“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Mekanisme Reformasi Struktural Mengatasi Krisis Amerika Latin dan Resep Washington Consensus



                    Oleh: Arfianto Rifki
                         Reformasi struktural di Amerika Latin diselenggarakan sejak tahun 1980-an  sebagai respon terhadap krisis finansial yang melanda negara-negara di kawasan tersebut. Pada awalnya di tahun 1980-an pemerintah Amerika Latin berupaya bernegosiasi dengan pemerintah AS terkait dengan Rencana Bantuan Marshall, namun keuangan AS pada saat itu dalam keadaan defisit dan lemah sehingga kesempatan untuk peminjaman bilateral terbatas.Maka jalan yang memungkinkan untuk menerima pendanaan melalui pinjaman dari agen-agen multilateral seperti IMF dan Bank Dunia yang menjadi sumber utama pendanaan bagi negara-negara yang terlilit hutang di Amerika Latin. 

         Namun konsekuensinya, aturan dan kontrol diberlakukan bagi negara-negara peminjam untuk mereformasi struktur dan kondisi ekonomi domestiknya dalam rangka untuk menerima pendanaan dari lembaga ini. Aturan tersebut menekankan pencapaian pada pertumbuhan ekonomi berorientasi ekspor (melalui liberalisasi perdagangan dan nilai tukar), meningkatkan pembentukan modal domestik (melalui reformasi keuangan dan pajak), dan mereduksi peran pemerintah di sektor ekonomi.[1] Sepanjang 1980-an banyak negara-negara menentang implementasi reformasi bersyarat itu, tapi yang lain bergerak lebih cepat dari apa yang disyaratkan oleh agen multilateral tersebut. Misalnya program privatisasi Mexico, di mana 100 badan usaha milik negara siap dijual, Begitu juga dengan Chile yang segera menghapus pembatasan dalam perdagangan. Hal yang paling mencolok yang segera dilakukan oleh negara-negara Amerika Latin dalam upaya reformasi struktural ekonomi ialah dengan mengeluarkan paket kebijakan fiskal untuk mengantisipasi kondisi perekonomian negara. Di Brazil misalnya, pemerintah mengurangi anggaran pengeluaran dan meningkatkan penerimaan negara (lewat pajak) sambil pada saat yang sama memperbaiki neraca pembayaran. Dan juga dalam kebijakan moneter segera ditempuh program penyesuaian nilai tukar otomatis melalui depresiasi dollar sebanyak 7 persen pertahun. Kebijakan seperti itu.hampir seragam diterapkan di negara-negara Amerika Latin.

       Organisasi multilateral berbasis Washington seperti IMF, Bank Dunia , dan IDB (Inter-American Development Bank) secara kuat berpengaruh baik sebagai peminjam dan penasihat kebijakan di tahun 1980an dan 1990an di Amerika Latin. Sehingga apa yang kemudian disebut Washington Consensus yang memiliki tiga ideologi utama dalam hal kebijakan ekonomi:[2]
a)        Pembukaan pasar-pasar Amerika Latin pada ekonomi dunia melalui liberalisasi perdagangan (fokus pada impor) dan memperemudah investasi langsung luar negeri.
b)        Mereduksi intervensi pemerintah secara langsung di sektor ekonomi melalui privatisasi begitu juga meningkatkan peran teknokrat dari kementerian ekonomi-  melalui pemberlakukan disiplin fiskal, perimbangan anggaran dan reformasi pajak.
c)        Meningkatkan signifikansi pasar dalam mengalokasikan sumber daya dan membuat sektor-sektor swasta sebagai instrumen utama dan pertumbuhan ekonomi- melalui deregulasi, jaminan hak kepemilikan, dan liberalisasi keuangan.
        

        Reformasi kebijakan ekonomi terjadi dalam dua generasi. Generasi pertama reformasi di tahun 1980an. Secara keseluruhan tujuan utamanya adalah untuk mencapai stabilitas makro ekonomi. Reformasi generasi pertama tidak di adopsi secara seragam di seluruh di Amerika Latin. Stalings dan Peres mengidentifikasi beberapa negara yang bertindak secara “agresif (Argentina, Bolivia, Chili, Peru ) sebagai lawan yang lebih “berhati-hati”  dalam (Brazil, Colombia, Costa Rica, Jamaica dan Mexico ) pada basis kecepatan dan lingkup reformasi. Keempatreformis'agresif' mengalamikrisisyang signifikan selamatahun 1980, namun kemudian mengalami pertumbuhan yang cepat(rata-rata keseluruhan 4,6persenper tahun) antara tahun 1990dan 2001. Pola inikemudian berubahkarenakrisisekonomi di Argentinayang dimulai padaakhir tahun 2001. Sebaliknya,reformis yang “berhati-hati” telah tumbuhdengan cepat di bawahorientasike dalam(tingkat pertumbuhan rata-rata 7,1persenpertahunantara tahun 1965dan 1980untuk Brazil, Colombia dan Mexico) dantelah mencatattingkat pertumbuhanselama krisishutang.
  
          Washington Consensus terus berkembang sepanjang 1990-an, menggabungkan kebijakan sosial dan ekonomi ke dalam paket reformasi. Reformasi generasi kedua menekankan hal-hal yang institusional dalam rekomendasi kebijakan mereka.Pemerintah diposisikan sebagai penggerak utama perubahan institusi (seperti penciptaan Bank sentral yang independen dan anggaran yang lebih kuat). Dan sebagai reaksi atas krisis finansial, maka pentingnya untuk memperkuat pengawasan Bank. Selain itu, mengacu pada kebutuhan untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif tidak hanya melalui privatisasi dan deregulasi tapi juga melalui investasi dalam institusi dan sumber daya manusia.Kebijakan sosialdilihat sebagaibagian integraldari prosesreformasi. Ketika pengeluaran pemerintahdalam kegiatan produktifberkurang, hal iniakanmembebaskansumber daya publikuntuk belanjasosial.

         Dampak krisis hutang dan setelahnya di awal 1980-an juga menyediakan katalis pada perubahan dasar dalam kebijakan. Salah satunya melalui reformasi perdagangan. Reformasi perdagangan menawarkan kemungkinan untuk devaluasi nilai tukar, peningkatan ekspor dan surplus perdagangan yang lebih tinggi yang berimplikasi pada keseimbangan modal dari negara-negara Amerika Latin. Jika ditinjau praktisnya, negara Amerika Latin memulai program liberalisasi rezim perdagangan antara tahun 1985 dan 1991. Di seluruh Amerika Latin, pembatasan tarif dan non tarif telah berkurang begitu juga kontrol terhadap mata uang asing khususnya di negara-negara kecil. Di samping itu terjadi pengurangan yang tajam di tingkat proteksi tarif pada impor. Reformasi perdagangansering dikaitkandengan perubahanpenting dalamnilai tukar. Setelahkrisis hutang, banyakmata uang Amerika latin telah didevaluasi, dan membuatekspordari sebagian besarnegara-negara AmerikaLatinbanyaklebih kompetitifdan merupakan salah satupenyebab utamapertumbuhan ekspordi banyak negara.

          Krisis finansial yang melanda negara-negara berkembang di Asia di tahun 1997-1998 berimplikasi menganggu stabilitas perekonomian di masing-masing negara, seperti Indonesia, Thailand dan Korea Selatan. Sadar akan hal itu pemerintah menggunakan jasa IMF dan Bank Dunia untuk mendapatkan pinjaman dana agar menutupi defisit. Namun konsekuensinya, samaseperti negara-negara di Amerika Latin, bahwa aturan dan kontrol diberlakukan bagi negara-negara peminjam untuk mereformasi struktur dan kondisi ekonomi domestiknya. Oleh ekonom Jhon Williamson,[3] reformasi ekonomi ini dirangkum dalam sepuluh ketentuan yang ia sebut sebagai Washington Consensus, yaitu: (1) pengetatan fiskal; (2) mengurangi alokasi dana pemerintah untuk sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur; (3) reformasi perpajakan; (4) liberalisasi nilai suku bunga; (5) penerapan nilai tukar yang kompetitif; (6) liberalisasi perdagangan; (7) liberalisasi investasi asing; (8) Privatisasi; (9) deregulasi; (10) Jaminan kepemilikan.
IMF menyaratkan reformasi dalam persetujuan kondisional IMF dalam mengatasi krisis keuangan di Asia yang ditargetkan dalam tiga area dimana hal ini telah tertuang dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani masing-masing pemerintah dengan IMF dalam kesepakatan tersebut. Ketiga area tersebut yaitu:[4]
a)         Stabilisasi makro-ekonomi,
Stabilisasi makro-ekonomi menurut IMF dibutuhkan untuk memulihkan kepercayaan pasar dan untuk mencegah keluarnya arus modal. Pemerintah didesak untuk mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bungauntuk membendungdepresiasimata uang mereka. Pengetatan kebijakanfiskaljuga disyaratkanagar menghasilkansumberkeuangan yang diperlukan(cadangan devisa) untuk membayarrestrukturisasisektor keuangan.

b)        Restrukuturisasi sektor keuangan
Reformasi sektor keuangan didasarkan pada tiga komponen yang saling berkaitan. Pertama, pemerintah disyaratkan untuk menutup institusi keuangan yang bangkrut. Di Thailand, misalnya, pemerintah menutup 56 perusahaan keuangan yang pailit; pemerintah Korea Selatan menutup 9 Bank dagang; pemerintah Indonesia menutup 64 dari 273 Bank. Kedua, pemerintah diminta untuk untuk merekapitalisasilembaga keuanganyang lemah. Misalnya, pemerintah Korea Selatan merekapitalisasi Korea First Bank (KFB) dan Seoul Bank (SB) hingga mampu berjalan lebih efektif. Indonesia merekapitalisasi bank swasta diantaranya Danamon, BCA, dan Lippo dan Bank BUMN seperti BNI, BRI, dan BTN. Ketiga, Pemerintah disyaratkan merestrukturisasi sistem keuangan mereka untuk meningkatkan kualitas intermediasi keuangan. Restrukturisasimensyaratkanmendesain ulangperaturan keuanganuntuk mendorongpengawasan yang lebih baik, mengakhirihubungan yangerat antarapejabat pemerintahdan lembaga keuangan, dan membukaindustri jasa keuangandalam negeri untuklembaga keuangan asing.
c)         Reformasi struktural
Reformasi struktural termasuk liberalisasi perdagangan, menghapus praktik-praktik monopoli domestik begitu juga dengan regulasi dan praktik-praktik yang tidak kompetitif, dan privatisasi BUMN. Di Thailand, reformasi struktural ditujukan pada layanan publik dan BUMN. Di Indonesia, IMF menekan pemerintah untuk menderegulasi pertanian dan mengurangi posisi monopoli dari lembaga pemasaran pertanian nasional. Bulog misalnya, dikurangi kekuasaannya hanya untuk menangani beras saja, setelah sebelumnya memonopoli impor dan distribusi beras, gula serta gandum. Pemerintah Indonesia juga ditekan untuk memprivatisasi 13 BUMN dan menundapengembangan industriotomotif(MOBNAS) dan pesawat (IPTN).


[1]Gwynne, “Structural reform in South America & Mexico: Economic & regional perspectives” (Chapter 3) dalam Gwynne & Kay, 2004, Latin America Transformed: Globalization & Modernity, hal 47
[2]Oatley, 2006, International Political Economy, Longman.
[3]Jhon Williamson, Latin America Adjusment: How much has Happened? Dalam Syamsul Hadi, et,al, 2007, Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi, di Indonesia, Tangerang: Margin Kiri, hal, 21
[4]Op.Cit, Oatley

Tidak ada komentar:

Posting Komentar