By: Mohammad Nailur Rochman (Maret 2011)
Peristiwa Cikeusik, Temanggung, kemudian dilanjutkan dengan bentrok Sunni-Syiah di Pasuruan bulan Februari 2011 adalah peristiwa yang sangat disayangkan. Peristiwa ini kalau dilihat lebih jauh, tidak hanya merugikan umat Islam tapi juga umat lain selain Islam. Betapa tidak, banyak masyarakat yang merasa terusik dan tidak nyaman dengan apa yang telah terjadi. Bagaimanapun, kejadian yang bermula dari penistaan agama tersebut tidak bisa dibenarkan dengan dalih dan dasar apapun.
Kemarahan destruktif yang timbul akibat ulah segelintir orang yang melecehkan keyakinan umat beragama yang lain telah merusak citra sekaligus merubah penilaian orang lain terhadap salah satu agama. Sangat disayangkan apabila umat Islam menjadi kambing hitam dan semakin lama semakin terpojok karena ulah seper-koma sekian persen dari umat Islam yang berjumlah milyaran di dunia.
Dalam menyikapi konflik-konflik horizontal antar umat beragama, terutama antara Islam dan non-Islam, ada beberapa hal yang bisa kita ambil sebagai hikmah dari kasus-kasus tersebut:
Peristiwa Cikeusik, Temanggung, kemudian dilanjutkan dengan bentrok Sunni-Syiah di Pasuruan bulan Februari 2011 adalah peristiwa yang sangat disayangkan. Peristiwa ini kalau dilihat lebih jauh, tidak hanya merugikan umat Islam tapi juga umat lain selain Islam. Betapa tidak, banyak masyarakat yang merasa terusik dan tidak nyaman dengan apa yang telah terjadi. Bagaimanapun, kejadian yang bermula dari penistaan agama tersebut tidak bisa dibenarkan dengan dalih dan dasar apapun.
Kemarahan destruktif yang timbul akibat ulah segelintir orang yang melecehkan keyakinan umat beragama yang lain telah merusak citra sekaligus merubah penilaian orang lain terhadap salah satu agama. Sangat disayangkan apabila umat Islam menjadi kambing hitam dan semakin lama semakin terpojok karena ulah seper-koma sekian persen dari umat Islam yang berjumlah milyaran di dunia.
Dalam menyikapi konflik-konflik horizontal antar umat beragama, terutama antara Islam dan non-Islam, ada beberapa hal yang bisa kita ambil sebagai hikmah dari kasus-kasus tersebut:
- Pertama, hal yang paling esensial untuk disadari adalah kita semua hidup di negeri yang majemuk, beragam suku, ras, dan agama. Kemajemukan ini yang sebenarnya menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar. Lihat saja, orang yang hidup di Indonesia harus mempunyai wawasan luas dan hati lapang dalam bergaul dan memahami kehidupan yang penuh dengan keberagaman. Kita sebagai bangsa Indonesia juga dituntut untuk berpikir arif dan bijak dalam melihat segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita, karena lingkungan (negara) kita bukanlah lingkungan yang homogen melainkan lingkungan heterogen yang sangat komplit. Bukankah berwawasan luas, berhati lapang, dan berpikir bijak itu merupakan ciri-ciri bangsa yang besar? Oleh karena itulah, menurut penulis pribadi, orang yang tidak bisa hidup dalam kemajemukan, hendaknya dia mengasingkan diri dan berhijrah ke tempat (negara) lain yang mungkin dia akan merasa nyaman tinggal disana. Mereka sebaiknya pindah dan tidak menodai Indonesia yang berasaskan Bhinneka Tunggal Ika. Negeri ini bukan tempat orang-orang yang terlalu memaksakan diri dan melakukan arogansi dalam mewujudkan ambisinya. Lihatlah Walisongo yang menyebarkan Islam dengan damai dan santun. Lihatlah respon masyarakat saat mereka menerima ajaran para Walisongo, bagaimana masyarakat saat itu mampu menyerap intisari dakwah yang disampaikan meskipun cara dakwah yang dilakukan berbeda-beda. Dan secara hasil akhir pun kita bisa menilai mana yang lebih baik antara metode persuasif dan arogansi.
- Kedua, belajarlah dari perjuangan Walisongo dalam menyebarkan agama yang damai ini. Hendaklah umat yang merasa tersakiti tersebut lebih bersabar dan menahan diri serta terus belajar untuk menjadi orang yang lebih bijak dari sebelumnya. Memang benar kalau ayah/ibu kita dilecehkan, maka kita akan marah. Terlebih lagi dengan agama kita apabila dilecehkan dan dihina oleh orang lain. Namun pernahkah kita berpikir untuk mencari pahala dari musibah ini. Pernahkah kita berpikir untuk mencari pahala dengan bersabar? Sabar dari kedzaliman adalah suatu hal yang berat, namun hal itu akan membawa banyak keuntungan pada hidup kita kelak. Membalas kedzaliman orang lain dengan balasan yang setimpal memang dibenarkan, tapi bentuk balasan itulah yang harus dipikirkan. Sedangkan memaafkan adalah jauh lebih baik daripada mengikuti hawa nafsu.
- Ketiga, berangkat dari kejadian ini, janganlah umat Islam semakin mudah terprovokasi dan akhirnya membuat umat yang lain merasa "gatal-gatal" akibat aksi-aksi yang tidak mencerminkan Islam sama sekali. Hendaknya umat yang terdzolimi ini menggunakan waktunya dengan memperkuat agama Islam dengan cara memperkokoh tiang agama yaitu sholat. Mengajak seluruh umat untuk sholat berjamaah di masjid adalah satu agenda besar yang harus diselesaikan oleh umat Islam. Kiranya kurang perlu kalau kaum muslimin lebih memperhatikan hal-hal yang sia-sia seperti tawuran dan merusak fasilitas umum karena itu hanya akan mengundang cemoohan kaum anti-Islam dan sementara umat Islam hanya mampu mengangah terdiam tanpa kata-kata.
- Keempat, tidak etis kiranya kalau umat Islam menyerukan jihad di jalan Allah tapi menggunakan cara yang tidak disukai Allah SWT. Tidak pantas kalau orang yang membakar gereja dan merusak pondok pesantren tersebut datang dari kalangan/golongan yang perlu dipertanyakan apakah mereka sudah mengikuti ajaran Islam atau belum. Mewakili nama agama tidaklah semudah yang kita bayangkan. Mewakili bendera Islam harus mengetahui betul apa itu Islam dan bagaimana Islam menolerir perbedaan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar