“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Pengertian Neo-Liberalisme

Neoliberalisme bukanlah sebuah produk yang benar-benar baru, tetapi dia adalah sebuah proses revisi terhadap sistem ekonomi sebelumnya tanpa menghilangkan kerja dasar dari sistem ekonomi sebelumnya yaitu sistem ekonomi liberal, bahkan sistem ekonomi Keynesian. Sistem ekonomi liberalnya Adam Smith, lalu sistem “penyelamat kapitalisme awal”  Keynesian serta yang teranyar yaitu sistem ekonomi neoliberal adalah sama-sama sebuah sistem yang menempatkan sistem produksi yang menempatkan adanya kaum yang mempunyai modal dan kaum yang hanya bekerja di dalam proses produksi.
Neoliberalisme sebagai perwujudan baru paham liberalisme saat ini dapat dikatakan telah menguasai sistem perekonomian dunia. Seperti kita ketahui bersama, paham liberalisme dipelopori oleh ekonom asal Inggris Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Sistem ini sempat menjadi dasar bagi ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dari periode 1800-an hingga masa kejatuhannya pada periode krisis besar (Great Depression) di tahun 1930. Sistem ekonomi yang menekankan pada penghapusan intervensi pemerintah ini mengalami kegagalan untuk mengatasi krisis ekonomi besar-besaran yang terjadi saat itu.[1]
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.

Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham Keynesianisme), dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum, dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.
Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar, dengan pembenaran mengacu pada kebebasan. Revolusi neoliberalisme juga bermakna bergantinya sebuah manajemen ekonomi yang berbasiskan persediaan menjadi berbasis permintaan. Sehingga menurut kaum Neoliberal, sebuah perekonomian dengan inflasi rendah dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi tinggi dengan pengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.
Pendirian neo-liberalisme ini pada prinsipnya tidak bergeser dari liberalisme yang dipikirkan Adam Smith dalam the Wealth of Nations (1776). Akan tetapi, krisis yang berkepanjangan menimpa kapitalisme awal abad XIX, yang berdampak depresi ekonomi tahun 30-an. Akibatnya, tenggelamlah liberalisme dan pendulum beralih pada perbesaran peran pemerintah sejak Roosevelt dengan New Deal-nya pada tahun 1935. Perjalanan kapitalisme selanjutnya sampai di akhir abad XX, dimana pertumbuhan dan akumulasi kapital dari golongan kapitalis melambat. Salah satu sebabnya adalah proteksi, paham keadilan sosial, kesejahteraan bagi rakyat, berbagai tradisi adat pengelolaan sumber daya alam berbasis rakyat, dan sebagainya. Untuk itu, kapitalisme memerlukan strategi baru untuk mempercepat pertumbuhan dan 'akumulasi kapital'. Maka strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan investasi dengan pasar bebas, perlindungan hak milik intelektual, good governance, penghapusan subsidi dan program proteksi pada rakyat, deregulasi, dan penguatan civil society dan anti korupsi, dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar