Oleh: Farida Choirunisa
Teori
posmodernisme muncul sebagai kritik atas teori-teori positivis dalam ilmu
hubungan internasional yang tidak mau begitu saja menerima hubungan antara
epistemology dan ontology. Posmodernisme selalu mempertanyakan dan mencari
kebenaran suatu makna, dan menganggap bahwa tidak ada yang real karena ilmu
pengetahuan adalah hasil intrepetasi manusia saja.
Dalam
kaitan kekuasaan dan ilmu pengetahuan, salah satu pemikir posmodernisme yaitu
Foucault mempermasalahkan teori Immanuel Kant yang menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan haruslah bersifat murni dan objektif dan didasarkan pada logika
murni, sedangkan menurut Foucault ada keterkaitan antara kebenaran ilmu
pengetahuan dan kekuasaan. Baginya, kebenaran itu penting dan memberi pengaruh
tetap pada kekuasaan, sehingga antara ilmu pengetahuan dan kekuasaan tidak bisa
dipisahkan (rule of immanence). Keterkaitan inilah yang kemudian pada satu
titik memunculkan yang dinamakan kedaulatan yang kemudian mengatur hubungan
politik di era modern. Berbeda dengan Foucault, pemikir posmodernisme yang lain
yaitu Ashley merujuk rule of immanence pada hubungan antara ilmu pengetahuan
dan ilmu tentang manusia, bahwa manusia sebagai makhluk berakal dengan ilmu
pengetahuan total yang dicapai dapat pula mencapai suatu kekuasaan total.
Salah
satu pendekatan yang digunakan dalam memahami posmodernisme adalah pendekatan
genealogis, yakni suatu jenis pemahaman yang mengungkapkan adanya hubungan
historis antara kekuasaan dan ilmu pengetahuan. Genealogis menegaskan bahwa
semua ilmu pengetahuan bersifat temporer atau berada dalam kurun waktu, tempat
tertentu dan muncul dari suatu perspektif tertentu, sehingga yang terjadi
kemudian adalah adu perspektif, satu perspektif mencoba mengalahkan perspektif
yang lain dan menjadi hegemon. Foucault menyebut bahwa tidak ada kebenaran
dalam ilmu hubungan internasional, yang ada hanyalah perspektif dan rezim
kebenaran yang saing bersaing.
Dekonstruksi
dipakai Derrida untuk menunjukkan pertentangan konseptual dan adanya hubungan
parasitisme yang bersifat hirarki, misalnya kedaulatan yang bertentangan dengan
anarki. Menurut Derrida dekonstruksi berkenaan dengan penghancuran totalitas
baik konseptual maupun sosial, karena adanya ketergantungan antara hal-hal yang
bertentangan tersebut. Stabilitas total sebuah teori atau institusi sosial
dapat runtuh oleh intrepetasi atau kritik yang muncul.
Pada akhirnya posmodernisme sendiri
akan berada di satu titik yang disebut nihilism karena sebagai suatu teori
posmodernisme hanya bisa mengkritik dan menelanjangi suatu teori tanpa
menghasilkan suatu pemahaman baru. Hal ini menjadi suatu pertentangan dalam
teori posmodernisme itu sendiri karena apabila ia dapat menghasilkan suatu
pemahaman baru maka ia akan menjadi teori modern yang selama ini dikritik.
Padahal posmodernisme itu sendiri adalah suatu teori fenomologis yang menyikapi
fenomena-fenomena yang terjadi tidak secara empiris bergantung pada ilmu
pengetahuan saja.
Pertanyaan :
“ Apabila teori posmodernisme
bersifat fenomologis dan dianggap nihil karena tidak bisa memunculkan suatu
pemahaman baru, lantas sejauh mana teori tersebut memberikan andil dalam studi
ilmu HI ditinjau dari pendekatan genealogis?”
Hasil Diskusi Kelas Mengenai
Teori Posmodernisme
Teori ini bermula dari adanya
cultural turn. Yang mana menurut tradisi pemikiran kuno yang paling penting
adalah makna bukan medium, sedangkan menurut tradisi pemikiran modern sekarang
ini medium lah yang menentukan makna yang akan dipahami. Negara/state dalam hal
ini bisa dipandang sebagai substansi atau image, image bukan berasal dari
konstruktivisme tetapi dari pengetahuan yang diproduksi. Image ini yang
dianggap menentukan hubungan antar negara sebagaimana Hubungan Internasional
dikelola. Jadi, menurut teori posmodernisme HI pada dasarnya adalah sebuah
image dan image merupakan salah satu bentuk culture. Bentuk culture yang lain
berupa teks, discourse dan bahasa.
Menurut Karl Marx, agama, bahasa dan
lainnya tergantung pada kepentingan sistem produksi/made of production yang
membuat seseorang menghasilkan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan
menurut salah satu para pemikir posmodernisme seperti Foucault sekarang ini
manusia hidup di jaman terputusnya antara substansi dan image, yang men-drive
atau mengarahkan kita adalah image. Definisi yang terpenting menurut Foucault
adalah definisi yang melekat pada diri kita dan discourse bisa dipahami sebagai
sistem pengetahuan. Sederhananya dalam memahami objek adalah dari sebuah objek
akan terbentuk sebuah konsep kemudian konsep itu akan menghasilkan kata-kata
atau bunyi atau suara. Bagaimana makna kemudian ditentukan adalah dengan
memahami makna yang memang sudah terletak di objek yang sudah tersedia di alam
atau disebut reflektifitas, makna terletak pada konsep atau pemikiran dan makna
yang terletak pada bahasa.
Referensi
Bacaan :
Burchill,
Scott and Andrew Linklater. (1996). Theories of International Relations. New
York: St.Martin’s Press
Jackson,
Robert & George Sorensen. (1999). Introduction to International Relations.
New York : Oxford University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar