Oleh: A.Arvi Fembrianita
English School
pertama kali dicetuskan di Departemen Hubungan Internasional di London School
of Economics yang dipimpin oleh CAW
Manning dan dan diikuti oleh Alan James, F.
S. Northledge dan Hedley Bull. Mereka merupakan guru dan murid yang sangat
mempengaruhi perkembangan dari pemikiran ini. Pendapat lain juga juga
mengatakan bahwa teori ini di perkenalkan oleh British Committee on the Theory of International Politics, yang dipimpin oleh seorang sejarahwan, Herbert Butterfield
yang
berasal dari Universitas Cambridge. Martin
Wight, Hedley Bull and Adam Watson adalah tokoh kunci dalam komite tersebut.[1] Teori ini dinamakan sebagi
teori english school karena teori ini lahir dari para pemikir yang berasal dari
Inggris.
Perkembangan
dunia internasional yang semakin pesat dan beragam telah memunculkan berbagai
teori baru. Hal tersebut juga didukung dengan dinamisnya Ilmu sosial dan
politik, khususnya dalam hubungan internasional. Kemunculan teori ini era
perang dingin sebagai teori alternatif
dan sebagai kritik atas dua teori besar dalam hubungan intenasional yang
sebelum telah ada yaitu realisme dan liberalisme
atau dalam teori ini dikenal dengan konstruktivisme
Teori
ini memiliki inti yang menentukan kekhasan dari English School yaitu tiga
konsep kunci dan pendekatan teoritis pluralisnya. Tiga konsep tersebut adalah internasional
system, international society, dan world society. Dalam wacana English School
ini kadang-kadang (dan mungkin menyesatkan) dikodifikasikan sebagai Hobbes (Machiavelly), Grotius dan Kant dan Realisme,
Rasionalisme, dan Revolusionalisme menurut tiga tradisi yang disampaikan
oleh Wight dalam teori hubungan internasional.[2]
Ketiga konsep tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1.
International
System (Hobbes/Machiavelli/realisme) Kekuatan
politik di antara semua negara dan meletakkan proses anarki internasional
sebagai pusat dari Teori Hubungan Internasional. Hal tersebut menunjukkan
kecondongannya terhadap teori realisme dan neorealisme dan hal tersebut
dibangun dengan baik dan jelas.
2.
International
Society (Grotius/rationalisme) penjelasan
mengenai institusionalisme dimana mereka saling berbagi kepentingan dan
identitas diantara bangsa dan menempatkan penciptaan serta pemeliharaan
norma-norma, aturan-aturan, dan institusi-institusi bersama sebagai pusat dari
teori hubungan internasional. bersama latar belakang dan ide mereka melalui
satu institusi yang mengacu pada hukum internasional atau pun rezim
internasional. Hal tersebut menunjukkan kecondongannya ke Rasionalisme.
3.
World Society (Kant/Revolusionisme) berfokus
pada individu, organisasi non-pemerintah (NGO), dan populasi global sebagai
fokus dari identitas dan pengaturan masyarakat dunia, serta menempatkan transenden
dari sistem negara di tengah-tengah teori hubungan internasional. Konsep ini lebih
condong ke arah Revolusionalisme, yang dianggap sebagai bentuk dari
Kosmopolitanisme.
Landasan teori English School adalah gagasan bahwa
international system (sistem internasional), international society (masyarakat
internasional) dan world society (masyarakat dunia) semua ada secara bersamaan,
baik sebagai obyek diskusi maupun sebagai aspek realitas internasional.
Martin
Wight sebagai salah satu tokoh dari perspektif ini mengungkapkan bahwa
rasionalisme sebagai via media antara
realisme dan liberalisme atau oleh Wight disebut sebagai Revolusionisme. Sifat
“via media” ini dapat dieksplorasi lebih lanjut dengan melihat kekontrasan
antara realisme dan liberalisme
Walaupun
berada diantara realisme dan liberalisme, teori ini tidak berusaha
menggabungkan dua teori besar ini. English School justru mengambil inti utama
dari dua teori tersebut, karena pendekatan ini berupaya untuk menghindari
pilihan-pilihan sulit antara 1) egoisme dan konflik negara dan 2) Keinginan
baik manusia dan kerjasama yang dimunculkan oleh perdebatan antara realisme dan
liberalisme. (Jackson dan Sorensen 1999:183). Para pemikir English school ini
memnyimpulkan bahwa eleman yang dibawa oleh kaum realis dan kaum liberalis akan
selalu ada di kehidupan masyarakat internasional. Namun demikian teori ini
memang lebih condong ke arah liberalis, namun liberalis yang lebih terbuka
terhadap kaum realis. Contohnya, para penstudi English School mengakui
bahwa power memanglah
sesuatu yang sangat penting dalam hubungan internasional dan merupakan teori
bawaan kaum Realis. Namun mereka juga sepaham dengan kaum liberal dengan
mengakui individu dan bahwa individu juga merupakan bagian dari sebuah negara.
Ada konflik dan ada kerjasama; ada negara-negara dan ada individu (Jackson
& Sorensen, 2009 :74).[3]
Selain itu, English School juga mempunyai proposisi yang
menyatakan pentingnya order atau
aturan dalam Hubungan Internasional. Menurut Bull masyarakat internasional
sangat berhubungan dengan ide international order atau
aturan internasional, yang bermaksud sebuah kesepakatan dari kehidupan sosial
yang mempunyai tujuan atau nilai tertentu[4] . Pentingnya
hukum internasional dalam hubungan internasional menjadi poin penting dalam
perspektif ini. Dengan adanya hukum internasional atau aturan internasional,
maka sistem internasional akan menjadi aman dari peperangan. Karena
bagaimanapun juga karena perspektif ini juga mengakui bahwa sifat sistem
internasional adalah anarki, maka dengan adanya hukum internasional maka sistem
internasional tersebut akan aman dari kekerasan. Dengan adanya hukum
interansional ini akan membuat masyarakat internasional menjadi lebih bisa
menahan diri.
Kelemahan
Teori English School
Karena dinamisnya ilmu sosial, tentu
saja teori ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah :
1. English
School terlalu berfokus pada masyarakat internasional yang mana membuat
teori ini kurang bisa diaplikasikan dalam analisis subglobal/regional/nasional. English School tidak
memiliki pandangan yang jelas terhadap konflik antar-individu atau kepentingan
– kepentingan individu serta kepentingan negara. English School tidak
memiliki konsep typology karena pandangan
dari para pemikir English School terbatas
pada urusan tunggal, global, dan masyarakat modern internasional. English School tidak memilih untuk
memfokuskan perhatian kepada level regional dan gagal untuk mempertimbangkan
perkembangan perekonomian. English School berfokus
pada sesuatu yang bisa saja menjadi suatu eksplanasi. Hal ini jelas dimana
formulasi English School secara eksplisit memiliki hak
istimewa sistem negara, masyarakat internasional dalam dasar historis dan
pragmatis sebagai landasan yang menjadi bentuk dominan dalam sektor politik.
Hal tersebut memproduksi suatu tekanan pada‘high politics’ dari collective security, diplomasi dan HAM, yang
mengamankan kebanyakan penulis English School klasik
yang cukup dekat dengan realisme.``
2. Adanya konflik normatif yang
berkaitan di dalam English School.
konsepsi solidarist dari masyarakat internasional dan yang lainnya antara
hak-hak negara atau masyarakat internasional dan hak individual atau masyarakat
dunia. Perhatian kepada kebebasan negara atau otonomi negara menghasilkan suatu
kepercayaan, yaitu kedaulatan negara dimana tidak ada tempat untuk intervensi
di dalam masalah domestik negara bahkan pada saat keadaan darurat. Keadaan
darurat tersebut seperti menolak intervensi kemanusiaan (dukungan terhadap
kedaulatan). Banyak sumber kunci dari pemikiran solidarist, seperti misalnya:
hukum alam, kemanusiaan serta kosmopolitan berakar secara mendalam di dalam
masyarakat dunia.
3. English School melibatkan elemen yang hilang, yakni
elemen yang memainkan peran penting dalam masyarakat internasional dan
masyarakat dunia yang benar-benar ada. Elemen yang hilang adalah elemen
subglobal dan ekonomi. Pemikir English School telah mengakui adanya sektor
ekonomi. Sektor ekonomi diakui sebagai bagian utama dalam masyarakat
internasional kontemporer.
4. English School melupakan bahwa dalam aturan internasional ada aktor lain yang memiliki
kepentingan di baliknya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aturan PBB yang
mana dalam pelaksanaannya terkadang dipengaruhi oleh negara superpower seperti
Amerika Serikat.
Karena teori ini ada diantara dua teori sebelumnya yang saling bertolak
belakang yaitu realisme dan liberalisme atau disebut juga revolusionisme, maka
teori ini biasa disebut sebagai via media, namun demikian teori ini sebenarnya
lebih condong ke arah liberal, liberal yang lebih terbuka pada realis dan
mementingkan aturan internasional serta nilai dan norma dalam world society
REFERENSI
Buzan,
Barry.’From International to World Society? English School Theory and The
Social Strucyure of Globalisation.Cambridge.2004
Buzan, Barry 1993, “From International System
to International Society: Structural Realism and Regime Theory Meet the English
School,” International Organization, Vol47, No. 3, halaman 332
Robert Jackson dan Georg Sorensen (2005), Pengantar Studi Hubungan
Internasional (diterjemahkan oleh: Dadan Suryadipura), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, http:// http://antria-d-l-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45933-Umum-English%20School%20of%20Thought.html
diakses tanggal 15 April 2014.
Suganami,
Hidemi. ‘The English School, History and Theory’. Ritsumeikan International
Affairs. Vol 9-2011
[1]
Suganami, Hidemi. ‘The English School, History and Theory’. Ritsumeikan International
Affairs. Vol 9-2011, hal 29-30
[2]
Buzan, Barry.’From International to World Society? English School Theory and
The Social Strucyure of Globalisation.Cambridge.2004
[3]
Robert Jackson dan Georg Sorensen (2005), Pengantar Studi Hubungan
Internasional (diterjemahkan oleh: Dadan Suryadipura), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, http://
http://antria-d-l-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45933-Umum-English%20School%20of%20Thought.html
diakses tanggal 15 April 2014.
[4] Buzan, Barry 1993, “From International System to
International Society: Structural Realism and Regime Theory Meet the English
School,” International Organization, Vol47,
No. 3, halaman 332
Tidak ada komentar:
Posting Komentar