Oleh:
Ahmad Mubarak Munir, Arnodya
Rizkiawan, Haryo Prasodjo, Rekha Kresana, Rochmy Hamdani Akbar, Zean Pratama
“Fukuyama’s belief
that western forms of government and
political economy are the ultimate destination which the entire human race will
eventually reach poses a number of challenges for orthodoxy within International
Relations”[1]
Optimisme
Fukuyama pada model pemerintahan barat menggambarkan konteks pada saat itu
(akhir era 80-a) kemenangan ideologi liberal atas sosialisme di Uni Soviet.
Fukuyama percaya bahwa bentuk pemerintahan yang ideal adalah model berat dengan
menekankan kebebasan pada segi ekonomi politik. Dalam bentuk ekonomi adalah
pasar bebas dan dalam bentuk politik adalah demokrasi. Sebagaimana kaum Liberal
percaya seperti Immanuel Kant bahwa perdamaian adalah kondisi paling normal
dari situasi internasional, perang menjadi keabnormalan bagi sejarah umat
manusia. Kaum Liberal percaya bahwa pasar bebas dan demokrasi adalah resep
untuk mencegah perang itu terjadi. Demokrasi akan mencegah elitism kaum
arstikorat sedangkan pasar bebas akan menghindarkan batas-batas antar manusia
yang berbeda secara geografis dan menyatukan mereka dalam kepentingan dan
komunitas yang sama.
Berbicara
mengenai demokrasi,-sebagaimana kaum
liberal percaya untuk mencapai perdamaian, demokrasi menjadi sebuah keniscayaan
bagi negara-negara dunia untuk menjalankan pemerintahannya. Namun tidak
sedikit, demokrasi ini menimbulkan perdebatan
dan tentunya mengalami deviasi dalam pelaksanaanya. Bahkan seringkali
demokrasi dianggap hanya bisa dijalankan pada negara-negara barat saja dan
bukan negara –negara di Asia atau kurang
relevan.[2]
Terkait dengan Globalisasi. Gobalisasi memiliki hal penting dalam demokratisasi . Ada dua faktor besar globalisasi dapat
mempengaruhi demokrasi. Pertama, revolusi teknologi seperti adanya media sosial
menyebabkan penyebaran ide-ide seperti Hak Asasi Manusia, Kesataraan Gender dan
Demokrasi menjadi semakin cepat sehingga setiap pelanggaran disuatu negara
dapat menuai protes Internasional . Kedua, menguatnya peranaktor-aktor non negara seperti NGO ,
MNC, dan individu dalam menekan negara. menyebabkan negara harus mengurangi
otonominya dan menciptakan demokrasi. Namun demikian globalisasi juga
memberikan dampak negative yang besar bagi pelaksanaan demokrasi seperti
ketimpangan sosial dan ekonomi .Ada dua hal besar yang mempengaruhi dampak
negatif ini :pertama kekuasaan negara yang semakin menurun dibawah aktor-aktor
non negara seperti MNC membuat negara harus mengakomodasi kepentingan MNC itu
sendiri yakni profit sehingga kesejahteraan rakyat sebagai kepentingan utama
negara. Terlebih lagi dalam globalisasi yang sarat akan neoliberalisme ini
ditopang pada market driven development.Kedua,
instabilitas keuangan global sering membuat krisis demokrasi.[3]
Ketimpangan –ketimpangan ini sering kali mempengaruhi pelaksanaan demokrasi dan
terkadang berujung pada krisis itu sendiri. Dalam paper ini akan dibahas
mengenai krisis demokrasi dengan studi kasus
di Thailand.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar