“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Definisi Regionalisme


Oleh: M Najeri Al Syahrin, Lutfi Maulana Hakim, Anita Shalehah , Arifianto Rifki, Remy F Wibaw, Rashad Mardanov, Khoiorul Amin
Dalam mendefinisikan regionalisme, sering menimbulkan perdebatan dan pertikaian, hingga jarang menimbulkan konsensus. Hal ini dikarenakan perlunya pemahaman terlebih dahulu atas pengertian kawasan (region) dan regionalisme. Sekalipun kedekatan geografi itu sendiri tidak banyak membantu menjelaskan definisi region atau dinamika regionalisme, tetapi tidak bisa membantu regionalisme dari bentuk-bentuk organisasi yang “kurang lebih global”.
Regionalisme sering dianalisis dalam tingkat yang berbeda, yaitu[1]:
·           kohesivitas sosial, di antaranyaetnisitas, ras, bahasa, agama, budaya, sejarah, kesadaran terhadap sebuah warisan bersama;
·           kohesivitaspolitik, di antaranya rezim, ideologi;
·           kohesivitas ekonomi, di antaranya pola-pola perdagangan, komplementaritas ekonomi;
·           kohesivitas organisasi, di antaranya eksistensi lembaga-lembaga regional.
Sedangkan, pengertian regionalisme bisa dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut:
a)        Regionalization, merujuk kepada pertumbuhan integrasi masyarakat dalam sebuah wilayah dan pada proses-proses interaksi sosial dan ekonomi yang terkadang tidak terarah. Menurut para ahli, regionalizationdideskripsikan sebagai integrasi informal. Sementara itu, menurut pandangan para analis kontemporer, regionalizationmerujuk pada apa yang dinamakan “softregionalism”. Istilah tersebut menitik beratkan pada proses-proses otonomi yang mengarah kepada saling ketergantungan yang tinggi dalam sebuah wilayah geografi tertentu ketimbang antara wilayah itu dan bagian wilayah lain dunia.

b)        Regional awarenessandidentity, semua kawasan (region) dalam tingkat tertentu dibatasi secara subjektif dan bisa dipahami dalam konteks “cognitive region”. Dalam konteks bangsa (nations), kawasan atau region bisa dipahami dalam pengertian sebuah masyarakat yang diimajinasikan yang berada dalam sebuah peta kejiwaan yang mempunyai garis-garis menonjolkan sifat istimewa, namun mengabaikan sifat lainnya. Regional awarenessmenekankan pada bahasa dan retorika; diskursus tentang regionalisme dan identitas kawasan yang secara konstan didefinisikan dan diredefinisikan; dan pemahaman bersama dan makna yang diberikan kepada kegiatan politik oleh para aktor yang terlibat.

c)        Regional interstateco-operation, memberikan arti bahwa banyak kegiatan kawasan yang melibatkan negosiasi dan konstruksi persetujuan-persetujuan antar bangsa atau pemerintah, atau antar rezim. Kerjasama kawasan mendorong terbentuknya lembaga-lembaga formal, namun sering kali mendasarkan pada sebuah struktur yang longgar, yang mencakup pola-pola pertemuan secara reguler dengan aturan-aturan yang mengikat.
d)       State-promoted regional integration, integrasi kawasan mencakup keputusan-keputusan kebijakan penting oleh pemerintah-pemerintah yang dirancang untuk mengurangi hambatan-hambatan untuk pertukaran bersama dalam konteks barang-barang, jasa, modal, dan orang (mutualexchange of goods, services, capitalandpeople).
e)        Regional cohesion, merujuk pada kemungkinan, pada titik tertentu, bahwa kombinasi empat proses yang telah disebutkan sebelumnya mendorong munculnya unit kawasan yang kohesif dan berkonsolidasi.

Regionalisme sering kali dibatasi dalam konteks pola-pola atau jaringan kerjasama saling ketergantungan (interdependence). Namun demikian, makna penting politik berasal bukan dari suatu tindakan mutlak saling-ketergantungan, tetapi sejauh mana saling-ketergantungan itu membebabni biaya-biaya yang secara potensial atau aktual signifikan pada aktor-aktor penting. Bagi negara-negara atau aktor-aktor non-negara di dalam kawasan, regionalisme mempunyai arti penting pada saat terbebas dari pengaturan-pengaturan regional yang membebani biaya-biaya signifikan, dalam politik dan ekonomi dan pada saat kawasan menjadi basis organisasi bagi kebijakan di dalam kawasan yang melintasi serangkaian isu-isu penting.


[1]Louis J. Cantoriand Steven L. SPegel (eds.), 1970. The International Politics of Regions: A ComparativeApproach, EnglewoodCliffs, BJ: Prentice Hall, hal 7-13 dalam buku Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD, 2011. Isu-Isu Global Kontemporer, CAPS, Yogyakarta, hal 94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar