Oleh: Anna Christy Swardi, Arief Muliawan, Bayu Setyawan, Citra Istiqomah, Novi Rizka Amalia
Munculnya arus
globalisasi pada masa sekarang ini merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindari, demikian juga halnya dengan semakin derasnya arus informasi sebagai
bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dari globalisasi itu sendiri.
Derasnya arus informasi dalam era globalisasi ini turut serta dalam memberi
perubahan kepada dunia tempat kita tinggal dalam berbagai macam sektor
kehidupan dan interaksi yang termasuk di dalamnya. Hubungan antarnegara di
dunia internasional pada masa dewasa ini pun tak luput dari arus globalisasi
yang terjadi pada masa kini, oleh karena itu tidak heran bahwa tidak sedikit
negara-negara di dunia pada masa sekarang menghadapi sekaligus memanfaatkan hal
tersebut dalam dunia hubungan internasional.
Era globalisasi ini membawa
perubahan dalam dunia internasional tidak hanya dalam hal memunculkan
aktor-aktor baru, yakni aktor non-negara, seperti korporasi dan non-governmental organization (NGO),
tetapi juga memberi dampak terhadap pola-pola diplomasi dan bentuk interaksi
lainnya, seperti power yang digunakan
dari satu aktor terhadap aktor lainnya. Pada masa sekarang ini aktor hubungan
internasional, khususnya negara tidak hanya sekedar menggunakan hard power seperti kekuatan militer
dalam menyebarkan pengaruh mereka terhadap negara lainnya, atau dengan cara
memberikan bantuan ekonomi untuk mempengaruhi negara-negara lainnya, tetapi
juga dengan menggunakan soft power
dengan cara-cara persuasif seperti pengaruh kultural.
Keuntungan dari penggunaan soft power ini diantaranya adalah cara
yang ditempuh meskipun memakan waktu yang lebih lama dan prosesnya berlangsung
secara perlahan, tetapi cara ini lebih efektif dan mudah karena tidak menguras
biaya sebesar biaya militer dan bantuan ekonomi. Selain itu, pengaruh kultural
dan nilai-nilai yang menjadi bagian dari soft
power itu sendiri dapat mempengaruhi sebuah negara dalam jangka waktu yang
lebih lama. Selain itu, cara-cara ini terbilang lebih menarik dibandingkan
pola-pola koersif, cara-cara yang dimaksud seperti penyebaran ide-ide tentang
demokrasi, HAM, pertukaran budaya, dan lain sebagainya. Sejarah telah mencatat
dimana pola koersif tidak selamanya akan membuahkan hasil, seperti yang terjadi
pada kasus Perang Vietnam, dimana Amerika Serikat sebagai negara super power tidak mampu menundukkan
Vietnam Utara, bahkan yang terjadi sebaliknya, selain mengalami kekalahan,
Vietnam Utara berhasil menaklukan Vietnam Selatan dan mendirikan sebuah negara
Vietnam yang bersatu dengan menjadikan ideologi komunisme sebagai dasarnya yang
justru bertentangan dengan keinginan Amerika Serikat.
Salah satu contoh dari keberhasilan
atau hasil positif dari pola-pola persuasif sebagai pendekatan untuk mencapai
keamanan internasional diantaranya adalah kunjungan Paus Paulus ke Polandia
pada dekade 1980-an, dimana kharisma dari Paus ini dengan pidato-pidatonya
mempengaruhi publik Polandia pada saat itu untuk menentang rezim komunis di
negara tersebut dan juga rezim Komunis Uni Soviet yang memiliki dominasi
terhadap Polandia pada masa tersebut. Kharisma dari Paus ini tidak mampu
dihalangi atau dihadang oleh kekuatan militer Soviet, karena sosok Paus sendiri
sebagai figur yang memiliki pengaruh besar bagi umat Katolik di dunia umumnya
dan di Polandia khususnya. Kejadian ini pada akhirnya mengubah sejarah Polandia
pada saat itu sehingga menjadi salah satu penyebab tumbangnya rezim komunis di
Polandia yang segera diikuti rezim-rezim komunis di negara-negara Eropa Timur lainnya.
Selain kasus tersebut, pada masa
sekarang ini mengglobalnya budaya Korea di berbagai belahan dunia mampu
mengubah opini publik masyarakat dari negara-negara besar seperti Rusia, Cina,
India, dan Prancis, dari yang semula berpandangan cenderung negatif menjadi
berpandangan positif mengenai Korea Selatan. Perubahan opini publik ini
tentunya turut memberi jalan bagi pemerintah Korea Selatan dalam berdiplomasi
dengan negara-negara lainnya karena ekspor budayanya memberi pengaruh besar
terhadap banyak negara di berbagai belahan dunia. Fakta ini tentunya sangat
menguntungkan bagi Korea Selatan karena pengaruh mereka terhadap negara lain
tidak perlu dicapai dengan cara-cara mahal seperti penggunaan kekuatan militer
dan bantuan ekonomi, sehingga Korea Selatan memiliki kemampuan mempengaruhi
negara-negara yang lebih besar sekalipun kapasitas ekonomi dan militernya lebih
kecil daripada negara yang mereka pengaruhi.
Dari pemaparan dan contoh-contoh
tersebut yang perlu digarisbawahi dari keuntungan penggunaan soft power ini adalah bahwa kekuatan ini
tidak dapat dilawan secara militer karena sifatnya yang tidak koersif dan tidak
dalam bentuk fisik, bahkan seringkali dalam bentuk yang tidak disadari. Selain
itu kekuatan ini tidak selalu dan harus dilakukan oleh pemerintah atau negara
sebagai aktornya, karena aktor-aktor individu dari kalangan sipil mampu menjadi
agen pembawa sekaligus penyebarluasan dari pola-pola persuasif ini sendiri,
sehingga tidak menguras tenaga pemerintah atau negara dalam ekspansinya. Daya
tarik yang menjadi inti dari pola persuasif yang menjadi bagian dari soft power sendiri mensyaratkan kekuatan
besar seperti luas wilayah, jumlah penduduk, sumber daya alam, serta kekuatan
ekonomi dan militer yang besar seperti yang disyaratkan oleh pola-pola pendekatan
keamanan negara yang klasik, sehingga negara kecil sekalipun dapat menggunakan
pendekatan persuasif ini dalam mencapai keamanan negaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar