“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Perspektif Dalam Politik Global "English School"


Oleh: A.Arvi Fembrianita

English School pertama kali dicetuskan di Departemen Hubungan Internasional di London School of Economics yang dipimpin oleh CAW Manning  dan dan diikuti oleh Alan James, F. S. Northledge dan Hedley Bull. Mereka merupakan guru dan murid yang sangat mempengaruhi perkembangan dari pemikiran ini. Pendapat lain juga juga mengatakan bahwa teori ini di perkenalkan oleh British Committee on the Theory of International Politics, yang dipimpin oleh seorang sejarahwan,  Herbert Butterfield yang berasal dari Universitas Cambridge. Martin Wight, Hedley Bull  and  Adam  Watson adalah tokoh kunci dalam komite tersebut.[1] Teori ini dinamakan sebagi teori english school karena teori ini lahir dari para pemikir yang berasal dari Inggris.
   Perkembangan dunia internasional yang semakin pesat dan beragam telah memunculkan berbagai teori baru. Hal tersebut juga didukung dengan dinamisnya Ilmu sosial dan politik, khususnya dalam hubungan internasional. Kemunculan teori ini era perang dingin sebagai teori alternatif  dan sebagai kritik atas dua teori besar dalam hubungan intenasional yang sebelum telah ada  yaitu realisme dan liberalisme atau dalam teori ini dikenal dengan konstruktivisme
Teori ini memiliki inti yang menentukan kekhasan dari English School yaitu tiga konsep kunci dan pendekatan teoritis pluralisnya.  Tiga konsep tersebut adalah internasional system, international society, dan world society. Dalam wacana English School ini kadang-kadang (dan mungkin menyesatkan) dikodifikasikan sebagai Hobbes (Machiavelly), Grotius dan Kant  dan Realisme, Rasionalisme, dan Revolusionalisme menurut tiga tradisi yang disampaikan oleh Wight dalam teori hubungan internasional.[2]  Ketiga konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      International System (Hobbes/Machiavelli/realisme) Kekuatan politik di antara semua negara dan meletakkan proses anarki internasional sebagai pusat dari Teori Hubungan Internasional. Hal tersebut menunjukkan kecondongannya terhadap teori realisme dan neorealisme dan hal tersebut dibangun dengan baik dan jelas.
2.      International Society (Grotius/rationalisme) penjelasan mengenai institusionalisme dimana mereka saling berbagi kepentingan dan identitas diantara bangsa dan menempatkan penciptaan serta pemeliharaan norma-norma, aturan-aturan, dan institusi-institusi bersama sebagai pusat dari teori hubungan internasional. bersama latar belakang dan ide mereka melalui satu institusi yang mengacu pada hukum internasional atau pun rezim internasional. Hal tersebut menunjukkan kecondongannya ke Rasionalisme.
3.      World Society (Kant/Revolusionisme) berfokus pada individu, organisasi non-pemerintah (NGO), dan populasi global sebagai fokus dari identitas dan pengaturan masyarakat dunia, serta menempatkan transenden dari sistem negara di tengah-tengah teori hubungan internasional. Konsep ini lebih condong ke arah Revolusionalisme, yang dianggap sebagai bentuk dari Kosmopolitanisme.

Landasan teori English School adalah gagasan bahwa international system (sistem internasional), international society (masyarakat internasional) dan world society (masyarakat dunia) semua ada secara bersamaan, baik sebagai obyek diskusi maupun sebagai aspek realitas internasional.
Martin Wight sebagai salah satu tokoh dari perspektif ini mengungkapkan bahwa rasionalisme sebagai via media antara realisme dan liberalisme atau oleh Wight disebut sebagai Revolusionisme. Sifat “via media” ini dapat dieksplorasi lebih lanjut dengan melihat kekontrasan antara realisme dan liberalisme
Walaupun berada diantara realisme dan liberalisme, teori ini tidak berusaha menggabungkan dua teori besar ini. English School justru mengambil inti utama dari dua teori tersebut, karena pendekatan ini berupaya untuk menghindari pilihan-pilihan sulit antara 1) egoisme dan konflik negara dan 2) Keinginan baik manusia dan kerjasama yang dimunculkan oleh perdebatan antara realisme dan liberalisme. (Jackson dan Sorensen 1999:183). Para pemikir English school ini memnyimpulkan bahwa eleman yang dibawa oleh kaum realis dan kaum liberalis akan selalu ada di kehidupan masyarakat internasional. Namun demikian teori ini memang lebih condong ke arah liberalis, namun liberalis yang lebih terbuka terhadap kaum realis. Contohnya, para penstudi English School mengakui bahwa power memanglah sesuatu yang sangat penting dalam hubungan internasional dan merupakan teori bawaan kaum Realis. Namun mereka juga sepaham dengan kaum liberal dengan mengakui individu dan bahwa individu juga merupakan bagian dari sebuah negara. Ada konflik dan ada kerjasama; ada negara-negara dan ada individu (Jackson & Sorensen, 2009 :74).[3]
Selain itu, English School juga mempunyai proposisi yang menyatakan pentingnya order atau aturan dalam Hubungan Internasional. Menurut Bull masyarakat internasional sangat berhubungan dengan ide  international order  atau aturan internasional, yang bermaksud sebuah kesepakatan dari kehidupan sosial yang mempunyai tujuan atau nilai tertentu[4] .  Pentingnya  hukum internasional dalam hubungan internasional menjadi poin penting dalam perspektif ini. Dengan adanya hukum internasional atau aturan internasional, maka sistem internasional akan menjadi aman dari peperangan. Karena bagaimanapun juga karena perspektif ini juga mengakui bahwa sifat sistem internasional adalah anarki, maka dengan adanya hukum internasional maka sistem internasional tersebut akan aman dari kekerasan. Dengan adanya hukum interansional ini akan membuat masyarakat internasional menjadi lebih bisa menahan diri.

Kelemahan Teori English School
Karena dinamisnya ilmu sosial, tentu saja teori ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah :
1.     English School terlalu berfokus pada masyarakat internasional yang mana membuat teori ini kurang bisa diaplikasikan dalam analisis subglobal/regional/nasional. English School tidak memiliki pandangan yang jelas terhadap konflik antar-individu atau kepentingan – kepentingan individu serta kepentingan negara. English School tidak memiliki konsep typology karena pandangan dari para pemikir English School terbatas pada urusan tunggal, global, dan masyarakat modern internasional. English School tidak memilih untuk memfokuskan perhatian kepada level regional dan gagal untuk mempertimbangkan perkembangan perekonomian. English School berfokus pada sesuatu yang bisa saja menjadi suatu eksplanasi. Hal ini jelas dimana formulasi English School secara eksplisit memiliki hak istimewa sistem negara, masyarakat internasional dalam dasar historis dan pragmatis sebagai landasan yang menjadi bentuk dominan dalam sektor politik. Hal tersebut memproduksi suatu tekanan pada‘high politics’ dari collective security, diplomasi dan HAM, yang mengamankan kebanyakan penulis English School klasik yang cukup dekat dengan realisme.``
2.      Adanya konflik normatif  yang berkaitan di dalam English School.  konsepsi solidarist dari masyarakat internasional dan yang lainnya antara hak-hak negara atau masyarakat internasional dan hak individual atau masyarakat dunia. Perhatian kepada kebebasan negara atau otonomi negara menghasilkan suatu kepercayaan, yaitu kedaulatan negara dimana tidak ada tempat untuk intervensi di dalam masalah domestik negara bahkan pada saat keadaan darurat. Keadaan darurat tersebut seperti menolak intervensi kemanusiaan (dukungan terhadap kedaulatan). Banyak sumber kunci dari pemikiran solidarist, seperti misalnya: hukum alam, kemanusiaan serta kosmopolitan berakar secara mendalam di dalam masyarakat dunia.
3.      English School melibatkan elemen yang hilang, yakni elemen yang memainkan peran penting dalam masyarakat internasional dan masyarakat dunia yang benar-benar ada. Elemen yang hilang adalah elemen subglobal dan ekonomi.  Pemikir English School telah mengakui adanya sektor ekonomi. Sektor ekonomi diakui sebagai bagian utama dalam masyarakat internasional kontemporer.
4.      English School melupakan bahwa dalam aturan internasional ada aktor lain yang memiliki kepentingan di baliknya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aturan PBB yang mana dalam pelaksanaannya terkadang dipengaruhi oleh negara superpower seperti Amerika Serikat.
Karena teori ini ada diantara dua teori sebelumnya yang saling bertolak belakang yaitu realisme dan liberalisme atau disebut juga revolusionisme, maka teori ini biasa disebut sebagai via media, namun demikian teori ini sebenarnya lebih condong ke arah liberal, liberal yang lebih terbuka pada realis dan mementingkan aturan internasional serta nilai dan norma dalam world society









REFERENSI

Buzan, Barry.’From International to World Society? English School Theory and The Social Strucyure of Globalisation.Cambridge.2004

Buzan, Barry 1993, “From International System to International Society: Structural Realism and Regime Theory Meet the English School,” International Organization, Vol47, No. 3, halaman 332

Robert Jackson dan Georg Sorensen (2005), Pengantar Studi Hubungan Internasional (diterjemahkan oleh: Dadan Suryadipura), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, http:// http://antria-d-l-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45933-Umum-English%20School%20of%20Thought.html diakses tanggal 15 April 2014.

Suganami, Hidemi. ‘The English School, History and Theory’. Ritsumeikan International Affairs. Vol 9-2011



[1] Suganami, Hidemi. ‘The English School, History and Theory’. Ritsumeikan International Affairs. Vol 9-2011, hal 29-30
[2] Buzan, Barry.’From International to World Society? English School Theory and The Social Strucyure of Globalisation.Cambridge.2004
[3] Robert Jackson dan Georg Sorensen (2005), Pengantar Studi Hubungan Internasional (diterjemahkan oleh: Dadan Suryadipura), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, http:// http://antria-d-l-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-45933-Umum-English%20School%20of%20Thought.html diakses tanggal 15 April 2014.
[4] Buzan, Barry 1993, “From International System to International Society: Structural Realism and Regime Theory Meet the English School,” International Organization, Vol47, No. 3, halaman 332

Tidak ada komentar:

Posting Komentar