Dilihat
dari sejarahnya, Regionalisme di bagi ke dalam Regionalisme Klasik dan
Regionalisme Baru. Regionalisme Klasik dianggap tumbuh sebelum tahun 1960-an. Dimana,
interaksi individu/negara tetap berlangsung sebagai wujud kerjasama. Setiap
negara membangun kerjasama bilateral dengan negara-negara lain atas nama
perseorangan. Menurut Fawcett[1],
pada masa setelah Perang Dunia II (1930-an – 1940-an) regionalisme belum
terlihat muncul. Hal ini terkait dengan dua faktor: pertama, Perang Dunia II mengakibatkan kerusakan yang sangat parah
yang hampir dialami oleh semua negara di dunia bukan hanya di Eropa; serta kedua, terjadinya transformasi dalam
tatanan masyarakat internasional. Tatanan masyarakat internasional sebelum
Perang Dunia II bersifat “Eurosentris” dimana Eropa sebagai pusat segalanya,
menguasai negara-negara lain dengan praktik imperialisme dan kolonialisme.
Pasca Perang Dunia II, Eropa mengalami kehancuran yang parah yang selanjutnya
memerlukan bantuan Amerika Serikat. Kemunculan Regionalisme Klasik dikaitkan
dengan dua kondisi, yaitu:
·
Pertama, bahwa regionalisme muncul dalam
versi persiapan Piagam PBB yang dibuat di DumbartonOaks pada 1944 yang
menetapkan bahwa: keberadaan badan-badan regional yang berkaitan dengan masalah
perdamaian dan keamanan tidak seharusnya dihalang-halangi”.
·
Kedua, keberadaan agen-agen regional
hanya merupakan sub-ordinatdari
kekuasaan dan pengaruh dua negara adikuasa, yakni Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya NATO, Pakta Warsawa, Pakta Rio,
SEATO, CENT dan ANZUS
Sementara
itu, Regionalisme Baru adalah regionalisme yang berkembang pada awal 1990-an,
pasca Perang Dingin, yang bersifat lowpoliticsdimana
aspek-aspek seperti ekonomi, budaya, lebih mendominasi kerjasama negara-negara.
Fawcettmengemukakan bahwa ada empat faktor yang mendorong tumbuhnya
regionalisme baru, yaitu[2]:
·
Berakhirnya Perang Dingin;
·
Berbagai perubahan yang terjadi di dalam aspek perekonomian dunia;
·
Berakhirnya isme atau paham
tentang istilah “Dunia Ketiga”;
·
Demokratisasi
Faktor-faktor
penyebab regionalisme:
1. Domestic explanation
· Ada interest group (kelompok kepentingan).
· Ada pimpinan
politik atau pemerintah.
2. International explanation
· Ada ekspansi dari
aktivitas ekonomi.
· Memberikan benefit/
keuntungan (dalam hal ini ada perhitungan benefit), pemecahan masalah dilakukan
secara bersama-sama, ada pertimbangan tentang masa depan (apa yang didapat
apabila sudah bergabung dan apa mungkin ada kemungkinan kerugian apabila tidak
bergabung).
· Terkait dengan
kekuasaan (bagaimana suatu negara kecil akan merasa aman apabila berdekatan
dengan negara besar yang sama-sama tergabung dalam satu region)
3 elemen penting
regionalism menurut Stubbs & Underhill, yaitu[3] :
1. Pengalaman
historis yang sama dan perasaan akan persoalan-persoalan bersama di antara
kelompok-kelompok negara atau masyarakat dalam suatu batas geografi
2. Interaksi
yang lebih intense diantara anggota-anggota dibandingkan dengan interaksi
dengan dunia luar
3. Munculnya
suatu organisasi yang memberikan kawasan tersebut kerangka atau institusi dan
hukum dan menyediakan “rules the game”.
4.
Menurut
Coulumbis dan Wolfe dalam bukunya Introduction
to International Relation, Power and Justice terdapat empat cara atau
kriteria yang bisa dipergunakan untuk mendefinisikan dan menunjukan sebuah
kawasan atau region yang sebenarnya
sangat ditentukan oleh tujuan analisisnya[4],
yakni:
1. Kriteria
geografis : mengelompokkan negara dalam berdasarkan lokasinya dalam benua,
sub-benua, kepulauan dan sebagainya seperti Eropa dan Asia.
2. Kriteria
politik/militer : mengelompokkan negara-negara dengan berdasarkan pada keikutsertaannya
dalam berbagai aliansi, atau berdasarakan pada orientasi ideologis dan
orientasi politik, misalnya blok sosialis, blok kapitalis, NATO dan Non-Blok.
3. Kriteria
ekonomi: mengelompokkan negara-negara berdasarkan pada kriteria terpilih dalam
perkembangan pembangunan ekonomi, seperti GNP dan output industri, misalnya
negara-negara industri dan negara-negara yang sedang berkembang atau
terbelakang.
4. Kriteria
transaksional: mengelompokkan negara-negara berdasarkan pada jumlah frekuensi
mobilitas penduduk, barang dan jasa, seperti imigran, turis, perdagangan dan
berita. Contoh ini dapat pada wilayah Amerika, Kanada, dan Pasar Tunggal Eropa.
Bruce Russet
juga mengemukakan kriteria suatu region
atau kawasan[5],
yaitu:
1. Adanya
kemiripan sosiokultural
2. Sikap
politik atau perilaku eksternal yang mirip, yang biasanya tercermin pada voting
dalam siding-sidang PBB
3. Keanggotaan
yang sama dalam organisasi-organisasi supranasioanal atau antarpemerintah
4. Interdependensi
ekonomi, yang diukur dengan kriteria perdagangan sebagai proporsi pendapatan
nasional
5. Kedekatan
geografik, yang diukur dengan jarak terbang antara ibukota-ibukota
negara-negara tersebut
[1]Nuraeini S., (ed.), 2010, REGIONALISME: Dalam Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar:
Yogyakarta, hal 17.
[3] Budi Winarno, 2011, Isu-Isu Global Kontemporer, CAPS, Yogyakarta,
hal.102
[4] Nuraeni (ed), 2010, Regionalisme dalam Studi ubungan Internasional,
Pustaka Pelajar,hal.1
[5] Ibid, hal.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar