“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Perspektif Posmodernisme Dalam Hubungan Internasional


Oleh: Novian Uticha Sally
Post modernisme adalah sebuah teori baru dalam kajian Hubungan Internasional yang muncul di tahun 1980, dan dipelopori oleh pemikir-pemikir seperti: Michel Foucault, Jacques Derrida, James Der Derian dan Jean-Francois Lyotard. Teori ini menelaah teori-teori yang sudah ada sebelumnya dalam fungsinya sebagai kritik teori. Seperti juga yang disampaikan oleh Jacques Derrida bahwa untuk memahami lebih jauh pengetahuan yang ada di muka bumi ini maka diharuskan untuk membaca sejarah dan pengalaman yang lalu. Dengan cara itu, menunjukkan bagaimana teori dan pembelajaran menjadi seobjektif, senatural mungkin (Smith 2001:240). Ada beberapa hal yang bersifat khusus yang diusung oleh teori ini, hal-hal tersebut adalah:
1. Cara post modernisme memandang kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Apa yang diyakini oleh Foucault adalah hal yang bertentangan dengan konsensus sosial yang ada pada waktu itu. Dimana dalam ilmu sosial ortodoks, agar suatu ilmu pengetahuan itu bersifat objektif maka, ilmu pengetahuan itu haruslah bebas dari pengaruh kekuasaan. Namun Foucault berpendapat bahwa pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan, karena kekuasaan itulah yang membentuk pengetahuan; Atau yang beliau sebut dengan aturan imanensi (rule of immanence)
2. Genealogi adalah suatu bentuk sejarah yang mengartikan sejarah atas hal-hal yang dianggap berada diluar sejarah, termasuk hal-hal atau pemikiran yang telah terkubur, tertutup atau hilang dari pandangan dalam tulisan dan penciptaan sejarah[1]. Sejarah bukannya mengungkap makna/kebenaran, tapi malah menampilkan pengulangan dominasi tanpa akhir.
3. Dekonstruksi yang bertujuan menunjukan akibat kerugian yang dihasilkan oleh pertentangan baku, untuk menyingkap hubungan parasitical antara hal-hal yang bertentangan dan upaya memindahkannya
4. Pembacaan ganda. Pembacaan pertama adalah menguraikan kehomogenitasan teks tersusun, sedangkan pembacaan kedua menyoroti ketegangan-ketegangan internal dan bagaimana kemudian ketegangan itu terbuang.

Pertanyaan
Dalam strategi tekstual postmodernisme, Derian mengatakan bahwa postmodernisme menekankan akan pentingnya intertekstualitas/saling keterkaitan tekstual, namun mengapa dalam kedaulatan dan etika pemisahan diri, dikatakan untuk mencapai kedaulatan diperlukan melepaskan ikatan atas konsep-konsep tekstualitas lain?

Kemudian, dari peserta diskusi ada yang menjawab:
Inti dari postmodernisme adalah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu melihat dunia sebagai teks, karena itulah wajar jika akhirnya terbentuk suatu pemahaman baru yang didapat dari teks yang saling bersinggungan. Bentuk dari pemahaman baru tersebut bisa jadi adalah kedaulatan.

Penulis sendiri setuju dengan beberapa hal yang diungkapkan oleh jawaban ini. Diantaranya adalah bahwa postmodernisme melihat dunia seperti teks dan pemahaman manusia itulah yang memaknai teks tersebut sehingga menciptakan pemahaman baru. Akan tetapi, penulis dari awal memiliki preferensi jawaban sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Sebenarnya penulis ingin menitikberatkan pembahasan pada dua kata kunci yang ada pada pertanyaan tersebut. Jadi dalam pernyataan postmodernisme menekankan akan pentingnya intertekstualitas/saling keterkaitan tekstual, namun mengapa dalam kedaulatan dan etika pemisahan diri, dikatakan untuk mencapai kedaulatan diperlukan melepaskan ikatan atas konsep-konsep tekstualitas lain, penulis menggarisbawahi kata keterikatan dan keterkaitan. Sebenarnya disanalah logika postmodernisme berada.
Yang penulis maksud dengan melepaskan keterikatan disini adalah jika ingin memahami suatu fenomena tertentu dengan cara pandang postmodernisme, hendaknya pertama dipahami bahwa semua fenomena ataupun benda (objek) yang ada di dunia ini mendapatkan identitasnya dari manusia yang telah memberikannya image (subjek). Sehingga penting untuk melepaskan keterikatan fenomena tersebut dengan image yang telah dibangun oleh masyarakat terdahulu. Usaha ini juga termasuk melepaskan fenomena tersebut dari sejarah yang dipahami orang secara umum, karena sejarah itu adalah produk pengetahuan yang dibangun oleh pihak yang menang atau berkuasa pada masanya. Oleh sebab itu apa yang dinamakan genealogi, atau memahami dasar/konsep fenomena tersebut perlu dilakukan. Serta karena tidak dapat bergantung pada sejarah begitu saja, dibutuhkan pembacaan ganda. Maksudnya adalah bukan hanya sebatas mengkritisi saja, namun juga melihat esensi dan asumsi dasar fenomena tersebut kemudian mengaitkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Namun apabila fenomena yang hendak dipelajari bukan sesuatu yang mempunyai asumsi dasar namun kronologi, pembacaan ganda dapat dilakukan dengan mempelajari beberapa fakta sejarah yang ada, bukan hanya dari satu sumber saja, baru kemudian berusaha menemukan common ground serta gambaran awal, sehingga ditemukan teks awalnya. Itulah yang dimaksud akan pentingnya intertekstualitas.
Apabila dikaitkan dengan kedaulatan seperti pertanyaan dalam pembahasan, maka kedaulatan itu sendiri adalah tekstual. Konsep yang selama ini dinamakan kedaulatan itu dibangun oleh subjek yang berkepntingan. Oleh karena itu, Conolly mengajukan sebuah perubahan atas konsep pemikiran yang menjadi lazim dalam memahami kedaulatan negara, yaitu terutamanya adalah bahwa kedaulatan negara tidak lagi sesuai dengan demokrasi dalam era global saat ini. Dalam artian, negara berdaulat memonopoli kesetiaan, identitas dan energy warganya. Yang diinginkan oleh Conolly adalah menjadi demokrasi bukanlah suatu solusi utama untuk membentuk batasan bagi warganya, namun merupakan bentuk pertimbangan politik dan negosiasi terus menerus. Melepaskan ikatan yang memenjara makna kedaulatan kemudian mengaitkan kedaulatan dan demokrasi itulah yang menjadi contoh pengaplikasian teori postmodernisme dalam melihat fenomena.


REFERENSI:
Baylis, John & Smith, Steve (eds.). 2001, The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press.
Burchill, Scott & Andrew Linklater. 2009. Teori-Teori Hubungan Internasional. Bandung: Nusa Media


[1] Scott Burchill dan Andrew Linklater. 2009. Teori-teori Hubungan Internasional. Bandung: Nusa Media

1 komentar: