-masing menggambarkan tentang rasionalitas dalam mengkalkulasi tindakan yang mengakibatkan keuntungan atau kerugian. Konsep rational choice merupakan konsep yang berangkat dari asumsi neo realis. Dalam asumsi neo realis, struktur internasional adalah anarki, dimana tidak adanya satu kekuatan dominan yang dapat mengatur negara-negara dalam sistem internasional. Dengan ketiadaan kekuatan yang dominan berarti tidak ada jaminan bahwa terciptanya kepatuhan diantara negara-negara. Dengan kondisi seperti ini, negara akan menjadi aktor yang dominan, dimana negara akan menjadi aktor yang rasional dalam hubunganya dengan negara lain dan mencapai kepentingan-kepentingan nasionalnya semaksimal mungkin. Arti minimum yang inheren di dalam konsep kepentingan nasional adalah kelangsungan hidup. Dalam pandangan Morgenthau, kemampuan minimun negara-bangsa adalah melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan bangsa-bangsa lain. Dari tujuan-tujuan umum ini para pemimpim suatu negara bisa menurunkan kebijaksanaan-kebijaksanaan spesifik terhadap negara lain, baik yang bersifat kerjasama maupun konflik. Menurut asumsi neo realis, di dalam struktur yang anarki dimungkinkan untuk terciptanya kerjasama. Kerjasama akan terjadi apabila kebijakan atau langkah yang ditempuh antara negara satu akan secara otomatis menguntungkan negara lainya (adanya harmonisasi). Tetapi apabila kerjasama tersebut tidak menemukan harmonisasi atau tidak sesuai satu sama lain maka akan terjadi konflik. Rasionalitas merupakan pilihan yang diambil menurut kalkulsi untung rugi, sehingga negara dapat mengambil keputusan yang paling menguntungkan. Dalam perspektif neo realis yang mementingkan kepentingan nasional di atas segalanya, kerugian harus di hindari untuk pencapaian kepentingan nasioal secara maksimal. Dalam hal ini rasionalitas juga membutuhkan adanya policy adjusment. Dalam proses pembuatan keputusan politik luar negeri, Graham T. Allison mengajukan tiga model pembuatan keputusan , yaitu model Aktor Rasional, Proses Organisasi, dan Politik-Birokratis. aktor rasional. Dalam model ini, politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional, terutama suatu pemerintahan yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai auatu proses intelektual, dengan demikian analisis politik luar negeri harus memusatkan perhatian pada pene-laahan kepentingan nasional dan tujuan suatu bangsa, alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan perhitungan untung rugi atas masing-masing alternatif itu. dalam model ini para pembuat keputusan diasumsikan sebagai pihak yang rasional dengan hasil keputusan yang rasional.



Myanmar dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Berbicara mengenai Myanmar, tentu tidak terlepas dari peran Junta Militer dalam menjalankan roda pemerintahan yang banyak dianggap oleh kalangan internasional merupakan rezim pemerintahan yang kejam dan banyak melakukan pelanggaran HAM di negaranya. Banyak tekanan politik ditujukan kepada Myanmar terkait kasus pelanggaran HAM, demokrasi dan perdamaian di negara tersebut. Isu demokrasi, pelanggaran HAM dan perdamaian Myanmar berimbas pada tahun 2005 ketika rotasi kepemimpinan Myanmar menjadi ketua ASEAN 2006 yang cukup banyak  mendapat perhatian dunia Internasional dan menimbulkan pro dan kontra. Karena banyak tekanan dari dunia internasional yang menganggap Myanmar banyak mempunyai catatan pelanggaran HAM dan upaya-upaya pendekatan ASEAN untuk merangkul Myanmar agar tidak menduduki posisi ketua ASEAN. Akhirnya Myanmar mengundurkan diri untuk menjadi ketua ASEAN 2006 melalui pernyataan yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri ASEAN. Dipandang dari segi apapun, Myanmar adalah negara yang sangat tertutup. Baik dari segi ada tidaknya partai oposisi, kebebasan media, kebebasan berkelompok, tingkat pembangunan ekonomi, peradilan yang bersih, dan hak asasi manusia, semua menunjukkan bahwa pemerintahan junta militer telah membawa Myanmar menjadi sebuah negara yang dari segi pembangunan ekonomi lemah dan tidak terdapatnya perlindungan terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia. Hal ini sangat meresahkan rakyat Myanmar dan menuntut segera diberlakukan suatu sistem yang baru yang bisa mengayomi rakyat Myanmar.
Posisi Myanmar sebagai ketua ASEAN 2014 merupakan masa kepemimpinan yang krusial karena tahun 2015 ASEAN akan mencanangkan era ASEAN Community dimana kepemimpinan Myanmar 2014 harus dapat menjamin langkah-langkah tersebut dan mendukung langkah-langkah yang sudah dilakukan keketuaan sebelumnya guna menjamin terwujudnya ASEAN Community 2015. Para pemimpin ASEAN memberi catatan untuk Myanmar pada 2014 mendatang untuk menjadi negara yang semakin demokratis. Maka dari itu para pemimpin ASEAN akan terus memonitor perkembangan demokrasi di Myanmar. Keadaan perekonomian Myanmar yang terpuruk adalah dampak yang paling mengerikan atas pemberlakuan sistem pemerintahan otoriter yang dijalankan oleh Jenderal Ne Win. Karena sejak Ne Win menjalankan kebijakan ekonomi tertutup seperti swasembada ekonomi dan menutup diri dari pergulatan regional dan internasional, justru membuat perekonomian negara ini semakin memburuk. Kebijakan ini merupakan suatu keputusan dari pemerintah untuk membangun ekonominya sendiri tanpa bergantung pada investor asing maupun negara lain. Myanmar menyadari bahwa di era persaingan global seperti saat ini, Myanmar tidak lagi menutup diri untuk melakukan kerjasama dan beradaptasi dengan negara-negara tetangga dan juga sebagai bukti keseriusan pemerintahan Junta Militer Myanmar dalam memperbaiki perekonomiannya. Dengan alasan inilah kemudian Junta Militer Myanmar akhirnya bergabung dengan ASEAN sebagai organisasi yang solid dalam mendorong serta menstimulasikan pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya. Dan diharapkan dengan bergabungnya Myanmar menjadi anggota ASEAN dapat mendekatkan diri dengan negara-negara kawasan regional dan membangun hubungan kerjasama perdagangan baik yang bersifat regional maupun internasional. Sehingga nantinya Myanmar mampu menjual atau mengekspor produk-produk yang dihasilkan dari sumber daya alam yang dimilikinya.[2]
Presiden Myanmar U Thein Sein menyoroti upaya ASEAN untuk menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif melalui pembangunan usaha kecil dan menengah. Menurut dia, Myanmar menetapkan pembangunan UKM sebagai salah satu prioritas perekonomian negara itu. program pengembangan kapasitas UKM Myanmar bersama tiga negara ASEAN lain, yakni Kamboja, Laos, dan Vietnam, di bawah Inisiatif Integrasi ASEAN Fase 2, akan membantu memperkecil kesenjangan pembangunan di antara keempat negara tersebut dengan anggota ASEAN lainnya. Tujuan lainnya adalah mempercepat integrasi regional. Pernyataan Thein ini menarik, mengingat posisinya sebagai presiden pemerintahan sipil pertama Republik Uni Myanmar. Ia menjabat sejak 30 Maret 2011. Sejak itu pula Myanmar mulai melakukan berbagai kebijakan reformasi di bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Khusus di bidang ekonomi, reformasi dilakukan lewat pendekatan kebijakan fiskal dan moneter serta reformasi pelayanan perbankan. Semua perkembangan positif itu mendapat pengakuan dari komunitas internasional yang, antara lain, ditunjukkan dengan dikuranginya sanksi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Australia bagi negara berpenduduk 61 juta jiwa ini. Produk impor dari Myanmar meliputi sumber daya mineral, kacang-kacangan, jati, matpe hitam, dan tepung maizena. Thein mengimbuhkan, sebagai Ketua ASEAN 2014, Myanmar juga mendorong negara-negara ASEAN supaya berupaya sekuat tenaga guna mewujudkan integrasi ekonomi regional melalui liberalisasi arus barang, arus jasa dan investasi, tenaga kerja terampil, serta arus modal. Tujuannya adalah demi mewujudkan pencapaian Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Mengenai liberalisasi arus modal, Thein Sein percaya upaya untuk melakukan liberalisasi tarif dan pengembangan ASEAN Single Window akan meningkatkan arus perdagangan di antara negara-negara ASEAN dan di luar kawasan ASEAN. Thein melanjutkan, saat ini sebanyak 82,1 persen dari daftar langkah prioritas dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sudah berhasil diimplementasikan.[3]
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa kepentingan dan rasionalitas Myanmar dalam menyukseskan dan ikut berpartisipasi dalam MEA 2015 ini dapat dilihat melalui asumsi dasar dari Axelrod dan Keohane yang membagi 3 dimensi yang mempengaruhi actor melakukan kerjasama yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya kerjasama tersebut yaitu mutuality of interest, the shadow of the future, dan number of actors. Dalam hal ini kelompok kami berpendapat bahwa hal yang paling menonjol yang ditunjukkan oleh Myanmar adalah kecenderungan the shadow of the future dimana Ada 4 faktor yg membantu membentuk the Shadow of the Future, yakni:
- Long Time Horizon, hubungan kerjasama terus berlanjut dalam kurun waktu yang tak  terhingga.
- Regularity of Stakes, interaksi yang terus menerus bukan a single-play, satu kali permainan selesai.
- Reliability of Information about the Others’ Actions, informasi yang bisa diandalkan tentang tindakan aktor lain.
- Quick feedback about changes in the others’ actions, feedback antara kebijakan dan hasil yang cepat.
Hal ini dilihat dari kekuatan ASEAN yang ingin maju dalam ekonominya dan menjadi persatuan negara-negara ASEAN yang kuat dan dapat menyangi India dan Cina. Selain itu number of actors juga berpengaruh dalam suatu bentuk kerjasama dalam rezim. MEA 2015 merupakan bentuk kerjasama ekonomi yang melibatkan seluruh negara-negara ASEAN. Mau tidak mau kerjasama tersebut harus dijalankan bersama dan juga harus dipatuhi bersama.



[2] Kompasiana, 2 Faktor yang Mendorong Keikutsertaan Myanmar dalam ASEAN diakses di http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/01/03/2-faktor-yang-mendorong-keikutsertaan-myanmar-dalam-asean-330106.html   pada 14 September 2014
[3] Myanmar ingin sejajar dengan ASEAN http://www.tempo.co/read/news/2014/08/25/092602107/Myanmar-Ingin-Sejajar-dengan-Negara-ASEAN-Lain diakses tanggal 14 september 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar