“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Respon Amerika Dalam Menghadapi Terorisme



Oleh: M Najeri Al Syahrin, Lutfi Maulana Hakim, Anita Shalehah , Arifianto Rifki, Remy F Wibaw, Rashad Mardanov, Khoiorul Amin
            Dalam hukum Internasional terorisme dibicarakan dalam konteks negara mana yang mempunyai yurisdiksi terhadap tindakan yang menggunakan teror. Hukum internasional tidak memandang terorisme sebagai kejahatan internasional. Oleh karenanya, yurisdiksi negara ditentukan berdasarkan asas teritorial, asas nasionalitas, dan asas perlindungan. Ketentuan yang mengatur tentang terorisme dalam Hukum Internasional ini dituangkan dalam perjanjian internasional.
            Dalam 18 U.S. Code Chapter 113B – Terrorism, definisi terorisme disebutkan di section 2331 bahwa istilah terorisme internasional berarti kegiatan yang melibatkan tindakan kekerasan atau melakukan tindakan berbahaya bagi kehidupan manusia atau yang melanggar hukum Amerika Serikat atau negara manapun.
Tragedi 11 september yang mengguncang Amerika Serikat nampaknya menjadi bahan ujian dan pembuktian terhadap konsepsi dan sikap AS dan bagi dunia pada umumnya. Tentu saja, pasca terjadinya insiden tersebut,  AS dengan tegas dan giat melakukan kampanye anti-terorisme hingga ke penjuru dunia. Sebagai bukti, kampanye ke luar negeri tersebut bermula pada saat AS menangkap Osama bin Laden dan pengikutnya yang dilanjutkan dengan penyerangan AS terhadap kelompok Taliban di Afganistan.
Berkaitan dengan agenda war on terrorism, upaya yang dilakukan oleh AS tidak hanya pada sekuritisasi pada level nasional saja, akan tetapi agenda tersebut juga berperan besar dan mempengaruhi kontelasi politik global[1] :

1.      Dengan sikap yang keras, tampaknya AS ingin melahirkan semacam struktur bipolar baru yang memperumit pola-pola hubungan antar-negara;
2.      Tragedi 9/11 telah membuka kemungkinan berubahnya parameter yang digunakan AS dalam menilai sebuah negara. AS lebih peduli mengenai isu terorisme dibandingkan dengan isu HAM dan demokrasi;
3.      Kecenderungan para pengambil kebijakan AS untuk mengaitkan terorisme dengan Islam membuat tatanan politik global diwarnai oleh ketegangan yang semakin kompleks antara AS dengan negara-negara Islam maupun negara berpenduduk Islam mayoritas;
4.      Dalam mengantisipasi serangan teroris, AS mengadopsi sebuah doktrin baru yaitu preempetion yang berarti AS bisa secara sepihak memberikan hak kepada dirinya sendiri untuk mengambil tindakan sepihak terhadap apa yang dipersepsikan AS sebagai ancaman;
5.      Menguatnya suatu keyakinan bahwa pendekatan militer merupakan yang terbaik dalam menyelesaikan persoalan keamanan AS.
Dalam konteks keamanan, AS memperkuat keamanan negaranya pasca 9/11 terutama dalam penerbangan. Hal itu tertuang dalam TSA atau Transportation Security Administration (USA Code). Lagipula di negara tersebut juga terdapat peraturan mengenai terorisme, yaitu 18 U.S. Code Chapter 113B – Terrorism dimana disebutkan bahwa siapapun yang menggangu keamanan umum (seperti meledakkan bahan peledak di tempat umum) akan dipidana penjara seumur hidup bahkan hukuman mati. Dari peraturan tersebut sudah jelas bahwa AS menindak tegas terhadap terorisme dan akan memerangi negara yang membela teroris seperti yang dikatakan oleh George W. Bush “either you are with us or you are with the terrorist[2].
Selain itu, tentu saja bukti yang paling nyata yang dilakukan oleh AS dalam upaya war on terrorism semenjak tragedi September, meskipun juga dikatakan bahwa AS nampaknya belum memenangi peperangan dalam agenda ini adalah invasi ke Afghanistan dengan tujuan menghancurkan markas besar Al-Qaeda yang digadang sebagai dalang pada tragedi September tersebut, operasi penangkapan secara besar-besaran terhadap pemimpin-pemimpin organisasi yang diindikasikan berada di bawah kontrol Al-Qaeda, dan tentunya melakukan penelusuran sumber dana terorisme di seluruh penjuru dunia.[3]


[1] Baca Budi Winarno. Op.Cit, Hal, 179.
[2] Ibid.
[3] U.S Grand Strategy For Countering Islamist Terrorism and Insurgency In The 21st Century, dalam James J.F. Forest. 2007. Countering Terrorism and Insurgency in The 21st Century : International Perspective Volume 1-3. Preager Security International. London. Hal. 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar