“Aku bersyukur dilahirkan di Indonesia, dimana senyum masih menjadi karakter, budaya masih apik terjaga, dan optimisme masih menyulut semangat. Aku berharap, anak-anakku kelak harus lebih bangga dariku dalam memandang dan memperjuangkan Indonesianya. Jaya Selalu Negeriku Indonesia, Jayalah Selama-lamanya”

Soft Power sebagai Pendekatan Baru dalam Keamanan Internasional


Oleh: Anna Christy Swardi, Arief Muliawan, Bayu Setyawan, Citra Istiqomah, Novi Rizka Amalia         
       Munculnya arus globalisasi pada masa sekarang ini merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari, demikian juga halnya dengan semakin derasnya arus informasi sebagai bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dari globalisasi itu sendiri. Derasnya arus informasi dalam era globalisasi ini turut serta dalam memberi perubahan kepada dunia tempat kita tinggal dalam berbagai macam sektor kehidupan dan interaksi yang termasuk di dalamnya. Hubungan antarnegara di dunia internasional pada masa dewasa ini pun tak luput dari arus globalisasi yang terjadi pada masa kini, oleh karena itu tidak heran bahwa tidak sedikit negara-negara di dunia pada masa sekarang menghadapi sekaligus memanfaatkan hal tersebut dalam dunia hubungan internasional.
            Era globalisasi ini membawa perubahan dalam dunia internasional tidak hanya dalam hal memunculkan aktor-aktor baru, yakni aktor non-negara, seperti korporasi dan non-governmental organization (NGO), tetapi juga memberi dampak terhadap pola-pola diplomasi dan bentuk interaksi lainnya, seperti power yang digunakan dari satu aktor terhadap aktor lainnya. Pada masa sekarang ini aktor hubungan internasional, khususnya negara tidak hanya sekedar menggunakan hard power seperti kekuatan militer dalam menyebarkan pengaruh mereka terhadap negara lainnya, atau dengan cara memberikan bantuan ekonomi untuk mempengaruhi negara-negara lainnya, tetapi juga dengan menggunakan soft power dengan cara-cara persuasif seperti pengaruh kultural.

            Keuntungan dari penggunaan soft power ini diantaranya adalah cara yang ditempuh meskipun memakan waktu yang lebih lama dan prosesnya berlangsung secara perlahan, tetapi cara ini lebih efektif dan mudah karena tidak menguras biaya sebesar biaya militer dan bantuan ekonomi. Selain itu, pengaruh kultural dan nilai-nilai yang menjadi bagian dari soft power itu sendiri dapat mempengaruhi sebuah negara dalam jangka waktu yang lebih lama. Selain itu, cara-cara ini terbilang lebih menarik dibandingkan pola-pola koersif, cara-cara yang dimaksud seperti penyebaran ide-ide tentang demokrasi, HAM, pertukaran budaya, dan lain sebagainya. Sejarah telah mencatat dimana pola koersif tidak selamanya akan membuahkan hasil, seperti yang terjadi pada kasus Perang Vietnam, dimana Amerika Serikat sebagai negara super power tidak mampu menundukkan Vietnam Utara, bahkan yang terjadi sebaliknya, selain mengalami kekalahan, Vietnam Utara berhasil menaklukan Vietnam Selatan dan mendirikan sebuah negara Vietnam yang bersatu dengan menjadikan ideologi komunisme sebagai dasarnya yang justru bertentangan dengan keinginan Amerika Serikat.
            Salah satu contoh dari keberhasilan atau hasil positif dari pola-pola persuasif sebagai pendekatan untuk mencapai keamanan internasional diantaranya adalah kunjungan Paus Paulus ke Polandia pada dekade 1980-an, dimana kharisma dari Paus ini dengan pidato-pidatonya mempengaruhi publik Polandia pada saat itu untuk menentang rezim komunis di negara tersebut dan juga rezim Komunis Uni Soviet yang memiliki dominasi terhadap Polandia pada masa tersebut. Kharisma dari Paus ini tidak mampu dihalangi atau dihadang oleh kekuatan militer Soviet, karena sosok Paus sendiri sebagai figur yang memiliki pengaruh besar bagi umat Katolik di dunia umumnya dan di Polandia khususnya. Kejadian ini pada akhirnya mengubah sejarah Polandia pada saat itu sehingga menjadi salah satu penyebab tumbangnya rezim komunis di Polandia yang segera diikuti rezim-rezim komunis di negara-negara Eropa Timur lainnya.
            Selain kasus tersebut, pada masa sekarang ini mengglobalnya budaya Korea di berbagai belahan dunia mampu mengubah opini publik masyarakat dari negara-negara besar seperti Rusia, Cina, India, dan Prancis, dari yang semula berpandangan cenderung negatif menjadi berpandangan positif mengenai Korea Selatan. Perubahan opini publik ini tentunya turut memberi jalan bagi pemerintah Korea Selatan dalam berdiplomasi dengan negara-negara lainnya karena ekspor budayanya memberi pengaruh besar terhadap banyak negara di berbagai belahan dunia. Fakta ini tentunya sangat menguntungkan bagi Korea Selatan karena pengaruh mereka terhadap negara lain tidak perlu dicapai dengan cara-cara mahal seperti penggunaan kekuatan militer dan bantuan ekonomi, sehingga Korea Selatan memiliki kemampuan mempengaruhi negara-negara yang lebih besar sekalipun kapasitas ekonomi dan militernya lebih kecil daripada negara yang mereka pengaruhi.
            Dari pemaparan dan contoh-contoh tersebut yang perlu digarisbawahi dari keuntungan penggunaan soft power ini adalah bahwa kekuatan ini tidak dapat dilawan secara militer karena sifatnya yang tidak koersif dan tidak dalam bentuk fisik, bahkan seringkali dalam bentuk yang tidak disadari. Selain itu kekuatan ini tidak selalu dan harus dilakukan oleh pemerintah atau negara sebagai aktornya, karena aktor-aktor individu dari kalangan sipil mampu menjadi agen pembawa sekaligus penyebarluasan dari pola-pola persuasif ini sendiri, sehingga tidak menguras tenaga pemerintah atau negara dalam ekspansinya. Daya tarik yang menjadi inti dari pola persuasif yang menjadi bagian dari soft power sendiri mensyaratkan kekuatan besar seperti luas wilayah, jumlah penduduk, sumber daya alam, serta kekuatan ekonomi dan militer yang besar seperti yang disyaratkan oleh pola-pola pendekatan keamanan negara yang klasik, sehingga negara kecil sekalipun dapat menggunakan pendekatan persuasif ini dalam mencapai keamanan negaranya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar