“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Analisis Penyebaran Senjata Konvensional "SALW" dan Dampaknya Bagi Keamanan Internasional


Oleh: Adi Rio Arianto Salamun, Dian Trianita Lestari, Evita, Nasikhatun Listya Atika Farah

Abstract

This paper try to analyze the spreading availability of small arms and light weapon (SALW) that has been a major factor in the increase in the number of conflicts, and in hindering smoother rebuilding and development after a conflict has ended. Also, all its effects in international security, and how it should be managed in order to bring understanding about its correlation toward global security both for traditional security studies and non-traditional security studies. The distributing of convensional weapon: both small arms and light weapon has become a part issues of security studies in international relation and become a new way to understand many war and conflict analisies in different region, in this case we take an issue about “Arms Trade: Threat the World Security.” These and idea of convensional weapon in Arms Trade: Big Business, even until now, creates pro and contra from not only the country who become as supplier but also as demander. Hopefully this paper will bring clarity of con vensional weapon concept to give more understanding in international security studies.

Keyword: senjata konvensional, small arms and light weapon (SALW), keamanan internasional

Isu tentang proliferasi terlarang small arms and light weapon (SALW)” pertama  kali diangkat dalam Resolusi Majelis Umum 1995 (A/RES/50/70B). [1] Ketika, dua kelompok tim yang dibentuk oleh Sekretaris Jenderal, mengeluarkan laporan pada dalam artikel (A/52/298 (1997) dan A/54/258 (1999)), keduanya menegaskan perlunya mengontrol bersama penyebaran senjata di seluruh dunia. Kerjasama multilateral ini telah menunjukkan langkah yang signifikan dengan dibentuknya Konferensi PBB tentang Perdagangan Gelap Senjata Kecil dan Senjata Ringan di semua aspek, yang berlangsung pada Juli 2001 di Markas Besar PBB di New York. Pada kesempatan ini, para negara peserta sepakat untuk mengadopsi Program Aksi (PoA) untuk mencegah, menangkis, dan memberantas perdagangan gelap SALW.
SALW termasuk dalam senjata konvensional, yaitu senjata yg lazim umum, biasa digunakan tidak termasuk senjata atom, nuklir, kuman (kimia dan biologi), dan senjata-senjata inkonvensional lainnya. Senjata konvensional dalam halini termasuk “Small arms include light weapons such as hand guns, pistols, sub-machine guns, mortars, landmines, grenades, and light missiles”.[2] Sedangkan, menurut PBB  small arms” adalah senjata-senjata yang khusus dibuat dengan spesifikasi militer yang di desain untuk digunakan secara perorangan, dan berbeda dari senjata berat yang membutuhkan beberapa orang untuk mengoperasikan dan memeliharanya.[3] Penyebaran gelap SALW telah membuktikan banyaknya jumlah kematian dalam konflik bersenjata sejak 1945. Pada masa perang dingin SALW merupakan bagian dasar dari perlengkapan militer, tidak begitu kontroversial, dan seperti senjata pemusnah massal, penyebarannya tidak diatur. Pada akhir tahun 1990-an ada faktor yang telah membawa isu penyebaran SALW menjadi perhatian komunitas internasional. [4]

Ada tiga isu penting dari masalah SALW. Pertama, kontrol terhadap SALW ini adalah sesuatu yang amat penting bagi agenda keamanan internasional. Kedua, isu SALW lebih dari pada sekedar persoalan pengawasan dan pelucutan senjata. Ketiga, SALW tidak menyebar dengan sendirinya, tetapi senjata itu dirancang, diproduksi dandi beli sebagai respons atas permintaan pemerintah atau kelompok masyarakat untuk merespon tingkat keamanan negaranya.[5]

SALW menjadi sebuah permasalahan yang sifatnya mendesak, artinya harus segera ditanggulangi dan mendapat perhatian baik oleh dunia internasional maupun oleh domestik negara-negara yang berkonflik agar tidak berakibat lebih buruk bagi stabilitas keamanan. Jika, terjadi instabilitas keamanan negara, maka akan berpengaruh dengan terjadinya instabilitas di dalam politik dan perekonomian. Hal ini dapat merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan negara-negara dalam usaha mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial dan politik. Masalah peredaran SALW secara illegal telah muncul sebagai masalah global karena sumbanganya tehadap kekerasan dan instabilitas di berbagai kawasan, termasuk telah merusak pembangunan dan membahayakan keamanan manusia. Senjata kecil cenderung murah, ringan, dan mudah untuk diperoleh, termasuk mudah untuk disimpan dan disembunyikan. Sebuah penumpukan senjata kecil saja mungkin tidak menciptakan konflik di mana mereka digunakan, namun akumulasi yang berlebihan dan ketersediaan yang cukup luas memperburuk ketegangan. Kekerasan menjadi lebih mematikan dan berlangsung lebih lama, dan rasa tidak aman tumbuh, yang pada gilirannya menyebabkan permintaan yang lebih besar untuk senjata.[6] Ini penting karena akan “Supplying arms is to held fulfill the security requirements of allies and friends.”[7]

Penyebaran SALW memiliki dampak merugikan pada keamanan global, tersedianya bahan baku menciptakan konflik yang pada akhirnya mendestabilisasi wilayah dan memperburuk keamanan internasional. Perdagangan senjata sering menghambat keberhasilan pelaksanaan operasi penjaga perdamaian dan melemahkan inisiatif pengembangan proses perdamaian internasional, juga mengurangi potensi keamanan di tingkat regional dan global. Banyak ancaman keamanan yang kita hadapi saat ini berbentuk organisasi, dimana negara dan wilayah lainnya dapat dihubungkan dengan masalah penyebaran SALW. Teroris, kelompok kriminal terorganisir, pemberontak dan bahkan bajak laut, sering detemukan bahwa kejahatan mereka lebih mudah untuk dijalankan karena akses mudah mereka ke senjata-senjata ini.
Ketersediaan SALW telah menjadi faktor utama dalam peningkatan jumlah konflik, dan menghambat pembangunan perdamaian pasca konflik. Diperkirakan, dari setengah miliar SALW di seluruh dunia, sekitar 300.000 sampai setengah juta orang di seluruh dunia terbunuh oleh SALW setiap tahun, mereka adalah penyebab utama korban sipil dalam konflik modern. SALW merupakan ancaman besar dan luas terhadap keamanan negara, masyarakat dan individu. SALW adalah senjata utama yang digunakan dalam sebagian besar konflik baru dan kekerasan bersenjata. Diperkirakan bahwa SALW membunuh 500.000 orang per tahun, 300.000 di antaranya dalam konflik bersenjata. [8] Selain itu, penyebaran gelap SALW adalah konflik internal yang biasanya muncul karena lemahnya kontrol negara dalam menangani penyebaran SALW, mudahnya akses ke sumber senjata untuk kelompok-kelompok tertentu memunculkan konflik baru dalam penyebaran senjata. Untuk melawan ancaman ini maka perlunya mendukung berbagai tindakan untuk mencegah arus perdagangan ilegal senjata, mengurangi jumlah senjata yang beredar, menghalangi individu dari penyebaran senjata untuk pertahanan diri dengan memperkuat supremasi hukum kepemilikan senjata, dan untuk mengatasi akar penyebab permintaan ilegal untuk SALW sebagai akibat dari konflik politik, kemiskinan, ekonomi lemah, dan kurangnya penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Untuk itu, PBB memunculkan Perjanjian Perdagangan Senjata (The Arms Trade Treaty, ATT) untuk mengatur perdagangan senjata internasional.[9] Perjanjian ini disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 2 April 2013 di New York, Amerika Serikat. ATT berusaha untuk meregulasi dan membatasi perdagangan internasional dalam senjata konvensional, mulai dari senjata ringan hingga tank tempur dan kapal perang. Isi Perjanjian ATT, perdagangan senjata internasional akan dibatasi atau dilarang, jika bertujuan untuk:
a)      Digunakan dalam pelanggaran hak asasi manusia atau hukum humanitarian internasional yang serius, atau tindakan genosida dan kejahatan kemanusiaan;
b)      Memfasilitasi serangan terorisme, kekerasan gender, ataupun kejahatan terorganisir lainnya;
c)      Melanggar kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam Piagam PBB, termasuk embargo senjata PBB;
d)     Mempengaruhi keamanan regional, dan
e)      Pengrusakan serius terhadap upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan sosial ekonomi lainnya.

Diharapkan ATT mampu mengontrol penyebaran SALW di seluruh dunia di bawah mekanisme yang sistematis dan berkepanjangan untuk menjamin keamanan dan perdamaian internasional di masa sekarang dan mendatang.
  


[1] Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia, 2001, “United Nations Conference On The Illicit Trade In Small Arms And Light Weapons in All Its Aspects, hal. 53
[2]Philippe Riviere, in Small Arms Cover-up; The problem of proliferation, jurnal Le Monde diplomatique, January 2001.
[3] UN Document (A/52/298),  27 Agustus 1997, hal. 11
[4] David Capie, 2002,  Small Arms Production and Transfers in Southeast Asia . Canberra on Strategy and Defence No 146. Hal. 1
[5] Bantarto Bandoro, 2002, Senjata Ringan dan Kaliber Kecil : Sebuah Persoalan Rumit dengan Penanganan yang Sulit”, Analisis CSIS Vol 31 no 1. Hal 58.
[6]Dikshif, P, 1994, “Proliferation of Small Arms and Minor Weapons”, Jurnal Strategic Analysis, Vol. 17(2).
[7] Andrew J. Pierre, 1982. “The Global Politic of Arms Sales. UK: Princeton University Press, hal. 19
[8] Hedley Bull, 1961, “The Control Of The Arms Race: Disarmaments and Arms Control in the Missile Age, hal.112
[9] Heins Gaertner, 1989. “Challenges of Verivication: Smaller States and Arms Control, New York: Institute for East-West Security Studies, hal. 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar