“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Pengaruh Globalisasi Terhadap Regionalisme




Oleh: Astiwi Inayah, Citra Istiqomah, Dian Trianita Lestari, Feriana Kushindarti, Irani Siti N, Muhammad Nizar H, Nofansyah Ibrahim, Novi Rizka A, Reza Triarda, Siti Fadilah                          
Terdapat beberapa pandangan atau sisi tentang pengaruh Globalisasi terhadap regionalisme saat ini:
Pertama, integrasi yang semakin mendalam menciptakan persoalan-persoalan yang membutuhkan manajemen kolektif, dan lebih spesifik, bentuk-bentuk manajemen dan regulasi yang melibatkan hak prerogatif negara. Inilah suatu rangsangan politis bagi regionalisme dalam membangun institusi-institusi tertentu pada tataran regional dari pada tingkat global.
Kedua, karakteristik global dalam banyak isu seringkali dilebih-lebihkan. Isu-isu global seperti lingkungan hidup, pengungsi karena bencana alam, atau migrasi karena ancaman human security, kemudian permasalahan kekerasan terhadap hak asasi manusia (HAM), semua itu memang sudah disadari oleh semua orang di dunia dan menimbulkan empati orang sedunia. Namun, yang lebih merasakan efek serta dampak dari isu-isu tersebut adalah individu dan kawasan tertentu dimana isu-isu tersebut terjadi dari pada tataran global. sehingga, penyelesaiannya alangkah lebih baik diselesaikan dalam tataran regional dimana keseimbangan kepentingan dan insentif yang mungkin menekan negara-negara untuk mencari respon kebijakan.
Ketiga, terdapat pendapat bahwa regionalisme adalah ikatan atau wadah yang paling mewakili tingkat negara-negara untuk menghadapi kinerja pasar dan tekanan-tekanan teknologi karena tren globalisasi.
Keempat, integrasi global mungkin bertindak sebagai perangsang yang kuat bagi regionalisme ekonomi dengan mengubah serta memperkuat pola-pola persaingan ekonomi kaum merkantilis. Regionalisme ekonomi mungkin digerakan oleh perusahaan-perusahaan transnasional dan percaturan politik dalam integrasi regional bisa dipahami dalam kerangka penyatuan berbagai kepentingan antar elit-elit negara dan perusahaan dalam menanggapi berbagai perubahan dalam struktur ekonomi internasional.


Dari elaborasi di atas, dapat ditarik sebuah benang merah mengenai relevansi antara globalisasi dengan regionalisme, khususnya tentang bagaimana globalisasi akan mendorong regionalisme dapat dijelaskan dalam empat cara.[1] Pertama, adanya integrasi yang semakin mendalam memunculkan persoalan-persoalan yang membutuhkan manajemen kolektif dan lebih spesifik serta bentuk-bentuk manajemen dan regulasi yang melibatkan hak prerogatif negara. Kedua, adanya karakteristik global dalam banyak isu yang seringkali dilebih-lebihkan. Meskipun terdapat isu-isu yang bersifat global, namun dampaknya lebih sering dirasakan dalam suatu kawasan. Ketiga, di satu sisi ada keinginan untuk melakukan rekonsiliasi menuju integrasi pasar secara global dan tekanan-tekanan teknologi ke arah globalisasi dan integrasi, dan di sisi lain ada kecenderungan ke arah fragmentasi dalam waktu bersamaan. Keempat, integrasi ekonomi global kemungkinan merupakan stimulus yang paling kuat untuk mendorong regionalisme ekonomi melalui intensifikasi pola-pola kompetisi ekonomi merkantilis.
Sementara itu, terkait dengan teori interdependensi, dimana terbentuknya trend kerja sama kawasan didorong oleh adanya kebutuhan yang tak terhindarkan untuk berinteraksi satu sama lain. Globalisasi tidak hanya mempersempit jarak dan waktu, namun juga membuat dunia semakin terintegrasi atau hilangnya batas-batas negara dalam konteks yang konvensional/tradisional. Oleh karenanya, globalisasi, yang juga bersifat tak terelakkan, menjadi prasyarat dan dengan sendirinya membantu penyebaran regionalisme.
Akan tetapi, seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, pro dan kontra mengenai posisi regionalisme sebagai batu loncatan atau justru penghalang bagi terwujudnya masyarakat global yang bersifat kosmopolitan seperti yang diharapkan pada mulanya, termasuk oleh rezim internasional seperti GATT (sekarang WTO) belum menemui titik temu. Dalam dinamikanya, ketika mayoritas negara masuk ke dalam trend liberalisasi yang hampir tak terhindarkan, mereka mencoba mempromosikan perdagangan bebas untuk menghapuskan hambatan perdagangan, sehingga kerja sama kawasan menjadi salah satu alat/instrumen batu loncatan (stepping stone) untuk mencapai perdagangan dan kerjasama yang lebih luas dan menyeluruh, tanpa memandang suatu negara berasal dari kawasan tertentu. Di sisi lain, beberapa pandangan yang bertentangan menyatakan bahwa kerja sama kawasan justru menjadi instrumen proteksi perdagangan bagi negara-negara anggotanya melalui pemberian privilege, dan menjadi hambatan (stumbling block) bagi terciptanya global village.


[1] L. Fawcett & A. Hurrell (eds.), “Regionalism in World Politics: Regional Organization and International Order”, dalam Budi Winarno, Politik Regionalisme dan Tantangan ASEAN di Tengah Arus Besar Globalisasi, 2008, hal. 3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar