Oleh: M Najeri Al Syahrin, Lutfi Maulana Hakim, Anita Shalehah , Arifianto Rifki, Remy F Wibaw, Rashad Mardanov, Khoiorul Amin
Peristiwa 11 September 2001 merupakan peristiwa yang
banyak menyita perhatian dunia. Peristiwa tersebut telah mengubah lanskap
tatanan global. Aksi terorisme 11 September 2001 tak pelak menghantam jantung
kaptalisme global, World Trade Center (WTC).[1] Terorisme di dunia
bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual sejak terjadinya peristiwa tersebut. Konsep
“terorisme” yang dahulu tidak begitu dikenal mulai bayak dipelajari dan
diperbincangkan oleh masyarakat dunia. Padahal gerakan terorisme sudah ada dan
beberapa kali terjadi sebelum peristiwa penyerangan gedung WTC di Amerika
Serikat.
Kata teror pertama kali dikenal pada zaman Revolusi Prancis. Kata Terorisme sendiri berasal dari Bahasa Prancis le terreur yang semula dipergunakan untuk
menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan
kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang
dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme
dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan
demikian kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan
kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism
(1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis,
tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19.[2] Pada pertengahan abad ke-19, terorisme mulai banyak
dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme
adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial,
dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh. Terorisme pada zaman
ini banyak diinspirasi oleh kaum Marxis-Leninis. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme
Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal
terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi
terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan
ideologi.
Sebagai bagian dari
fenomena sosial, terorisme jelas berkembang seiring dengan perkembangan peradaban
manusia. seiring
bubarnya Uni Soviet dan dominasi neoliberal, gerakan terorisme lebih diwarnai
oleh persoalan-persoalan ideologis keagamaan yang mana peristiwa penyerangan
WTC sebagai tanda besarnya. Indonesia pun tidak luput dari penyerangan terorisdengan
Bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002 dan Bom Bali 2 pada 1 Oktober 2005 yang dianggap sebagai
peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Jika
kita simak berbagai pernyataan pelaku teroris, Imam Samudra, misalnya, maka
ideologi dan alasan-alasan agama tampaknya menjadi yang paling kuat mengapa
seseorang menjadi teroris.[3] Sampai sekarang agama sering kali dijadikan
basis legitimasi “perlawanan” melalui terror.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar