Oleh: Astiwi Inayah, Citra Istiqomah, Dian Trianita Lestari, Feriana
Kushindarti, Irani Siti N, Muhammad Nizar H, Nofansyah Ibrahim, Novi Rizka A, Reza
Triarda, Siti Fadilah
Terdapat beberapa pandangan atau sisi tentang pengaruh Globalisasi terhadap
regionalisme saat ini:
Pertama, integrasi yang
semakin mendalam menciptakan persoalan-persoalan yang membutuhkan manajemen
kolektif, dan lebih spesifik, bentuk-bentuk manajemen dan regulasi yang
melibatkan hak prerogatif negara. Inilah suatu rangsangan politis bagi
regionalisme dalam membangun institusi-institusi tertentu pada tataran regional
dari pada tingkat global.
Kedua, karakteristik global dalam banyak isu seringkali dilebih-lebihkan.
Isu-isu global seperti lingkungan hidup, pengungsi karena bencana alam, atau
migrasi karena ancaman human security,
kemudian permasalahan kekerasan terhadap hak asasi manusia (HAM), semua itu
memang sudah disadari oleh semua orang di dunia dan menimbulkan empati orang
sedunia. Namun, yang lebih merasakan efek serta dampak dari isu-isu tersebut
adalah individu dan kawasan tertentu dimana isu-isu tersebut terjadi dari pada
tataran global. sehingga, penyelesaiannya alangkah lebih baik diselesaikan
dalam tataran regional dimana keseimbangan kepentingan dan insentif yang
mungkin menekan negara-negara untuk mencari respon kebijakan.
Ketiga, terdapat pendapat
bahwa regionalisme adalah ikatan atau wadah yang paling mewakili tingkat
negara-negara untuk menghadapi kinerja pasar dan tekanan-tekanan teknologi
karena tren globalisasi.
Keempat, integrasi global
mungkin bertindak sebagai perangsang yang kuat bagi regionalisme ekonomi dengan
mengubah serta memperkuat pola-pola persaingan ekonomi kaum merkantilis.
Regionalisme ekonomi mungkin digerakan oleh perusahaan-perusahaan transnasional
dan percaturan politik dalam integrasi regional bisa dipahami dalam kerangka
penyatuan berbagai kepentingan antar elit-elit negara dan perusahaan dalam
menanggapi berbagai perubahan dalam struktur ekonomi internasional.
Dari elaborasi di atas, dapat
ditarik sebuah benang merah mengenai relevansi antara globalisasi dengan
regionalisme, khususnya tentang bagaimana globalisasi akan mendorong
regionalisme dapat dijelaskan dalam empat cara.[1] Pertama, adanya
integrasi yang semakin mendalam memunculkan persoalan-persoalan yang
membutuhkan manajemen kolektif dan lebih spesifik serta bentuk-bentuk manajemen
dan regulasi yang melibatkan hak prerogatif negara. Kedua, adanya karakteristik
global dalam banyak isu yang seringkali dilebih-lebihkan. Meskipun terdapat
isu-isu yang bersifat global, namun dampaknya lebih sering dirasakan dalam
suatu kawasan. Ketiga, di satu sisi ada keinginan untuk melakukan rekonsiliasi
menuju integrasi pasar secara global dan tekanan-tekanan teknologi ke arah
globalisasi dan integrasi, dan di sisi lain ada kecenderungan ke arah
fragmentasi dalam waktu bersamaan. Keempat, integrasi ekonomi global
kemungkinan merupakan stimulus yang paling kuat untuk mendorong regionalisme ekonomi
melalui intensifikasi pola-pola kompetisi ekonomi merkantilis.
Sementara itu,
terkait dengan teori interdependensi, dimana terbentuknya trend kerja sama kawasan didorong oleh adanya kebutuhan yang tak
terhindarkan untuk berinteraksi satu sama lain. Globalisasi tidak hanya
mempersempit jarak dan waktu, namun juga membuat dunia semakin terintegrasi
atau hilangnya batas-batas negara dalam konteks yang konvensional/tradisional.
Oleh karenanya, globalisasi, yang juga bersifat tak terelakkan, menjadi prasyarat
dan dengan sendirinya membantu penyebaran regionalisme.
Akan tetapi,
seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, pro dan kontra mengenai posisi
regionalisme sebagai batu loncatan atau justru penghalang bagi terwujudnya
masyarakat global yang bersifat kosmopolitan seperti yang diharapkan pada
mulanya, termasuk oleh rezim internasional seperti GATT (sekarang WTO) belum
menemui titik temu. Dalam dinamikanya, ketika mayoritas negara masuk ke dalam trend liberalisasi yang hampir tak
terhindarkan, mereka mencoba mempromosikan perdagangan bebas untuk menghapuskan
hambatan perdagangan, sehingga kerja sama kawasan menjadi salah satu
alat/instrumen batu loncatan (stepping
stone) untuk mencapai perdagangan dan kerjasama yang lebih luas dan
menyeluruh, tanpa memandang suatu negara berasal dari kawasan tertentu. Di sisi
lain, beberapa pandangan yang bertentangan menyatakan bahwa kerja sama kawasan
justru menjadi instrumen proteksi perdagangan bagi negara-negara anggotanya
melalui pemberian privilege, dan menjadi hambatan (stumbling block) bagi terciptanya global village.
[1] L. Fawcett & A. Hurrell (eds.), “Regionalism in World
Politics: Regional Organization and International Order”, dalam Budi Winarno, Politik Regionalisme dan Tantangan ASEAN di Tengah Arus Besar
Globalisasi, 2008, hal.
3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar