“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Review Chapter Class "Analysing Conflict"


Oleh: Caesar Ardian Oktawa
Kembali lagi pada makna dari konflik itu sendiri yang meruapkana sebuah hubungan yang melibatkan dua atau lebih aktor yang lebih cendrung menimbulkan ketegangan dikarenakan adanya satu aktor yang dirugikan maupun diuntungkan. Dalam definisi lain, konflik dapat dilihat bilamana dalam hubungan interaksi antar aktor, satu aktor berupaya untung menyerang, memusuhi aktor lainnya, sehingga hal tersebut menimbulkan ketegangan
Konflik sendiri dapat dianalisa dengan mengidentifikasi beberapa hal yang berhubungan langsung pada konflik, seperti: Aktor, Penyebab Konflik, Konteks, dan Dinamika Konflik itu sendiri. Hal ini dapat dikatakan bahwa analisa konflik sendiri merupakan sebuah study yang sistematik dalam membedah permasalahan dan terstruktur dalam prekatek keilmuannya. Tujuan dari sebuah analisa konflik sendiri akan menjadi relevan jika nantinya terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan konflik yang akan dibahas, seperti, Resolusi, Pemetaan, Proses, dan Seperti apa bentuk benturan-benturan yang ada.
Dalam mengkategorisasikan konflik serta menganalisanya, pertama harus ditetntukan dua hal yakni mana yang masuk dalam kategori konteks dan dinamika dari sebuah konflik. Konteks konflik biasanya mencakup latar belakang dibalik konflik yang ada, contohnya seperti, poliyik, sosio-kultural, ekonomi, ideologi, dan sebagainya, sedangkan dinamika konflik sendiri meliputi profil, aktor, dan penyebab dari konflik yang terjadi. Dalam kenyataanya semua hal tersbut seperti membentuk rantai pengaruh dimana satu komponen dapat mempengaruhi komponen lain dan sebaliknya, dalam arti keberlangsungan konflik itu sendiri.
Di bagian lain, menarik untuk dibedah bagaiman menganalisa penyebab adanya konflik atau bagaimana konflik bisa muncul lantaran apa. Pada dasarnya penyebab konflik dapat dikategorisasikan menjadi tiga, dilihat dari jarak terhadap konfliknya itu sendiri atau dapat dikatakan secara general ataupun spesifik isu-isu yang menyebabkan konflik itu terjadi.:
1.)    Struktural: Sebuah penyebab yang menjadi topik utama dalam sebuah konflik. Dapat dikatakan bagian ini merupakan penyebab yang dikategorikan secara general, atau menyangkut bidang-bidang yang berhubungan dengan isu-isu spesifik dalam konflik. Biasanya hal ini akan telihat jelas ketika konflik masuk pada tahap awal, sebelum terjadi ekskalasi isu misalnya. Contoh dari penyebab struktural antara lain Kemiskinan, Energi, Kesehatan, dsb,
2.)    Proximate: Faktor-faktor yang jauh lebih spesifik dari penyebab-penyebab yang general sebelumnya dan biasanya hal ini mendorong dalam sebuah ekskalasi konflik. Kata proximate yang berarti terdekat dapat diartikan menjadi faktor-faktor yang secara riil dekat dengan aktor-aktor dalam konflik.

Biasanya  faktor-faktor ini merupakan bentuk derivat dari faktor-faktor struktural seperti: Pengangguran, Sengketa, dsb.
3.)    Pemicu: Pemicu biasanya sangat mudah untuk ditemukan dalam sebuah konflik. Hal ini dikarenakan pemicu menjadi satu bagian yang jelas dalam menjadikan konflik itu ada atau memperluas serta mempertajama konflik, bahkan menjadikannya kearah sebuah kekerasan, seperti: Kudeta, Pembunuhan, Demonstrasi, Penggusuran, dsb.
Contoh kasus atau konflik yang dapat dilihat dari segi penyebabnya salah satunya adalah konflik antara pedagang asongan, UGM, dan RS. Sardjito. Mengapa pedagang tidak terima ketika adanya upaya penggusuran oleh Satuan Kerja Kampus UGM atau mereka tidak mentaati peraturan yang ada bahwa pedagang dilarang berjualan di jalan teknika/depan RS. Sardjito. Penyebab dari sikap “ngeyel” pedagang ini secara struktural adalah adanya marjinalisasi terhadapnya.
Marjinalisasi ini dapat karena pembagian wilayah untuk berdagang, akses, dsb yang tidak selalu diakibatkan dari pemerintah saja, namun terkadang sangat terkait dari kondisi yang ada seperti modal, kompetensi, dsb. Hal ini kemudian memicu mereka untuk berjualan di kawasan RS. Sardjito-UGM yang notabene semakin hari semakin mengganggu lalu lintas jalan sehingga menimbulkan kemacetan, kesemerawutan dan merusak tatanan estetika di dalam lingkungan kampus UGM. Hal-hal inilah yang sebenarnya masuk dalam kategorisasi proximate, karena dilihat dari kedekatan hal tersebut dalam interaksi dua aktor atau dapat dikatakan asas kausalitasnya sangat nyata. Sedangkan untuk pemicu konflik tersebut akhirnya membesar adalah adanya upaya penggusuran oleh SKK UGM pada tahun 2002 yang langsung terhadap para pedagang. Dalam kondisi ini kekearasan biasanya muncul dengan sendirinya.
Dalam menganalisa konflik, terdapat empat alat untuk melakukannya. Keempat alat tersebut memilki metode, ciri dan tujuan masing-masing dalam menganalisa sebuah konflik. Keempat alat analisa konflik yang dimaksud adalah;
1.)                            Galtung’s model of conflict, violence, and peace. Alat analisa ini secara sederhana melihat adanya teorema segitiga dalam konflik, kekerasan, maupun perdamian itu sendiri dan tentu saja bagian-bagian yang mendaji ide utama adalah bagian-bagian seperti konflik, violence, dan peace itu sendiri, dimana dalam setiap bagian tersebut memiliki dua komponen setara yang saling mempengaruhi.
2.)                            Conflict escalation dan de-escalation. Alat ini bekerja dalam melihat tahapan-tahapan dari keberlangsungan sebuah konflik terjadi. Konflik jika dilihat dengan menggunakan alat ini maka akan seacara jelaa tahapan yang ada dan kejadian-kejadian atau fenomena-fenomena yang terjadi dalam konflik akan secara jelas dan kronologis dilihatnya. Tahapan-tahapn konflik yang dikategorisasikan dengan alat ini meliputi: Perbedaan, Kontradiksi, Polarisasi, Kekerasan, Perang, Gencatan, Perundingan, Normalisasi, dan Rekonsilasi. Dari bagian-bagian tersebut dapat dikatakan bahwa konflik memilki tahapan yang dilihat dari awal konflik, berembangnya konflik, klimaks dari sebuah konflik, meredanya konflik, hingga tahapan penyelsaian konflik menuju perdamaian.
3.)                            Hourglass Model. Alat ini secara lebih kompleks melihat dengan menggunakan kronologi-kronologi dalam alat sebelumnya dan menggabungkannya dengan variabel-variabel analisis meliputi variabel yang membahas tentang keberlangsungan konflik, seperti transformasi konflik, penyelesaian konflik, puncak konflik, dan beberapa variable yang berhubungan dengan kondisi menuju perdamaian seperti bina damai kultural, upaya perdamain, dan pembatasan perang. Dalam kombinasi ini letak antar kelompok variabel berbeda dalam konteks analisasnya namun memilki korelasi antar tahapannya.
4.)                            Pohon Konflik: Ini merupakan alat yang mungkin lebih sederhana dibanding dengan ketiga alat lainya dalam menganalisa konflik. Pohon konflik hanya melihat pada tatanan latar belakang konflik, konteks dan dinamika konflik, serta akibat dari konflik. Sedangkan untuk level solusi, pohon konflik tidak mengikutsertakan dalam struktur level analisanya, sebab alat ini hanya untuk sekedar memetakan struktur konflik dari yang dianalisa. Bagian-bagian yang menjadi akar dari konflik meliputi tema besar apa yang melatarbelakangi dari sebuah konfli, sedangkan di bagian pohon merupakan konteks dan dinamika konflik yang terjadi, dan di bagian tajuk daun merupakan akibat yang ditimbulkan dari konflik itu sendiri.














Percobaan analisa konflik
Study Kasus: Pembangunan Bendungan Belo Monte, sebuah kondlik di Amazon. Brazil.
Alat Analisis: Pohon Konflik.

            Dalam menganalisa konflik yang terjadi di Brazil akibat dari sebuah mega proyek pemerintah, yakni pembangunan sebuah bendungan raksasa di kawasan sungai Xingu, Amazon, maka salah satu alat yang dapat digunakan untuk memetakan konflik itu sendiri adalah pohon konflik. Dalam struktur pohon konflik yang diggunanakan untuk menganalisa konflik tersebut, yang menjadi akar dari konflik sendiri adalah Energi. Dapat dikatakan pula bahwa energi menjadi penyebab struktural, Sedangkan untuk penyebab proximatenya adalah:
1.)    Hilangnya keanekaragaman hayati, rusaknya pemukiman warga/suku pribumi di dekat sungai Xingu,
2.)    Degradasi lingkungan hidup dan deforestasi,
3.)    Terancamnya nilai-niali kebudayaan pribumi seperti peninggalan sejarah dan budaya,
4.)    Potensi akan bahaya gas metana yang muncul dari dasar sungai,
5.)    Bencana Alam,
6.)    Blokade secara langsung terhadap pemukiman,
7.)    dan Terganggunya mata pencahariaan masyarakat pribumi.
untuk bagian yang mewakili dari sebuah pohon konflik, maka yang dilihat adalah inti konflik itu sendiri. Inti konflik di pembangunan Bendungan Belo Monte sendiri dimulai ketika pemerintah Brazil berniat untuk membangun sebuah bendungan guna meningkatkan suplai energi listrik. Hal ini dikarenakan potensi dari kekuatan air yang ada di sungai Xingu sangat kuat dan dapat menghasilkan energi listrik jutaan watt. Namun dalam perkembangannya, agenda ini mendapat reaksi keras dari penduduk di pinggiran sungai Xingu dan kalangan pemerhati lingkungan. Alasan mereka menentang proyek ini adalah keenam hal yang telah disebutkan diatas. Dalam perkembangannya konflik ini memuncak dengan dipicu oleh keputusan untuk membangun Bendungan Belo Monte secara sepihak oleh Pemerintah Brazil. 
Dapat dilihat bahwa dalam inti konflik sendiri (pohon konflik), yang menjadi aktor dari konflik adalah jelas, Pemerintah Brazil, Penduduk pribumi di pinggiran Sungai Xingu, dan Pemerhati lingkungan hidup, sedangkan yang menjadi pemicu utamanya terjadinya puncak konflik sendiri adalah keputusan untuk menjalankan proyek tersebut. Dalam pembangunan ini meyebabkan tergusurnya warisan-warisan budaya adat masyarakat secara langsung di pinggiran sungai Xingu, seperti makam leluhur, tanah adat, dsb. Tentu hal ini semakin memantik respon negatif dari masyarakat pribumi di pinggiran sungai Xingu semdiri. Namun ada pula pemicu lain yang sebenaranya secara tersirat ada, yakni kurangnya sosialisasi pemerintah akan proyek Bendungan Belo Monte dan dampak positif atau keuntungan dari pembangunan bendungan tersebut secara riil ke masyarakat.
 Dan di bagian akhir yakni di bagian tajuk pohon, bahwa yang nantinya terjadi bilamana konflik ini masih tetap berlangsung adalah beberapa keenam poin yang juga masuk dalam faktor proximatinya. Dapat dikatakan pula bahwa akibat yang riil belum terjadi sepenuhnya, sebab pembangunan Bendungan Belo Monte masih berlangsung, namun potensi-potensi kerugian yang mungkin muncul dapat juga dimasukan sebagai hasil yang mungkin akan muncul dari konflik itu sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar