“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Pesantren Dan Globalisasi



ABSTRAKSI
At the present time we can not escape from the name of globalization. Globalization is a process of change that provide much of an impact to people's lives. Be it positive or negative nature. We can even say all aspects of our lives, be it politics, economics, values​​, or religion, can not be separated from globalization. Boarding school that had only focus on religious studies, gradually began to respond. As someone who is in the vortex of globalization we should be able to choose what is good and bad, which we must accept, and which ones should we throw away.

Key Word: Globalization, change, religion, Boarding School.

Pendahuluan
Oleh: Waidatun Hasanah

Eksistensi pesantren di tengah keterbatasan dan dominasi negara menjadikan lembaga berkonsentrasi pada hal-hal substansial kepesantrenan sebagai transformasi nilai-nilai dan pengajaran keagamaan, serta mengambil peran pendidikan, sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Tidak dipungkiri bahwa transformasi pengajaran keagamaan dengan mengedepankan ilmu-ilmu fiqh, tasawuf dan tatabahasa Arab mengantarkan lulusan pesantren dengan mudah diterima di berbagai Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri maupun swasta di Indonesia. Eksistensi lulusan pendidikan pesantren memberikan konstribusi besar bagi perkembangan keilmuan keagamaan. Realitas ini memberikan pemaknaan bahwa perkembagan intelektualitas keislaman yang berkembang pesat akhir akhir ini didukung dengan kompetensi.
Konstruksi sosial kemasyarakatan pesantren berakar dari sejarah yang panjang mulai masa kolonial, Orde Lama, Orde Baru, serta Orde Reformasi. Realitas kesejarahan ini membentuk pesantren semakin menemukan identitas yang sejati, mendekatkan diri dengan masyarakat. Pesantren tidak lagi bagian dari elitisme tokoh kekiyaian, ia melebur dengan masyarakat dan memberdayakan masyarakat. Pesantren menjadi institusi pendidikan yang terbuka. Sebagai teks yang terbuka ia bisa dimaknai, ditafsirkan, didekonstruksi dan direkonstruksi sebagai bagian dari identitas bagi pemberdayaan masyarakat. Dengan identitas baru ini pesantren memainkan peran yang multi talen, dimana tokoh menjadi agen perubahan sekaligus pemberdayaan masyarakat. Pada titik ini pesantren melakukan proses dekonstruksi dan direkonstruksi menjadi ”identitas dan wajah lain” globalisasi dengan identitas pemberdayaan. Pada arah ini sebagai bagian dari lembaga (organisasi), pesantren emberikan kekuatan dan pemberdayaan bagi lingkup sosial kemasyarakatan. Pesantren tidak melawan globalisasi namun memformulasi sebagai ”identitas dan  wajah lain” yang lebih bermanfaat bagi keberlangsungan pemberdayaan masyarakat.

Dalam konteks ini pesantren memiliki banyak peran, sebagai lembaga pendidikan, politik, sekaligus penyaring globalisasi. Peran dengan multi talenta ini mengharuskan kiyai memiliki ”banyak wajah” bagi pemberdayaan. Peran ini berbeda dengan apa yang disebut oleh Geertz, kiyai sebagai ”makelar budaya”.[1] sebagai elit ia menunjukkan sebagai organizer masyarakat yang memiliki kepekaan terhadap persoalan keagamaan, sosial kemasyarakatan, politik bahkan ekonomi serta keruwetan globalisasi dengan membuat strategi lain yang lebih
Dari globalisasi tersebut maka akan berpengaruh, implikasi ataupun dampaknya, khususnya terhadap Negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama dalam ranah pendidikan, nilai-nilai moral, sosial, politik budaya dan kemanusiaan, baik yang bersifat positif maupun negative akan sangat besar efek yang ditimbulkan. Ini semua merupakan tantangan khususnya bagi generasi muda sebagai penerus bangsa, bagaimana mengemas globalisasi ini sebaik mungkin mengambil nilai positifnya dan menghindari sisi negatifnya.
Hal itu juga berimbas pada perkembangan dunia pendidikan dan pesantren di Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan arus globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan di dibeberapa pesantren di Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan-kebijakan yang ada nasional harus dapat meningkatkan mutu dan kwalitas pesantren, nilai, dan memperbaiki menejemen pendidikan di pesantren  agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat yang tinggal didalamnya untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan dari arus globalisasi yang ada.

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas yang telah dipaparkan maka penulis mencoba membuat sebuah rumusan masalah yaitu “Bagaimana peran pesantren dlam menyikapi arus globalisasi yang tidak bisa kita bendung”?

KERANGKA TEORI/ PENDEKATAN

·         Globalisasi
Dalam tulisan nya  Wanda Vrasti  mendefinisikan bahwasanya :  
“Globalization as a radical break with the past and an unprecedented moment in human history. Together the rise of a global economy, the emergence of global governance institutions, and the hybridization of traditional cultural units signals the beginning of a new global order, one in which nation-states are “little more than transmission belts for globalcapital”[2]
Dari kalimat diatas kita sedikit bias menyimpulkan bahwa globalisasi adalah sebuah tatanan dunia dalam sejarah manusia, dimana ada kemunculan ekonomi, politik pemerintahandan persilangan budaya.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi juga merupakan suatu  proses mendunia akibat kemajuan-kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang telekomunikasi dan transportasi.  Globalisasi mengakibatkan orang tidak lagi memandang dirinya sebagai hanya warga suatu negara, melainkan juga sebagai warga masyarakat dunia. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau “mensejagat”, yaitu dengan cepat menyebar keseluruh pelosok dunia, baik berupa ide, gagasan, data, informasi, dan sebagainya begitu disampaikan saat itu pula diketahui oleh semua orang diseluruh dunia. Globalisasi selain menghadirkan ruang positif namun juga terdapat sisi negativenya. Globalisasi adalah merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dan dikontekskan pada keadaan yang ada pada masa kini.[3]
Pada tulisan ini penulis memakai sebuah konsep besar yaitu globalisasi dalam menjelaskan tulisan ini, karena penulis melihat bahwa pada saat ini Pondok pesantren Darussalam Gontor mampu memberikan respon terhadap arus tersebut.
·         Hyperglobalist

Pandangan kaum hyperglobalist, berlawanan dengan kaum skeptis, mereka mengatakan bahwa globalisasi adalah sejarah yang sangat nyata yang konsekuensinya dapat dirasakan di semua tempat[4].
 Kenihi Ohmae mengatakan bahwa sekarang ini kita hidup di dunia yang semakin global, dimana negara sedang mengalami proses perubahan ekonomi dan politik yang sangat besar. Dengan adanya hal ini sebenarnya juga akan mengikis dan mengurangi peran negara serta mengurangi kekuatan politisi, kaum Hyperglobalist atau yang pro akan globalisasi juga mengatakan bahwa globalisasi adalah proses yang sangat baik bagi perkembangan dunia. Pandangan ini ditentang oleh kaum skeptis yang memilih lebih berhati-hati terhadap revolusioner globalisasi atau bahkan lebih melihat sisi buruk dari globalisasi. Mereka mengemukakan bahwa globalisasinya tak ubahnya seperti singa yang mengincar mangsa, globalisasi adalah alat yang di pakai negara- negara maju untuk menindas negara berkembang.
Dalam tulisan ini, penulis lebih memilih point yang pertama, yaitu orang-orang yang pro dengan adanya globalisasi. Pondok Modern Darussalam Gontor mencoba memanfaatkan peluang dan kesempatan ini untuk bisa menstabilkan dan menjaga eksistensi dengan beberapa program, seperti,menjalin menjalin hubungan kerjasama dengan beberapa negara, penggunaan dua bahasa asing, dan lain sebagainya.

PEMBAHASAN

·         Pengenalan Gontor
Gontor adalah sebuah lembaga pendidikan yang berbasis pada sistem pesantren. Berada di daerah Mlarak, Ponorogo, Jawa Timur. Gontor berasal dari kata “Ngon” yang artinya tempat dan kata “tor” yang artinya kotor, jadi Gontor adalah tempat yang kotor. Di namakan demikian karena pada zaman dulu sebelum didirikannya Pondok Pesantren Darussalam Gontor, tempat tersebut digunakan sebgai tempat berkumpulnya orang-orang yang melakukan kejahatn dan maksiat, dari penjahat, permpok dan pencuri, namun setelah kedatangan “Tri Murti” 3 orang laki-laki yang telah lulus menempuh pendidikan di beberapa daerah, tempat itu kemudian berubah menjadi tempat mengaji, dengan di bangun surau keci. Tri murti itulah yang kemudian menjadi cikal bakal dari pimpinan pesantren. Semakin lama nama pesantren ini sudah semakin di kenal masyarakat dan banyak yang sudah tidak asing lagi.

·         Gontor dan Globalisasi
Dengan adanya hubungan kerjasama dan konsolidasi serta pemberdayaan Sumber daya yang ada di Gontor yang menyangkut penguatan sikap insklusif d rekonsoliatif dalam mengahadapi globalisasi yang muncul, Gontor mencoba menguatkan jaringan yang ada baik dalam tataran nasional maupun internasional. Penguatan Jaringan tersebut berarti memfasilitasi proses yang memungkinkan pesantren ini dapat memiliki jaringan yang terpadu secara internal dan pada saat yang sama memepunyai hubungan dengan organisasi, kelompok-kelompok civil society, dan lembaga swadaya  masyarakat dunia maupun lingkungan yang lebih luas.

·         Dampak/ pengaruh Globalisasi Terhadap Pesantren

NO
Dampak/Respon Terhadap Globalisasi
Program
1
Dalam penggunaan bahasa
Penggunaan bahasa Arab dan Ingris sebagai bahasa Pengantar dan bahasa sehari-hari
2
Ekstrakulikuler
Pengiriman kontingan pada event-event tertentu. Misal : Jambore, atau program studi banding, pertukaran pelajar
3
Event
Pengadaan konferensi intrenasional dan kerjasama dengan berbagai negara untuk memudahkan akses ke luar negeri, baik itu yang bersifat, Pemerintahan, NGO, ataupun LSM
4
Pengajaran
Menggunakan 3 bahasa, Arab, Inggris dan Indonesia, serta ketentuan Skipsi dengan 2 bahasa asing
5
Budaya
Pagelaran, seni yang menunjukan adanya perpaduan /hibridasi budaya dari negara lain
6
kerjasama
Kerjasama dengan beberapa negara, MoU, seperti Mesir, India, pakistan dan Australia dalam memajukan eksistensi Pesatren dan lembaga pendidikan didalamnya.

Kerjasama-kerjasama

Pada tanggal 2-4 Desember 2009 Pimpinan Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, dipimpin oleh K.H. DR. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A. telah berkunjung ke Tunisia guna merintis kerjasama dengan Universitas Ezzitouna. Dalam Kunjungan yang dilaksanakan sebagai salah satu tindak lanjut dari Perjanjian Kerjasama RI-Tunisia di bidang Pendidikan Tinggi yang ditandatangani di Tunis pada bulan Juni 2008 tersebut, rombongan telah diterima oleh Menteri Agama Tunisia, Mr. Boubaker Lakhzouri dan President of the Islamic Higher Council of Tunisia, DR. Jalloul Jribi.
Dalam pertemuan dengan Rektor Unniversitas Ezzitouna, DR. Salem Bouyahia, kedua lembaga pendidikan telah menyetujui draft awal perjanjian kerjasama yang pada intinya mendorong program pertukaran mahasiswa dan dosen dalam bidang pengetahuan Islam dan bahasa Arab, serta best practices dalam manajemen lembaga pendidikan.[5]
Indonesia dan Rusia terus menggarap kerjasama di bidang pendidikan. Kerjasama itu, kali ini dituangkan dalam MoU on Internastional Educational Cooperation antara Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor dan Universitas Islam Rusia. Pimpinan ISID Gontor , Dr. KH. Syukri Zarkasyi dan Rektor Universitas Islam Rusia, Prof. Dr. Rafik Mukhametsin menandatangani MoU tersebut di kota Kazan, bagian tengah Rusia.[6]
·         Peran Pondok Modern Darussalam Gontor dalam Menghadapi Globalisasi
Di muka telah dikemukakan bahwa Pesantren  menempati peran strategis bagi pendidikan generasi muda ummat Islam karena di sanalah tempat kebanyakan anak para santri mempersiapkan diri untuk menjalankan peran penting mereka bagi masyarakat di kemudian hari.  Dalam konteks mempersiapkan anak didik menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi ini pun lembaga pendidikan isam memiliki peran yang amat penting.
  Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat, pemimpin masyarakat, dan pemimpin bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini. Sebaliknya, kegagalan madrasah dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan akan menghasilkan lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan menjadi beban masyarakat.
Madrasah/ pesantren yang hanya menekankan pendidikan agama dan mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu memberikan potensi untuk bahagia di akhirat saja. Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan ini, Pesantren harus juga menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja yang mereka masuki.  Ini dimaksudkan agar lulusan pesantren tidak akan terpinggirkan oleh lulusan sekolah umum dalam memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan bangsa.
Dalam kasus ini Pondok Modern Darussalam Gontor harus mempersiapkan anak didiknya agar dapat melanjutkan studi atau bekerja di luar negeri.  Untuk ini, maka penguasaan ketrampilan berbahasa asing (terutama Arab dan Inggris) menjadi amat penting.  Demikian pula pengenalan budaya dan bangsa asing.









·         KESIMPULAN

Dari uraian dan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak globalisasi kenyataannya sangat berpengaruh terhadap prilaku dan budaya masyarakat Indonesia baik dalam kehidupan sehari hari (umum) maupun dalam kehidupan pesantren, dimana fenomena peng- globalan dunia harus disikapi dengan arif dan positif thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi kemajuan. Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa. Menolak kehadiran globalisasi bukanlah sebuah pilihan tepat, namun menerima dengan mentah- mentah juga bukan pilihan terbaik, karena jika kita menolak itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahwan dan teknologi. Ynag diperlukan disini adalah trik dan strategi serta kecerdasan dalam menyaring efek globalisasi. Dengan adanyaaAkses kemajuan tehnologi informatika dan jaringan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestarian dan pengembang nilai-nilai keagamaan.















 DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bello, Walden, 2004, De Globalisasi, Pondok Edukasi, Bantul (Jogyakarta)
Mas’Oed Mochtar, 1992, Isyu-isyu Global Masa kini, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Abdurahman Wahid, “Benarkah Kiyai Membawa Perubahan Sosial?: Sebuah Pengantar” dalam Hiroko
Horikosi, Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1987), xvi
Azizy, Qodri, 2004, Melawan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Prisma,vol, okt, 2010, Islam dan Dunia Perjumpaan di Tengah Perbenturan, LP3ES, Jakarta
May, Rudy, 2003, Hubungan Internasional Kontemporer & Masalah-Masalah Global, Refika Aditaam, Bandung

Internet





[1] Abdurahman Wahid, “Benarkah Kiyai Membawa Perubahan Sosial?: Sebuah Pengantar” dalam Hiroko
Horikosi, Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1987), xvi.
[2] Baca Artikel WANDA, VRASTI, The Politics of Globalization Studies: From the problem of sovereignty to a problematics of government

Tidak ada komentar:

Posting Komentar