Oleh: Zeans Pratama
Realisme adalah sutau teori, pertama tentang masalah
keamanan negara berdaulat dalam anarki internasional, dan kedua tentang masalah
ketertiban internasional. Ide dan asumsi dasar kaum realis adalah: 1) pandangan
pesimis atas sifat manusia; 2) keyakinan bahwa hubungan internasional pada
akhirnya diselesaikan melalui perang; 3) menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan
nasional dan kelangsungan hidup negara; 4) skeptisisme dasar bahwa terdapat
kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan
politik domestik[1].
Demikian pemikiran kaum realis, manusia dicirikan sebagai
mahkluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya sendiri dalam hubungan
persaingannya dengan yang lain. Mereka ingin berada dalam kursi pengendalian.
Mereka tidak ingin diambil keuntungannya. Mereka terus menerus berjuang untuk
menjadi yang terkuat dalam hubungannya dengan, termasuk hubungan internasional
dengan negara-negara lain. Politik dalam realisme adalah perjuangan dalam
mendapatkan kekuasaan atas manusia
ataupun negara, apapun tujuannya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan
cara-cara dalam memperoleh, memeliharan serta menunjukan kekuasaan menentukan
tindakan politik.
Realisme Klasik (Machiavelli)
Kekuasaan (singa) dan penipuan (rubah) adalah dua alat
penting dalam melaksanakan kebijakan luar negeri, menurut ajaran politik
Machiavelli. Nilai politik tertinggi adalah kebebasan nasional yaitu
kemerdekaan. Tanggung jawab utama penguasa adalah selalu berupaya mencari
keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya dan menjamin kelangsungan
hidupnya. Hal ini membutuhkan membutuhkan
kekuatan, jika suatu negara tidak
kuat maka akan mendorong hasrat kuat bagi yang lain untuk menghancurkannya,
penguasa harus menjadi seekor singa. Hal itu juga membutuhkan kecerdikan dan
jika perlu kekejaman dalam mengejar kepentingan negara, penguasa harus menjadi
seekor rubah. Jika penguasa tidak cerdik, pandai dan tangkas, negara akan
kehilangan kesempatan besar dalam memncapai keunggulan atau manfaat bagi
pemimpin dan negaranya.
Asumsi yang berlebihan Machiavelli adalah bahwa dunia
merupakan tempat berbahaya. Namun disisi lain, merupakan tempat yang
menguntungkan. Jika seseorang ingin bertahan dalam dunia yang seperti itu, dia
harus menyadari bahaya, harus mengantisipasinya dan mengambil tindakan
pencegahan yang diperlukan. Pandangan Machiavelli dipandang mengabaikan tanggung jawab penguasa tidak hanya bagi
mereka sendiri ataupun rezim personalnya, tetapi bagi negeri dan warga
negaranya.
Dengan demikian, kaum realis berjalan dengan asumsi dasar
bahwa politik dunia berkembang dalam anarki internasional: yaitu sistem tanpa
adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintah dunia. Aktor selain
negara dianggap kurang penting bahkan tidak penting, inti terpenting kebijakan
luar negeri adalah untuk membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam
politik internasional. Negara dipandang sebagai pelindung wilayah negaranya,
penduduknya, dan cara hidupnya yang khas dan berharga.
Secara ringkas, asumsi-asumsi yang mendasari realisme
adalah sebagai berikut[2].
1.
Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk selfish
(mementingkan dirinya sendiri). Negara layaknya manusia, bertingkah laku
mementingkan diri sendiri.
2.
Negara
merupakan aktor utama.
a) Negara itu berdaulat. Kekuatan negara adalah konsep kunci
hubungan internasional.
b) Negara dimotivasi oleh kepentingan nasional. Mereka
mengarahkan kebijakan luar negeri untuk meraih kepentingan nasional.
3. Kekuasaan merupakan kunci untuk memahami tingkah laku
internasional dan motivasi negara.
4. Hubungan internasional sebenarnya penuh konflik. Klaim
ini didasarkan pada salah satu dari tiga latar belakang yang berbeda, yaitu:
a) Seorang manusia itu mementingkan dirinya sendiri dan
bertindak untuk meningkatkan keuntungan diri yang mereka bisa raih bahkan jika
pun tindakan tersebut mungkin merugikan orang lain dan menyebabkan konflik.
Karakteristik manusia itu tidak berubah dan tidak ada harapan untuk berubah.
b) Pada tingkat negara, hubungan-hubungan dikontruksikan
dengan cara tertentu hingga tindakan mengejar kepentingan nasional mau tidak
mau mengarah ke benturan nasionalistik yang menuju perang.
c) Masalahnya bukan pada karakteristik manusia, tetapi
ketiadaan otoritas pusat dalam kenyataan
internasional. Hal ini menimbulkan anarki dan ketidakamanan sehingga
negara-negara terpaksa bertindak hati-hati serta memprioritaskan kepentingan
nasional.
Namun dalam perkembangannya teori realis mempunya
kelemahan, dimana teori realis hanya memandang dunia secara sempit, yakni bahwa
dunia internasional bersifat anarkis dan negara adalah aktor utama dalam
hubungan internasional, negara sebagai penentu kebijakan untuk kedaulatanya dan
sikap negara tersebut terhadap negarala lain. Realisme tidak memperhitungkan
dinamika internasional yang berubah setiap waktunya, dan adakalanya dunia
internasional membutuhkan perdamaian[3].
Menurut penstudi masyarakat internasional, teori realisme
mempunyai kelemahan yaitu[4];
·
Realisme
merendahkan, mengabaikan, atau mengurangi banyak sendi-sendi penting kehidupan internasional.
·
Realisme memandang
tekanan yang bersifat kooperatif dalam sifat manusia.
·
Realisme
mengabaikan aktor-aktor penting, seperti manusia dan LSM.
·
Realisme
mengabaikan perluasaan terhadap hubungan internasional yang membentuk
masyarakat anarkis dan bukan hanya sistem yang anarkis.
·
Realisme menganggap
rendah perluasan hubungan-hubungan negara yang diatur oleh hukum internasional.
·
Realisme juga
menganggap rendah perluasaan dimana politik internasional dianggap progresif,
yaitu kerjasama dapat menggantikan konflik yang timbul.
Isu yang akan saya coba kaitkan dengan realisme adalah
kerjasama militer Amerika Serikat dan Kolombia (SACTA). Kerjasama militer
antara Amerika Serikat dengan Kolombia, merupakan kerjasama bilateral yang
dekat dan strategis, dalam kerjasama ini
disepakatinya oleh kedua negara, yang mana Amerika Serikat di izinkan untuk
menempatkan 300 personil dan 400 kontraktornya di wilayah Kolombia. Dalih AS
dalam kerjasama ini adalah, upaya AS untuk membantu kolombia dari ancaman
narkoba yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.
Namun oleh Presiden Hugo Chavez, penempatan tentara AS di
sejumlah pangkalan militer Kolombia dinilai olehnya sebagai perluasaan
kekuasaan dalam bentuk bantuan militer ke Kolombia, dan dinilai menghadirkan
ancaman keamanan yang serius bagi Venezuela sebagai negara yang berbatasan
langsung dengan Kolombia, serta sebagai negara yang sangat menentang kebijakan
AS di Amerika Latin dalam bentuk apapun. Chavez kemudian mengambil suatu
langkah dalam menghadapi kerjasama AS-Kolombia, memodernisasi militernya dengan membeli
pesawat terbang dan radar dari Rusia dan China, yang terbaru adalah pembelian
senilai lebih dari 4 miliar dolar senjata Rusia, termasuk pesawat tempur
sukhoi, helikopter dan senapan kalashnikov.[5]
Peluasan yang dilakukan oleh AS dan kebijakan Venezuela memodernisasi militernya dalam rangka merespon
kerjsama AS-Kolombia, justru dapat meningkatkan ketegangan negara dibenua
Amerika. Chavez mengambil pengalaman adanya kudeta yang terjadi di Honduras
untuk menggulingkan Presiden Manuel Zelaya, dimana AS menyiapkan dana dan
menempatkan tentaranya di Honduras untuk menyelamatkan demokrasi di Honduras.
Penempatan tentara di Kolombia bisa dikatakan sebagai
kebijakan luar negeri AS dalam membendung negara-negara Amerika Latin terutama
negara bukan demokrasi, seperti venezuela, Bolivia, Kuba, serta mengahambat
integrasi dikawasan Amerika Latin, khususnya kerjasama regional yang digalang
melalui ALBA yang dipelopori oleh Kuba dan Venezuela[6].
Realisme menjelaskan bahwa inti terpenting kebijakan luar
negeri adalah untuk membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam
politik dunia. Penempatan pasukan AS di kolombia bisa dikatakan sebagai
pengaman kepentingan AS dalam mempertahankan atau memperluas pengaruh
demokrasinya di Amerika Latin, serta menghambat berkembangnya ALBA di Amerika
Latin, yang kemudian AS dapat dengan mudah menerapakan politik ekonomi dalam perdagangan bebas. Hubungan
internasional antar negara-negara di dunia dalam realis sebagai perjuangan
diantara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan.
Pandangan Machiavellian tentang kenegaraan realis adalah:
sadarlah terhadap apa yang sedang terjadi. Jangan menunggu hingga sesuatu terjadi. Antisipasi dan
tindakan pihak lain. Jangan melihat pihak lain bertindak. Bertindak sebelum
pihak lain melakukan. Pemimipin negara yang bijaksana bertindak untuk
mengindari setiap ancaman dari tetangganya. Menurut Machiavelli, tanggung jawab
utama penguasa selalu mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negara, dan menjamin hidupnya.[7]
AS selalu mencari keunggulan terhadap negar-negara yang
bisa dikatakan lemah dan memusuhinya, seperti negara-negara di Amerika Latin,
demi tercapainya kepentingan dalam negeri. Terkait dengan pandangan
Mchiavellian, AS sadar bahwa negara Amerika Latin yang kontra AS, mulai membuat
kekuatan ekonomi baru dengan membentuk ALBA, kemudian AS mengambil langkah
dengan penempatan tentara di Kolombia dan penguatan demokrasi di Amerika Latin
(Honduras dan Kolombia) dalam rangka mengantisipasi agar pihak lain tidak
melakukan kegiatannya lebih jauh.
[1] Robert Jackson dan George
Sorensen, Pengantar Studi Hubungan
Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hml 88.
[2]Jill Steans dan Lloyd Pettiford, Hubungan Internasional:Perspektif dan Tema,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009,hml 58.
[3] Riszin,”Teori Hubungan
Internasional,” http://riszinwords.wordpress.com/2013/02/15/teori-hubungan-internasional-i/, akses 20 Maret.
[5] Suara Media,”Dikepung
AS,Venezuela Melipatgandakan kekuatan tempur,” http://www.suaramedia.com/amerika/2009/07/24/dikepung-as-venezuela-lipatgandakan-kekuatan-tempur, akses 20 Maret 2014.
[6] Rudi Hartono,”AS dan Cuci
tangan Pelaku Kudeta di Honduras,” http://politik.kompasiana.com/2009/12/01/as-dan-cuci-tangan-pelaku-kudeta-di-honduras-31755.html, akses 19 Maret 2014.
[7] Robert Jackson dan George
Sorensen, Pengantar Studi Hubungan
Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hml 94-95.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar