M.
Syaprin Zahidi[1]
[1] Korespondensi penulis: M. Syaprin Zahidi, Jurusan Hubungan
Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Tlogomas 246 Malang. Telp:
(0341) 464318. Email: m_syaprin@yahoo.com
Abstract
USAID
is the legal institution foreign aid of
US Government which has position under ministry of foreign affair of US
Government and has a function to help the developing countries in the world.
The programs that operates by USAID in developing countries especially in
Indonesia are Basic Human Services, Education, Aid program in restructuring oil
and gas sector and others.
The
result from this research, the national interest of USA in Indonesia by exploit
source of oil and gas in Indonesia is to fulfillment the energy necessity in
USA. In exploit the source of oil and gas in Indonesia, US Government use it
MNC’S in Indonesia which more benefited with the deal of oil and gas law No 22
Year 2001 as the result of USAID influence. The benefit from the the deal of
oil and gas law is the increase of their production and supply of oil and gas
to USA. In this research suggestion to
Indonesia government is to do the diversification policy in oil and gas
sector.
Key Words: MNC, Oil and gas Law, USAID,
US Government
Pendahuluan
United States Agency for International Development (USAID) adalah
lembaga pemerintah federal Amerika Serikat yang bersifat independen,
lembaga ini diresmikan pada masa pemerintahan Presiden John F.Kennedy, sebagai
bagian dari Undang-Undang tentang Bantuan Luar Negeri (Marshall Plan) pada
tanggal 3 November 1961. Lembaga ini memberikan bantuan kemanusiaan berupa
bahan makanan dan barang-barang lain, termasuk bantuan bagi korban bencana
alam, pemeliharaan kesehatan seperti: vaksinasi, imunisasi, perlindungan dari
aids, gizi untuk ibu dan anak juga pelayanan program keluarga berencana. USAID
di Indonesia sendiri telah mulai beroperasi sejak tahun 1950-an dan memiliki
beberapa program diantaranya program transisi menuju demokrasi, perbaikan
ekonomi dan sistem finansial, perluasan lapangan kerja, pengelolaan lingkungan
hidup serta jaminan pangan untuk kelompok masyarakat tertentu.[1]
Program-program
USAID di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kepentingan Amerika Serikat di
Indonesia. Salah satu program USAID yang mengusung kepentingan Amerika Serikat didalamnya
yaitu bantuan USAID pada pemerintah Indonesia dalam proses perubahan
Undang-Undang Migas No 8 Tahun 1971 menjadi Undang-Undang No 22 Tahun 2001.
Undang-Undang ini dirancang untuk membuka dan meliberalisasi sektor Migas di
Indonesia, peranan USAID sendiri didalamnya yaitu memberikan bantuan berupa
tenaga ahli dan dana kepada pemerintah Indonesia.[2]
Awalnya Undang-Undang Migas di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No 8
tahun 1971 yang lebih menjamin kepentingan nasional sebagaimana diutarakan
oleh Pandji R Hadinoto dan T Kusmanandy
(Praktisi Hukum dan pemerhati Undang-Undang Migas) bahwa dalam Undang-Undang
ini pengelolaan sektor hulu dan hilir Migas tidak dipisahkan mengingat Migas
sebagai kebutuhan yang sangat vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. Di
samping itu demi menjaga stabilitas harga dan pemenuhan pasokan sumber energi
bagi masyarakat.[3]
Pencabutan
Undang-Undang ini diindikasikan sebagai implementasi dari LoI (Letter of
Intent) pemerintah Indonesia dengan IMF pada poin 80, 81 dan 82 tanggal 20
Januari 2000, sebagaimana diutarakan oleh DR. Kurtubi[4]
bahwa ada pengaruh asing terhadap
perubahan Undang-Undang Migas yang diinisiatori[5]
oleh International Monetary Fund (IMF) melalui Letter of Intent
(LoI) yang mengharuskan pemerintah Indonesia untuk mengubah Undang-undang
Migasnya.[6]
1
|
Undang-Undang
No 22 Tahun 2001 itu sendiri mengandung beberapa pasal yang bertentangan dengan
Pasal 33 UUD 1945 diantaranya yaitu :
1).
·
Pasal
12.(3) : “Menteri (ESDM) menetapkan Badan Usaha atau Badan Usaha tetap yang
diberi wewenang melakukan kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada
Wilayah Kerja
·
Pasal
22.(1) : Badan Usaha atau Badan Usaha tetap wajib menyerahkan paling banyak 25%
(dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
·
Pasal
28.(2) : “Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar”.[10]
Pasal-pasal
dalam Undang-Undang Migas No 22 Tahun 2001 ini bertentangan dengan Pasal 33 UUD
1945 ayat 3 dan 4 yang isinya yaitu :
·
Pasal
33. (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
·
Pasal
33. (4) : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.[11]
Dalam
penelitian ini peneliti akan memfokuskan kajian masalah pada pengaruh USAID
terhadap proses perubahan Undang-Undang Migas di Indonesia, serta apa
kepentingan Amerika Serikat dibalik pengaruh tersebut. Sehingga pemerintah
Indonesia dibawah kepemimpinan presiden Megawati Soekarno Putri bersedia
menerima bantuan dari USAID dalam proses perubahan Undang-Undang tersebut dan
akhirnya Undang-Undang tersebut disahkan oleh DPR.
Kajian Teoritis
A. Pendekatan Ekonomi Politik Internasional (EPI),
Prespektif Merkantilis
Minyak dan gas bumi merupakan komoditi yang menjadi
kebutuhan setiap masyarakat dunia saat ini, sehingga kebijakan mengenai Migas
bukan lagi hanya kebijakan yang dipertimbangkan dari aspek ekonomi tetapi juga
oleh aspek politik. Penjelasan ini sejalan dengan paradigma ekonomi politik,
bahwa kebijakan umumnya merupakan hasil dari interaksi antara aspek politik dan
ekonomi.[12]
Oleh karena itu menurut peneliti kebijakan pemerintah Indonesia yang merubah
Undang-Undang Migas No 8 Tahun 1971 menjadi Undang-Undang Migas No 22 Tahun
2001 dapat kita analisa melalui prespektif ekonomi politik internasional.
Salah satu prespektif dalam Ekonomi Politik Internasional
(EPI) yaitu prespektif Merkantilis
menyebutkan bahwa membangun sebuah negara yang kuat memerlukan akumulasi
kekayaan atau kapital karena itu pembangunan ekonomi harus diprioritaskan, jika
akumulasi kekayaan itu tidak cukup dilakukan didalam negeri maka harus
dilakukan diluar negeri. Prespektif ini juga menyatakan bahwa kebijakan ekonomi
selalu tunduk kepada kepentingan politik dan kekuasaan. [13]
Gagasan yang dalam ilmu ekonomi ini disebut sebagai merkantilis sama dengan
paham yang dalam ilmu politik disebut realisme politik.[14]
Penelitian yang peneliti angkat tentang Kepentingan
Amerika Serikat dalam Program Bantuan USAID di Indonesia (Studi Pada perubahan
Undang-Undang Migas No 8 Tahun 1971 menjadi Undang-Undang No 22 Tahun 2001).
Dapat dijelaskan dengan prespektif Merkantilis. Dimana Usaha AS untuk menguasai
sektor Migas di Indonesia dilakukan dengan liberalisasi sektor Migas di
Indonesia melalui lembaga pendukungnya IMF yang menekan pemerintah Indonesia
agar merestukturisasi dan menderegulasi peraturan mengenai Migas di Indonesia
melalui Letter of Intent (LoI)
pada tanggal 20 Januari tahun 2000 pada poin 80 ,81 dan 82. Hal ini
dilakukan karena peraturan mengenai Migas di Indonesia masih diatur oleh negara
dan hal ini tentunya menghambat pencapaian kepentingan nasional AS untuk
menguasai sektor Migas Indonesia.
B. Organisasi
Internasional
Semakin kompleksnya permasalahan dalam hubungan
internasional juga diikuti dengan semakin bertambahnya aktor yang terlibat
dalam hubungan internasional mulai dari individu, kelompok serta masyarakat
disebuah negara. Kompleksitas ini juga ditandai dengan semakin meluasnya isu
yang dibahas dalam hubungan internasional.
Organisasi Internasional juga
merupakan aktor yang sangat berperan dalam hubungan internasional dikarenakan
peranannya yang melewati batas negara dan berimplikasi terhadap negara-negara
di dunia. Organisasi Internasional menurut Michael Hass memiliki dua pengertian
yaitu:
Pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai
serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat dan waktu pertemuan; kedua,
organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu
kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non-lembaga dalam istilah organisasi
internasional ini.[15]
Pengertian mengenai organisasi
internasional ini dapat mendeskripsikan mengenai USAID (United States Agency
for International Development) yaitu sebuah lembaga independen di bawah
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang bertugas memberikan bantuan Amerika
Serikat kepada negara-negara berkembang yang juga memiliki peraturan secara
organisatoris dan memiliki perwakilan di
negara-negara Afrika, Asia, Eropa Timur dan Eropa Tengah, Amerika Latin dan
Karibia, Timur Tengah, serta negara-negara yang pernah bergabung dengan Uni
Soviet.
C. Bantuan Luar
Negeri
Dalam penelitian ini pengaruh USAID dapat dilihat pada
pemberian bantuan luar negeri dalam bentuk dana kepada pemerintah Indonesia
untuk merubah Undang-Undang Migas di Indonesia. Pengertian mengenai
bentuk-bentuk bantuan luar negeri ini telah diutarakan oleh Hans Morgenthau
yaitu:
The firs prerequisite for the development of a
viable foreign aid policy is the recognition of the diversity of policies that
go by that name. Six such can be distinguished which have only one thing in
common: the transfer of money, goods and services from one nation to another.
They are humanitarian foreign aid, subsistence foreign aid, military foreign
aid, bribery, prestige foreign aid, and foreign aid for economic development.[16]
Hans Morgenthau menjelaskan
bahwa bentuk-bentuk bantuan luar negeri terdiri dari bantuan kemanusiaan,
bantuan terhadap negara yang sedang mengalami krisis, bantuan militer, bantuan
dalam bentuk penyuapan, bantuan untuk menstabilkan sebuah negara dan bantuan untuk
mengembangkan ekonomi sebuah negara.
Berdasarkan pemaparan
Morgenthau diatas kita dapat melihat Amerika Serikat memiliki kepentingan
strategis dan ekonomis sehingga memberikan bantuan restrukturisasi sektor Migas
di Indonesia melalui USAID dan berdasarkan pendekatan realis bantuan luar
negeri dapat dipandang sebagai bribes (suap) kepada pemerintah kita agar
bersedia untuk mensahkan Undang-Undang Migas di Indonesia yang notabene
mengakomodir kepentingan Ekonomi Amerika Serikat.
Pembahasan
USAID
Pada
tanggal 4 September 1961, Kongres Amerika Serikat meloloskan Undang-Undang
tentang bantuan luar negeri yang memisahkan antara program bantuan militer dan
bantuan non militer. Undang-Undang ini juga memberikan mandat kepada pemerintah
Amerika Serikat agar menciptakan sebuah badan yang bertugas untuk mengelola
program bantuan ekonomi dari Amerika Serikat kepada negara-negara yang
membutuhkan didunia ini. Akhirnya pada tanggal 3 November 1961, Presiden
Amerika Serikat pada waktu itu yaitu John F.Kennedy memprakarsai didirikannya
lembaga bantuan resmi Amerika Serikat yang bernama United State Agency for
International Development (USAID).
USAID merupakan organisasi bantuan asing
pertama yang menekankan bantuannya pada bantuan jangka panjang dan gerakan
sosial. Bantuan-bantuannya ini terbebas dari unsur politik dan militer sehingga
USAID bisa langsung memberikan bantuannya kepada negara-negara berkembang di
dunia. Tujuan dari didirikannya USAID sendiri yaitu untuk memberikan bantuan
yang benar-benar dibutuhkan oleh negara-negara didunia ini dan membantu
negara-negara didunia ini dalam mempertahankan kemerdekaan mereka.[17]
Di
Indonesia, USAID sendiri telah mulai bekerja sejak tahun 1950. saat ini USAID
fokus untuk membantu Indonesia dalam program pendidikan dasar, pemerintahan
yang demokratis, pembangunan kembali pasca tsunami, pertumbuhan ekonomi,
kesehatan, air, makanan dan lingkungan. Selain menyelesaikan bantuan dalam
bentuk teknis, program-program USAID juga memberikan dukungan pada implementasi
dari kesepakatan damai di Aceh, yang berarti merupakan akhir dari 30 tahun
konflik di propinsi Aceh.[18]
Berikut ini adalah program-program
USAID di Indonesia antara lain bergerak dibidang Bantuan Kemanusiaan,
Pendidikan, Demokrasi dan pemerintahan, Pertumbuhan Ekonomi, Rekonstruksi Pasca
Tsunami, Respon terhadap gempa bumi dan bantuan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam penelitian ini peneliti akan memfokuskan penelitian pada program USAID
dalam restrukturisasi Sektor Migas di
Indonesia. Dimana dalam program bantuan ini USAID telah membantu pemerintah
Indonesia sejak tahun 2000 dan berakhir pada tahun 2004, dengan jumlah bantuan
awal sebesar US$ 4000.000 pada tahun 2000. USAID juga merencanakan mengucurkan
dana sebesar US$ 850.000 (Rp 7,8 Milyar) pada tahun 2001 kepada LSM-LSM dan universitas-universitas
di Indonesia untuk membantu USAID dalam kampanye tentang penghapusan subsidi
energi dari pemerintah kepada masyarakat.[19] Bantuan selanjutnya dari USAID dalam reformasi ini
adalah sebesar US$ 20 Juta (sekitar Rp 186 Milyar) termasuk didalamnya adalah
pinjaman dari ADB dalam restrukturisasi sektor energi di Indonesia.[20]
Hubungan antara USAID-MNC-MNC minyak AS dan Pemerintah AS dalam Kebijakan Ekonominya di Indonesia
USAID merupakan lembaga independen yang berada di bawah
Departemen Luar negeri Amerika Serikat dan memiliki program untuk memberikan
bantuan bagi negara-negara dunia ketiga. Posisi USAID sendiri dalam Politik
Luar Negeri Amerika Serikat merupakan agen utama pemerintah Amerika Serikat
dalam memberikan bantuan ekonomi dan kemanusiaan pada negara-negara berkembang,
bantuan luar negeri yang dikeluarkan oleh USAID sendiri selalu sejalan dengan
kepentingan Amerika Serikat, seperti meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi
Amerika Serikat, mempromosikan demokrasi serta perdagangan bebas dan
sebagainya. Hal ini telah dijelaskan secara jelas
dalam website USAID yang menyatakan bahwa:‘the principal beneficiary
of America’s foreign assistance programs has always been the United
States.’[21]
Kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang mempengaruhi
pemerintah Indonesia melalui USAID dalam proses perubahan Undang-Undang Migas
No 8 Tahun 1971 menjadi Undang-Undang No 22 Tahun 2001, tidak dapat dilepaskan
dari kebutuhan energi Amerika Serikat yang tinggi terutama terhadap minyak.
Dalam studi ini peneliti melihat bahwa hubungan antara
pemerintah Amerika Serikat dengan MNC-MNCnya secara umum dapat digambarkan
sebagai hubungan yang saling menguntungkan dimana kepentingan Amerika Serikat
dapat dipenuhi dengan ekspansi bisnis dari MNC-MNCnya diseluruh dunia. Sehingga
sangat wajar apabila pemerintah Amerika Serikat selalu mengeluarkan kebijakan
yang bertujuan untuk melindungi MNC-MNCnya. Hal ini juga diperkuat statement
Gilpin yang mengatakan bahwa ekspansi bisnis MNC akan menguntungkan negara asal
dan tidak perlu dicegah melalui kebijakan pemerintah.[22]
Hubungan antara MNC-MNC minyak AS dengan pemerintahnya
dapat digambarkan sebagai hubungan yang saling menguntungkan dimana MNC-MNC
minyak AS digunakan oleh AS untuk memenuhi kebutuhan minyak didalam negerinya
dengan membantu peningkatan kuantitas dari eksplorasi dan eksploitasi Migas
MNC-MNCnya di Indonesia sehingga pasokan minyak dari MNC-MNCnya ini dapat
memenuhi kebutuhan energi AS. Hal ini dapat dilihat dari total Pasokan minyak
dari MNC-MNC minyak AS di Indonesia sejak tahun 2001-2004 yaitu Exxon Mobil
14.6%, ConocoPhilips 16.6% dan Chevron 14.4%.[23]
Bentuk bantuan yang diberikan AS terhadap MNC-MNCnya di
Indonesia yaitu merestrukturisasi sektor Migas di Indonesia dalam bentuk
perubahan Undang-Undang Migas yang lebih menguntungkan MNC-MNC AS melalui pengaruh
USAID.
Bentuk-bentuk pengaruh USAID terhadap perubahan Undang-Undang Migas di
Indonesia.
Bentuk-bentuk pengaruh
yang dilakukan oleh USAID pada pemerintah Indonesia terhadap proses perubahan
Undang-Undang Migas akan peneliti tunjukkan dengan policy papernya yang
berjudul Energy and Sector Governance Stengthened, 497-013, berikut
sebagian dari isi policy paper tersebut yang berhubungan
dengan bentuk-bentuk intervensi USAID :
·
By
minimizing the role of government as a regulator, reducing subsidies, and
promoting private sector involvement, a reformed energy sector can contribute
billions of dollars in tax revenue. A more efficient energy sector will also
have positive environmental impact, rationalize pricing, increase access to
energy services, and help sustain Indonesia's natural resource base. USAID has
been the primary bilateral donor working on energy sector reform,
which helps leverage larger multilateral loans.[24]
Dalam poin pertama tersebut USAID menyebutkan bahwa dengan
meminimalisir peran pemerintah sebagai regulator dibidang Migas, mengurangi
subsidi kepada masyarakat, serta mereformasi sektor energi akan menghasilkan
miliaran dollar setoran pajak. USAID menekankan bahwa dengan lebih
mengefisiensikan sektor energi akan memberikan dampak positif terhadap
lingkungan, membuat harga sumber energi menjadi lebih rasional, meningkatkan
akses terhadap pelayanan energi, dan membantu menopang SDA yang dimiliki
Indonesia. USAID juga menegaskan bahwa dia adalah lembaga bilateral yang
menjadi aktor utama dalam poses reformasi sektor energi di Indonesia, dengan
dibantu oleh beberapa lembaga donor lainnya.
·
The
Government of Indonesia, with USAID assistance, ensured that national and local
parliaments, civil society organizations, media, and universities were involved
in the decision. As a result, there was minimal public outcry. USAID also
supported this process by providing policy analysis for energy pricing and subsidy
removal.[25]
Dalam poin kedua ini USAID
menyatakan akan membantu pemerintah Indonesia agar Parlemen, LSM, Media dan
Universitas dilibatkan dalam program penghapusan subsidi, sehingga penghapusan
subsidi tidak akan menimbulkan reaksi yang berlebihan dari masyarakat. Adanya
peran USAID dalam membantu pemerintah Indonesia ini terlihat dari salah satu
statement, Kepala BAPPENAS pada waktu itu yaitu Paskah Suzetta yang menyarankan
subsidi energi dicabut secara bertahap. Paskah menyarankan agar harga minyak dinaikkan
sebesar 2% setiap bulan selama setahun sehingga harga minyak nantinya akan
sesuai dengan harga pasar.[26]
Isi-isi dari Policy Paper ini menunjukkan kepada kita bahwa
peran USAID dalam proses perubahan Undang-Undang Migas di Indonesia sangat Urgent
sekali bagi upaya pemerintah Amerika Serikat dalam mengeksploitasi sumber
daya Migas di Indonesia melalui MNC-MNC minyaknya di Indonesia.
Kepentingan Amerika Serikat dari Perubahan
Undang-Undang Migas di Indonesia
Kebutuhan energi AS saat ini sumber utamanya adalah
minyak ini terbukti dengan 84% sumber energi Amerika Serikat yang berasal dari
minyak sedangkan sisanya berasal dari energi nuklir. Penggunaan minyak sebagai
sumber energi utama di Amerika Serikat
sebagian besar tersalurkan untuk transportasi dan kegiatan industri, walaupun
populasi dari penduduk Amerika Serikat hanya berjumlah 5% dari penduduk dunia
namun Amerika Serikat menggunakan 26% dari energi dunia untuk kebutuhan dalam
negerinya. Sedangkan produksinya hanya 6% didalam negeri dan hanya mempunyai 3%
cadangan minyak. Di Amerika Serikat 2/3 dari konsumsi minyak banyak berasal
dari sektor transportasi yaitu sebagai bahan bakar mobil, bis, truk dan pesawat
terbang.
Dalam memenuhi kebutuhan energi didalam negerinya
yang bersumber dari minyak, Amerika Serikat menjalankan beberapa kebijakan
diantaranya yaitu mengimpor minyak dari beberapa negara didunia ini. Selain
impor ada beberapa langkah yang digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam
pemenuhan kebutuhan energinya yaitu menggunakan energi alternatif seperti batu
bara dan energi nuklir, bahkan pada tahun 2004 energi nuklir Amerika Serikat
mampu memenuhi kebutuhan energi Amerika Serikat sebesar 187,9 juta ton minyak. Selain itu energi alternatif lainnya adalah hidro energi.
Pemenuhan kebutuhan energi Amerika Serikat juga dilakukan dengan mengandalkan
penggunaan tenaga sel surya yang mencapai 43,5 MW.[27]
Produksi energi minyak dan gas Indonesia
yang menjadi terbesar ketiga didunia kebanyakan dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan asing seperti Chevron Pacific Indonesia (CPI),
Conocophillips, dan Exxon Mobil yang
menguasai 90% sektor Migas di Indonesia, sedangkan PERTAMINA sebagai perusahaan
negara hanya memproduksi 48.400 barel perhari atau 4,42% dari total produksi
1.094.500 barel perhari. Produksi gas bumi juga tidak jauh berbeda dimana
Pertamina hanya menyumbangkan sekitar 12,67% dari total produksi.[28]
Keuntungan MNC-MNC minyak AS setelah
pengesahan Undang-Undang Migas tersebut antara lain:
1.
Chevron-Texaco pada akhir tahun 2004 dilaporkan memiliki cadangan minyak
sebanyak 11,25 miliar barel. Pendapatannya juga melonjak menjadi 28 persen dari
121,3 miliar dolar AS tahun 2003 menjadi 155,3 miliar dolarAS, laba bersih
mereka naik 85 persen dari 7,2 miliar dolar AS tahun 2003 menjadi 13,3 miliar
dolar.[29]
2.
Laba Unocal naik 88 persen dari 643 juta dolar AS tahun 2003 menjadi 1,21
miliar dolar AS tahun 2004. Kini, semua angka itu akan terus melambung karena
kenaikan harga BBM domestik, reduksi pajak bagi mereka dan pemberian konsesi
tambang bernilai ribuan triliun rupiah.[30]
3.
Empat perusahaan tambang migas AS (Amerada Hess LTD, Exxon Mobil Oil Inc,
Chevron, LTD dan Conoco Philips, LTD) memiliki 26 blok migas di 11 propinsi di
Indonesia meliputi luas 9,8 juta ha.[31]
Produsen-produsen
yang menguasai pengolahan sektor Migas di Indonesia sejak tahun 2001-2004.
berasal dari Amerika Serikat. Ini terlihat dengan semakin dikuasainya sektor
minyak dan gas di Indonesia setelah adanya proses perubahan Undang-Undang Migas
di Indonesia. Antara tahun 2001-2004 kita dapat melihat bahwa Caltex yang telah
diakuisisi oleh Chevron menguasai sektor minyak mentah di Indonesia sejak tahun
2001 dengan produksi secara berturut-turut yaitu 643.200 bph (2001), 577.300
bph (2002)[32], 506.900 bph (2003) dan 507.000 bph (2004).[33]
Pada sektor gas MNC-MNC AS juga menguasai kegiatan
eksplorasi dan eksplotasinya di Indonesia walaupun bukan sebagai produsen
terbesar. MNC AS yang menguasai sektor gas di Indonesia adalah ExxonMobil
dengan produksinya berturut-turut yaitu: 268.109 scf (2001), 557.873 scf (2002)[34], 601.673 scf (2003), 507.096 scf (2004).[35]
Signifikansi dari tingginya tingkat produksi dari MNC-MNC
AS ini berbanding lurus dengan pasokan minyak dari MNC-MNC ini ke negara
asalnya. Dimana pasokan minyak dari MNC-MNC ini semakin tinggi ke negara
asalnya sejak pengesahan Undang-Undang Migas No 22 Tahun 2001 di Indonesia.
Pasokan minyak dari MNC-MNC ini dapat kita lihat dari
total ekspor minyak Indonesia ke AS pada tahun 2001-2004, dimana sebenarnya 90%
dari ekspor minyak Indonesia tersebut berasal dari MNC-MNC minyak AS sendiri. Berikut
ini adalah Ekspor minyak Indonesia ke AS sejak tahun 2001-2004 dalam bentuk
juta dollar: 2001:12,6 (April), 2002:
12,9 (Juni), 2003: 15,2 (Maret), 2004: 19,6 (Desember).
Temuan/Diskusi
|
Hal inilah yang ingin peneliti hadirkan sebagai bahan
diskusi bagi para penstudi hubungan internasional, karena ternyata
lembaga-lembaga bantuan yang dalam pembentukannya berasaskan pada nilai-nilai
sosial yaitu membantu sesama ternyata telah beralih fungsi sebagai alat politik
luar negeri yang ditujukan untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara.
Mengenai sektor Migas yang saat ini telah dikuasai oleh
MNC-MNC asing asal Amerika Serikat peneliti dapat memberikan saran kepada
pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan bidang Migas agar tetap
menggunakan Undang-Undang No 8 Tahun 1971 dan mencabut Undang-Undang No 22
Tahun 2001. Karena sudah sangat
jelas sekali keberpihakan Undang-Undang Migas tersebut terhadap kepentingan
Amerika Serikat.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah
Indonesia selain dengan mencabut Undang-Undang Migas No 22 Tahun 2001, juga
dapat melakukan diversifikasi dalam kerjasama pengelolaan sektor Migas di
Indonesia. Maksudnya disini yaitu pemerintah Indonesia dapat melakukan
kerjasama dalam sektor Migas bukan hanya dengan satu poros kekuatan dalam hal
ini Amerika Serikat. Namun dengan beberapa negara seperti Rusia dan Timur
Tengah sehingga Indonesia tentunya memiliki bargaining position yang
lebih tinggi jika bekerjasama dengan lebih dari satu negara.
Dalam melaksanakan kerjasama ini pemerintah juga harus
tetap mendahulukan kepentingan masyarakat Indonesia sehingga jika MNC-MNC yang
bekerja sama dengan Indonesia dalam pengelolaan sektor Migas harus setuju
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia jika tidak mereka
dapat ’angkat kaki’ dari Indonesia. Inilah menurut peneliti kegunaan dari
diversifikasi patner dalam pengelolaan sektor Migas di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Tesis
Gilpin,
Robert dan Jean Millis Gilpin. 2002,
Tantangan Kapitalisme Global dalam Ekonomi dunia Abad ke 21,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Kurniawati,
Estu.Dyah. Menentang Neoliberalisme IMF: Studi tentang munculnya kebijakan
tata niaga impor gula di Indonesia tahun 2002, Tesis Program Studi Ilmu
Politik, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta: Tidak
dipublikasikan, 2005 ).
Law, David dan Stephen Gill.
1988, The Global Political Economy:Prespectives, Problems and Policies,
Baltimore, MD, John Hopkins Univ. Press.
Mas’oed, Mohtar. 2003, Ekonomi-
Politik Internasional dan pembangunan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Mas’oed, Mohtar.
1994, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta, PT
Pustaka LP3ES Indonesia.
Mclellan S. David. Olson,
C. William. Sonderman, A. Fred. 1977, The
Theory And Practice of International Relations Fourth Editions, New Delhi,
Prentice-Hall of India Private Limited.
Perwita Banyu Agung Anak dan
Yanyan Mochamad Yani. 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya.
Smith, Steve & Baylis John. 2005, The Globalization
of world politics An Introduction to International relations third edition, New
York, Oxford University Press.
Koran,
Jurnal dan Internet
Kompas, Prognosa Keuntungan Pertamina pada Tahun
2004 Diproyeksikan Mampu Mencapai Rp 7,3 Triliun, 27 Januari 2005, http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0501/27/ekonomi/1524304.htm, diakses tanggal 25 April 2009
Sinar Harapan, Mahkamah
Konstitusi Diminta Lakukan ”Judicial Review” UU Migas, Jakarta,
3 September 2004
Batubara,
Marwan, Indonesia dan Migas, http://.kemaunpad.net/?p=165
kemaunpad.net, diakses tanggal 12 April
2009
|
Hutapea, O. Ramses, Penyempurnaan UU MIGAS No. 22/2001 Yang Berpihak
Kepada Kepentingan Rakyat, http://www.jatam.org/content/view/109/21/,
diakses tanggal 20 Februari 2009
Jauhar, Danny, PERTAMINA
versus EXXONMOBIL (buah ketidakpercayaan diri Pemerintah), http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0511/26/ekonomi/2242186.htm,
diakses tanggal 20 April 2009
Nizami, A, USAID
Buat Daft UU MIGAS tahun 2000: Indonesia dijajah AS?, Suara Merdeka, 25
Juni 2008, http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=12780,
diakses tanggal 24 September 2008
Pitono, Yani, Hilangkan
Campur Tangan Asing, Perubahan Undang-Undang Migas Harus Dilakukan, 10
September 2008,
http://www.migas-indonesia.com/index.php?module=article&sub=article&act=view&id=4511&print=1,
diakses tanggal 31 Maret 2009
Ross, Clarke, Kasus
Keterlibatan? Exxon Mobil di Pengadilan karena Perannya dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia di Aceh, http://www.ictj.org/images/content/1/1/1121.pdf,
diakses tanggal 25 April 2009
Yuliarto, Brian, Meneropong Konsumsi Energi Dunia
(Bagian Kedua), http://oktadymalik.com/journal/item/31/Meneropong_Konsumsi_Energi_Dunia_Bagian_Kedua, diakses tanggal 24 Maret 2009
Zulhelmy SE Ak Msi, Liberalisasi Migas
Pangkal Permasalahan Krisis Migas dan Naiknya harga BBM, http://corpusalienum.com/journal/item/591/Liberalisasi_Pangkal_Kenaikan_Harga_BBM, diakses tanggal 22 April 2009
Down to Earth, Down to Earth Nr. 50,
Agustus 2001, http://dte.gn.apc.org/50iAc.htm, diakses tanggal 22 April 2009
Down to Earth, Down to Earth Nr. 48, Februari
2001, http://dte.gn.apc.org/48iog.htm, diakses tanggal 25 April 2009
|
Global Justice, Batalkan Kenaikan Harga
BBM, http://www.globaljust.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=107, diakses tanggal 22 April 2009
Heritage Foundation, Principles to
Limit Government, Expand Freedom and Strengthen America,http://www.heritage.org/Research/Features/Mandate/2005/topic.cfm?topic=26, diakses tanggal 2 Mei 2009
IMF 2000, Memorandum of Economic and
Financial Policies Medium-Term Strategy and Policies for 1999/2000 and 2000, http://www.imf.org/external/np/loi/2000/idn/01/, diakses tanggal 20 April 2009Country Info
Indonesia Energy Watch, Kurtubi Minta
UU Migas Diamandemen, http://indonesiaenergywatch.com/pansus-bbm/kurtubi-minta-uu-migas-diamandemen.html, diakses tanggal 31 Maret 2009
Indonesia Energy Watch, Kurtubi Minta
UU Migas Diamandemen, http://indonesiaenergywatch.com/pansus-bbm/kurtubi-minta-uu-migas-diamandemen.html, diakses tanggal 31 Maret 2009
National Security Strategy, The
National Security Strategy Of The United States Of America March 2006, http://www.whitehouse.gov/nsc/nss/2006/nss2006.pdf, diakses tanggal 24 september 2008
United States Department of Energy, Energy
in the United States: 1635-2000 – Electricity, http://www.eia.doe.gov/emeu/aer/eh/elec.html, diakses tanggal 26 April 2009
United States Department of Energy, Petroleum
Timeline, http://www.eia.doe.gov/kids/history/timelines/petroleum.html, diakses tanggal 26 April 2009
United States Department of Energy, Petroleum
Chronology of events 1970 – 2000, http://www.eia.doe.gov/pub/oil_gas/petroleum/analysis_publications/chronology/petroleumchronology2000.htm, diakses tanggal 26 April 2009
US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2002-2003, http://www.usembassyjakarta.org/econ/petro2003-toc.html, diakses tangga 25 April 2009
US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2005-2006, http://www.usembassyjakarta.org/petro2003/Petroleum%20Report%202005-2006.pdf
-, diakses tanggal 25 April 2009
US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2005-2006, http://www.usembassyjakarta.org/petro2003/Petroleum%20Report%202005-2006.pdf
-, diakses tanggal 25 April 2009
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, NOMOR:
002/PUU-1/2003
http://indonesia.usaid.gov/en/Page.About.Indonesia.aspx, diakses tanggal 12 Maret 2009
[1]
http://indonesia.usaid.gov/en/Page.About.Indonesia.aspx, diakses tanggal 12 Maret 2009
[2] Ramses, O. Hutapea, Penyempurnaan UU MIGAS No. 22/2001 Yang
Berpihak Kepada Kepentingan Rakyat,
http://www.jatam.org/content/view/109/21/, diakses tanggal 20 Februari 2009
[3] Sinar Harapan, Mahkamah Konstitusi Diminta Lakukan ”Judicial Review”
UU Migas, Jakarta, 3 September 2004
[4] Direktur CPEES ,Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI
dan Bekerja di Pertamina
[5] Diawali oleh IMF
[6] Indonesia Energy Watch, Kurtubi Minta
UU Migas Diamandemen, http://indonesiaenergywatch.com/pansus-bbm/kurtubi-minta-uu-migas-diamandemen.html, diakses tanggal 31 Maret 2009
[7] Fasilitator yang dimaksud disni yaitu
USAID dalam mengintervensi proses perubahan Undang-Undang Migas di Indonesia
menjalankannya dengan memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia dalam
bentuk dana dan tenaga ahli.
[8] Ketua Koalisi Anti Utang Indonesia
[9] Yani, Pitono, Hilangkan Campur Tangan
Asing, Perubahan Undang-Undang Migas Harus Dilakukan, 10 September 2008,
http://www.migas-indonesia.com/index.php?module=article&sub=article&act=view&id=4511&print=1,
diakses tanggal 31 Maret 2009
[10] Ramses, Op.cit.
[11] http://www.taspen.com/files/humas/UUD%201945.pdf, diakses tanggal
31Maret 2009
[12] Dyah, Estu Kurniawati. Menentang
Neoliberalisme IMF: Studi tentang munculnya kebijakan tata niaga impor gula di
Indonesia tahun 2002, Tesis Program Studi Ilmu Politik, Program
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta: Tidak dipublikasikan, 2005
), halaman 9-10
[13] Mohtar, Mas’oed. 2003, Ekonomi-
Politik Internasional dan pembangunan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, halaman
37-38
[16] Fred A Sonderman, William C. Olson, David S. Mclellan. 1977, The Theory And Practice
of International Relations Fourth Editions, New Delhi, Prentice-Hall of
India Private Limited, halaman 260
[18] http://indonesia.usaid.gov/en/Page.About.Indonesia.aspx.
diakses tanggal 5 April 2009
[19] A, Nizami, USAID Buat Daft UU MIGAS tahun
2000: Indonesia dijajah AS?, Suara Merdeka, 25 Juni 2008,
[20] USAID, Energy Sector Governance
Strengthened, 497-013, http://www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-013.html, diakses tanggal 20 April 2009
[21] http://www.usaid.gov/our
work/agriculture/biotechnology/index.html,
diakses tanggal 3 April 2009
[22] Robert Gilpin dan Jean Milis
Gilpin. 2002, Tantangan Kapitalisme Global dalam Ekonomi Dunia abad ke 21, Jakarta,
PT.Raja Grafindo Persada, halaman 193
[23] Energy Plan USA, Oil Becoming the Realm of Despots, 12 Mei
2008, http://www.energyplanusa.com/oil_supply_demand_energy_plan.htm diakses
tanggal 2 Mei 2009_
[24] USAID, Energy Sector Governance Strengthened, 497-013, http://www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-013.html,
diakses tanggal 20 April 2009
[25] USAID, Energy Sector
Governance Strengthened, 497-013, http://www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-013.html,
diakses tanggal 20 April 2009
[26] A, Nizami, Op.cit
[27] Brian,Yuliarto,
Meneropong Konsumsi Energi Dunia (Bagian Kedua), http://oktadymalik..com/journal/item/31/Meneropong_Konsumsi_Energi_Dunia_Bagian_Kedua, diakses tanggal 24
Maret 2009
[28]
Zulhelmy SE Ak Msi, Liberalisasi Migas Pangkal Permasalahan Krisis Migas dan
Naiknya harga BBM,
http://corpusalienum..com/journal/item/591/Liberalisasi_Pangkal_Kenaikan_Harga_BBM,
diakses tanggal 22 April 2009
[29] Los Angeles Times, 4 Maret 2005
[30] Ibid
[31] WALHI-JATAM, Waspadai Transaksi Pemerintahan Pertemuan SBY -
Bush!, http://www.walhi.or.id/kampanye/tambang/globalisasi_201106/?&printer_friendly=true,
diakses tanggal 25 April 2009
[32] US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2002-2003, http://www.usembassyjakarta.org/econ/petro2003-toc.html, diakses tangga 25 April 2009
[33] US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2005-2006, http://www.usembassyjakarta.org/petro2003/Petroleum%20Report%202005-2006.pdf
-, diakses tanggal 25 April 2009
[34] US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2002-2003, http://www.usembassyjakarta.org/econ/petro2003-toc.html, diakses tangga 25 April 2009
[35] US Embassy, Petroleum Report Indonesia
2005-2006, http://www.usembassyjakarta.org/petro2003/Petroleum%20Report%202005-2006.pdf
-, diakses tanggal 25 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar