“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Globalisasi Dan Krisis Demokrasi Studi Kasus : Krisis Demokrasi Thailand 2013



Oleh:

Ahmad Mubarak Munir, Arnodya Rizkiawan, Haryo Prasodjo, Rekha Kresana, Rochmy Hamdani Akbar,  Zean Pratama 


“Fukuyama’s belief that  western forms of government and political economy are the ultimate destination which the entire human race will eventually reach poses a number of challenges for orthodoxy within International Relations”[1]

Optimisme Fukuyama pada model pemerintahan barat menggambarkan konteks pada saat itu (akhir era 80-a) kemenangan ideologi liberal atas sosialisme di Uni Soviet. Fukuyama percaya bahwa bentuk pemerintahan yang ideal adalah model berat dengan menekankan kebebasan pada segi ekonomi politik. Dalam bentuk ekonomi adalah pasar bebas dan dalam bentuk politik adalah demokrasi. Sebagaimana kaum Liberal percaya seperti Immanuel Kant bahwa perdamaian adalah kondisi paling normal dari situasi internasional, perang menjadi keabnormalan bagi sejarah umat manusia. Kaum Liberal percaya bahwa pasar bebas dan demokrasi adalah resep untuk mencegah perang itu terjadi. Demokrasi akan mencegah elitism kaum arstikorat sedangkan pasar bebas akan menghindarkan batas-batas antar manusia yang berbeda secara geografis dan menyatukan mereka dalam kepentingan dan komunitas yang sama.

Berbicara mengenai demokrasi,-sebagaimana  kaum liberal percaya untuk mencapai perdamaian, demokrasi menjadi sebuah keniscayaan bagi negara-negara dunia untuk menjalankan pemerintahannya. Namun tidak sedikit, demokrasi ini menimbulkan perdebatan  dan tentunya mengalami deviasi dalam pelaksanaanya. Bahkan seringkali demokrasi dianggap hanya bisa dijalankan pada negara-negara barat saja dan bukan negara –negara di Asia atau kurang  relevan.[2] Terkait dengan Globalisasi. Gobalisasi memiliki hal penting dalam  demokratisasi . Ada  dua faktor besar globalisasi dapat mempengaruhi demokrasi. Pertama, revolusi teknologi seperti adanya media sosial menyebabkan penyebaran ide-ide seperti Hak Asasi Manusia, Kesataraan Gender dan Demokrasi menjadi semakin cepat sehingga setiap pelanggaran disuatu negara dapat menuai protes Internasional . Kedua, menguatnya  peranaktor-aktor non negara seperti NGO , MNC, dan individu dalam menekan negara. menyebabkan negara harus mengurangi otonominya dan menciptakan demokrasi. Namun demikian globalisasi juga memberikan dampak negative yang besar bagi pelaksanaan demokrasi seperti ketimpangan sosial dan ekonomi .Ada dua hal besar yang mempengaruhi dampak negatif ini :pertama kekuasaan negara yang semakin menurun dibawah aktor-aktor non negara seperti MNC membuat negara harus mengakomodasi kepentingan MNC itu sendiri yakni profit sehingga kesejahteraan rakyat sebagai kepentingan utama negara. Terlebih lagi dalam globalisasi yang sarat akan neoliberalisme ini ditopang pada market driven development.Kedua, instabilitas keuangan global sering membuat krisis demokrasi.[3] Ketimpangan –ketimpangan ini sering kali mempengaruhi pelaksanaan demokrasi dan terkadang berujung pada krisis itu sendiri. Dalam paper ini akan dibahas mengenai krisis demokrasi dengan studi kasus  di Thailand.


[1] [1] Burchil, Scott.2005.” Theories of International Relations”.New York. Palgrave macmillan. Hal. 56
[2] Ibid  hal  68.
[3] WInarno, Prof. Budi.2011,”Isu-Isu Global kontemporer”. CAPS. Yogyakarta,hal.131-134

Tidak ada komentar:

Posting Komentar