“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Perspektif Realisme Dalam Politik Global


Oleh: Zeans Pratama
Realisme adalah sutau teori, pertama tentang masalah keamanan negara berdaulat dalam anarki internasional, dan kedua tentang masalah ketertiban internasional. Ide dan asumsi dasar kaum realis adalah: 1) pandangan pesimis atas sifat manusia; 2) keyakinan bahwa hubungan internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang; 3) menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara; 4) skeptisisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik[1].
Demikian pemikiran kaum realis, manusia dicirikan sebagai mahkluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya sendiri dalam hubungan persaingannya dengan yang lain. Mereka ingin berada dalam kursi pengendalian. Mereka tidak ingin diambil keuntungannya. Mereka terus menerus berjuang untuk menjadi yang terkuat dalam hubungannya dengan, termasuk hubungan internasional dengan negara-negara lain. Politik dalam realisme adalah perjuangan dalam mendapatkan  kekuasaan atas manusia ataupun negara, apapun tujuannya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya dan cara-cara dalam memperoleh, memeliharan serta menunjukan kekuasaan menentukan tindakan politik.
Realisme Klasik (Machiavelli)
Kekuasaan (singa) dan penipuan (rubah) adalah dua alat penting dalam melaksanakan kebijakan luar negeri, menurut ajaran politik Machiavelli. Nilai politik tertinggi adalah kebebasan nasional yaitu kemerdekaan. Tanggung jawab utama penguasa adalah selalu berupaya mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan negaranya dan menjamin kelangsungan hidupnya. Hal ini membutuhkan membutuhkan  kekuatan, jika suatu negara  tidak kuat maka akan mendorong hasrat kuat bagi yang lain untuk menghancurkannya, penguasa harus menjadi seekor singa. Hal itu juga membutuhkan kecerdikan dan jika perlu kekejaman dalam mengejar kepentingan negara, penguasa harus menjadi seekor rubah. Jika penguasa tidak cerdik, pandai dan tangkas, negara akan kehilangan kesempatan besar dalam memncapai keunggulan atau manfaat bagi pemimpin dan negaranya.
Asumsi yang berlebihan Machiavelli adalah bahwa dunia merupakan tempat berbahaya. Namun disisi lain, merupakan tempat yang menguntungkan. Jika seseorang ingin bertahan dalam dunia yang seperti itu, dia harus menyadari bahaya, harus mengantisipasinya dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan. Pandangan Machiavelli dipandang mengabaikan  tanggung jawab penguasa tidak hanya bagi mereka sendiri ataupun rezim personalnya, tetapi bagi negeri dan warga negaranya.
Dengan demikian, kaum realis berjalan dengan asumsi dasar bahwa politik dunia berkembang dalam anarki internasional: yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintah dunia. Aktor selain negara dianggap kurang penting bahkan tidak penting, inti terpenting kebijakan luar negeri adalah untuk membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam politik internasional. Negara dipandang sebagai pelindung wilayah negaranya, penduduknya, dan cara hidupnya yang khas dan berharga.

Secara ringkas, asumsi-asumsi yang mendasari realisme adalah sebagai berikut[2].
1.      Manusia pada hakikatnya adalah makhluk selfish (mementingkan dirinya sendiri). Negara layaknya manusia, bertingkah laku mementingkan diri sendiri.
2.      Negara merupakan aktor utama.
a)      Negara itu berdaulat. Kekuatan negara adalah konsep kunci hubungan internasional.
b)      Negara dimotivasi oleh kepentingan nasional. Mereka mengarahkan kebijakan luar negeri untuk meraih kepentingan nasional.
3.      Kekuasaan merupakan kunci untuk memahami tingkah laku internasional dan motivasi negara.
4.      Hubungan internasional sebenarnya penuh konflik. Klaim ini didasarkan pada salah satu dari tiga latar belakang yang berbeda, yaitu:
a)      Seorang manusia itu mementingkan dirinya sendiri dan bertindak untuk meningkatkan keuntungan diri yang mereka bisa raih bahkan jika pun tindakan tersebut mungkin merugikan orang lain dan menyebabkan konflik. Karakteristik manusia itu tidak berubah dan tidak ada harapan untuk berubah.
b)      Pada tingkat negara, hubungan-hubungan dikontruksikan dengan cara tertentu hingga tindakan mengejar kepentingan nasional mau tidak mau mengarah ke benturan nasionalistik yang menuju perang.
c)      Masalahnya bukan pada karakteristik manusia, tetapi ketiadaan otoritas pusat  dalam kenyataan internasional. Hal ini menimbulkan anarki dan ketidakamanan sehingga negara-negara terpaksa bertindak hati-hati serta memprioritaskan kepentingan nasional.
Namun dalam perkembangannya teori realis mempunya kelemahan, dimana teori realis hanya memandang dunia secara sempit, yakni bahwa dunia internasional bersifat anarkis dan negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional, negara sebagai penentu kebijakan untuk kedaulatanya dan sikap negara tersebut terhadap negarala lain. Realisme tidak memperhitungkan dinamika internasional yang berubah setiap waktunya, dan adakalanya dunia internasional membutuhkan perdamaian[3].
Menurut penstudi masyarakat internasional, teori realisme mempunyai kelemahan yaitu[4];
·         Realisme merendahkan, mengabaikan, atau mengurangi banyak sendi-sendi penting kehidupan internasional.
·         Realisme memandang tekanan yang bersifat kooperatif dalam sifat manusia.
·         Realisme mengabaikan aktor-aktor penting, seperti manusia dan LSM.
·         Realisme mengabaikan perluasaan terhadap hubungan internasional yang membentuk masyarakat anarkis dan bukan hanya sistem yang anarkis.
·         Realisme menganggap rendah perluasan hubungan-hubungan negara yang diatur oleh hukum internasional.
·         Realisme juga menganggap rendah perluasaan dimana politik internasional dianggap progresif, yaitu kerjasama dapat menggantikan konflik yang timbul.

Isu yang akan saya coba kaitkan dengan realisme adalah kerjasama militer Amerika Serikat dan Kolombia (SACTA). Kerjasama militer antara Amerika Serikat dengan Kolombia, merupakan kerjasama bilateral yang dekat dan strategis, dalam kerjasama  ini disepakatinya oleh kedua negara, yang mana Amerika Serikat di izinkan untuk menempatkan 300 personil dan 400 kontraktornya di wilayah Kolombia. Dalih AS dalam kerjasama ini adalah, upaya AS untuk membantu kolombia dari ancaman narkoba yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.
Namun oleh Presiden Hugo Chavez, penempatan tentara AS di sejumlah pangkalan militer Kolombia dinilai olehnya sebagai perluasaan kekuasaan dalam bentuk bantuan militer ke Kolombia, dan dinilai menghadirkan ancaman keamanan yang serius bagi Venezuela sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Kolombia, serta sebagai negara yang sangat menentang kebijakan AS di Amerika Latin dalam bentuk apapun. Chavez kemudian mengambil suatu langkah dalam menghadapi kerjasama AS-Kolombia,  memodernisasi militernya dengan membeli pesawat terbang dan radar dari Rusia dan China, yang terbaru adalah pembelian senilai lebih dari 4 miliar dolar senjata Rusia, termasuk pesawat tempur sukhoi, helikopter dan senapan kalashnikov.[5]
Peluasan yang dilakukan oleh AS dan kebijakan Venezuela  memodernisasi militernya dalam rangka merespon kerjsama AS-Kolombia, justru dapat meningkatkan ketegangan negara dibenua Amerika. Chavez mengambil pengalaman adanya kudeta yang terjadi di Honduras untuk menggulingkan Presiden Manuel Zelaya, dimana AS menyiapkan dana dan menempatkan tentaranya di Honduras untuk menyelamatkan demokrasi di Honduras.
Penempatan tentara di Kolombia bisa dikatakan sebagai kebijakan luar negeri AS dalam membendung negara-negara Amerika Latin terutama negara bukan demokrasi, seperti venezuela, Bolivia, Kuba, serta mengahambat integrasi dikawasan Amerika Latin, khususnya kerjasama regional yang digalang melalui ALBA yang dipelopori oleh Kuba dan Venezuela[6].
Realisme menjelaskan bahwa inti terpenting kebijakan luar negeri adalah untuk membentuk dan mempertahankan kepentingan negara dalam politik dunia. Penempatan pasukan AS di kolombia bisa dikatakan sebagai pengaman kepentingan AS dalam mempertahankan atau memperluas pengaruh demokrasinya di Amerika Latin, serta menghambat berkembangnya ALBA di Amerika Latin, yang kemudian AS dapat dengan mudah menerapakan politik ekonomi  dalam perdagangan bebas. Hubungan internasional antar negara-negara di dunia dalam realis sebagai perjuangan diantara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan.
Pandangan Machiavellian tentang kenegaraan realis adalah: sadarlah terhadap apa yang sedang terjadi. Jangan menunggu  hingga sesuatu terjadi. Antisipasi dan tindakan pihak lain. Jangan melihat pihak lain bertindak. Bertindak sebelum pihak lain melakukan. Pemimipin negara yang bijaksana bertindak untuk mengindari setiap ancaman dari tetangganya. Menurut Machiavelli, tanggung jawab utama penguasa selalu mencari keunggulan dan mempertahankan kepentingan  negara, dan menjamin hidupnya.[7]
AS selalu mencari keunggulan terhadap negar-negara yang bisa dikatakan lemah dan memusuhinya, seperti negara-negara di Amerika Latin, demi tercapainya kepentingan dalam negeri. Terkait dengan pandangan Mchiavellian, AS sadar bahwa negara Amerika Latin yang kontra AS, mulai membuat kekuatan ekonomi baru dengan membentuk ALBA, kemudian AS mengambil langkah dengan penempatan tentara di Kolombia dan penguatan demokrasi di Amerika Latin (Honduras dan Kolombia) dalam rangka mengantisipasi agar pihak lain tidak melakukan kegiatannya lebih jauh.


[1] Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hml  88.
[2]Jill Steans dan Lloyd Pettiford, Hubungan Internasional:Perspektif dan Tema, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009,hml 58.
[3] Riszin,”Teori Hubungan Internasional,” http://riszinwords.wordpress.com/2013/02/15/teori-hubungan-internasional-i/, akses 20 Maret.
[4] Ibid 127
[5] Suara Media,”Dikepung AS,Venezuela Melipatgandakan kekuatan tempur,” http://www.suaramedia.com/amerika/2009/07/24/dikepung-as-venezuela-lipatgandakan-kekuatan-tempur, akses 20 Maret 2014.
[6] Rudi Hartono,”AS dan Cuci tangan Pelaku Kudeta di Honduras,” http://politik.kompasiana.com/2009/12/01/as-dan-cuci-tangan-pelaku-kudeta-di-honduras-31755.html, akses 19 Maret 2014.
[7] Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, hml  94-95.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar