“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Teori Posmodernisme


Oleh: Farida Choirunisa
Teori posmodernisme muncul sebagai kritik atas teori-teori positivis dalam ilmu hubungan internasional yang tidak mau begitu saja menerima hubungan antara epistemology dan ontology. Posmodernisme selalu mempertanyakan dan mencari kebenaran suatu makna, dan menganggap bahwa tidak ada yang real karena ilmu pengetahuan adalah hasil intrepetasi manusia saja.
Dalam kaitan kekuasaan dan ilmu pengetahuan, salah satu pemikir posmodernisme yaitu Foucault mempermasalahkan teori Immanuel Kant yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan haruslah bersifat murni dan objektif dan didasarkan pada logika murni, sedangkan menurut Foucault ada keterkaitan antara kebenaran ilmu pengetahuan dan kekuasaan. Baginya, kebenaran itu penting dan memberi pengaruh tetap pada kekuasaan, sehingga antara ilmu pengetahuan dan kekuasaan tidak bisa dipisahkan (rule of immanence). Keterkaitan inilah yang kemudian pada satu titik memunculkan yang dinamakan kedaulatan yang kemudian mengatur hubungan politik di era modern. Berbeda dengan Foucault, pemikir posmodernisme yang lain yaitu Ashley merujuk rule of immanence pada hubungan antara ilmu pengetahuan dan ilmu tentang manusia, bahwa manusia sebagai makhluk berakal dengan ilmu pengetahuan total yang dicapai dapat pula mencapai suatu kekuasaan total.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam memahami posmodernisme adalah pendekatan genealogis, yakni suatu jenis pemahaman yang mengungkapkan adanya hubungan historis antara kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Genealogis menegaskan bahwa semua ilmu pengetahuan bersifat temporer atau berada dalam kurun waktu, tempat tertentu dan muncul dari suatu perspektif tertentu, sehingga yang terjadi kemudian adalah adu perspektif, satu perspektif mencoba mengalahkan perspektif yang lain dan menjadi hegemon. Foucault menyebut bahwa tidak ada kebenaran dalam ilmu hubungan internasional, yang ada hanyalah perspektif dan rezim kebenaran yang saing bersaing.

Dekonstruksi dipakai Derrida untuk menunjukkan pertentangan konseptual dan adanya hubungan parasitisme yang bersifat hirarki, misalnya kedaulatan yang bertentangan dengan anarki. Menurut Derrida dekonstruksi berkenaan dengan penghancuran totalitas baik konseptual maupun sosial, karena adanya ketergantungan antara hal-hal yang bertentangan tersebut. Stabilitas total sebuah teori atau institusi sosial dapat runtuh oleh intrepetasi atau kritik yang muncul.
            Pada akhirnya posmodernisme sendiri akan berada di satu titik yang disebut nihilism karena sebagai suatu teori posmodernisme hanya bisa mengkritik dan menelanjangi suatu teori tanpa menghasilkan suatu pemahaman baru. Hal ini menjadi suatu pertentangan dalam teori posmodernisme itu sendiri karena apabila ia dapat menghasilkan suatu pemahaman baru maka ia akan menjadi teori modern yang selama ini dikritik. Padahal posmodernisme itu sendiri adalah suatu teori fenomologis yang menyikapi fenomena-fenomena yang terjadi tidak secara empiris bergantung pada ilmu pengetahuan saja.

Pertanyaan :
“ Apabila teori posmodernisme bersifat fenomologis dan dianggap nihil karena tidak bisa memunculkan suatu pemahaman baru, lantas sejauh mana teori tersebut memberikan andil dalam studi ilmu HI ditinjau dari pendekatan genealogis?”

Hasil Diskusi Kelas Mengenai Teori Posmodernisme
            Teori ini bermula dari adanya cultural turn. Yang mana menurut tradisi pemikiran kuno yang paling penting adalah makna bukan medium, sedangkan menurut tradisi pemikiran modern sekarang ini medium lah yang menentukan makna yang akan dipahami. Negara/state dalam hal ini bisa dipandang sebagai substansi atau image, image bukan berasal dari konstruktivisme tetapi dari pengetahuan yang diproduksi. Image ini yang dianggap menentukan hubungan antar negara sebagaimana Hubungan Internasional dikelola. Jadi, menurut teori posmodernisme HI pada dasarnya adalah sebuah image dan image merupakan salah satu bentuk culture. Bentuk culture yang lain berupa teks, discourse dan bahasa.
            Menurut Karl Marx, agama, bahasa dan lainnya tergantung pada kepentingan sistem produksi/made of production yang membuat seseorang menghasilkan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan menurut salah satu para pemikir posmodernisme seperti Foucault sekarang ini manusia hidup di jaman terputusnya antara substansi dan image, yang men-drive atau mengarahkan kita adalah image. Definisi yang terpenting menurut Foucault adalah definisi yang melekat pada diri kita dan discourse bisa dipahami sebagai sistem pengetahuan. Sederhananya dalam memahami objek adalah dari sebuah objek akan terbentuk sebuah konsep kemudian konsep itu akan menghasilkan kata-kata atau bunyi atau suara. Bagaimana makna kemudian ditentukan adalah dengan memahami makna yang memang sudah terletak di objek yang sudah tersedia di alam atau disebut reflektifitas, makna terletak pada konsep atau pemikiran dan makna yang terletak pada bahasa.


Referensi Bacaan :

Burchill, Scott and Andrew Linklater. (1996). Theories of International Relations. New York: St.Martin’s Press

Jackson, Robert & George Sorensen. (1999). Introduction to International Relations. New York : Oxford University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar